Psikologi Anak Belajar di Tengah Pandemi Covid-19
Kebijakan belajar-mengajar di rumah tak jarang menyisakan masalah. Bagaimana kondisi psikologi anak belajar di tengah pandemi?
Penulis: Noviana Windri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kebijakan belajar-mengajar dari rumah dinilai sebagai langkah preventif penyebaran Covid-19.
Namun, kebijakan belajar-mengajar di rumah tak jarang menyisakan masalah.
Lalu bagaimana kondisi psikologi anak belajar di tengah pandemi?
Seorang pakar psikolog, Sad Yuli Prihartati menilai kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan belajar-mengajar di rumah bukanlah memprihatinkan.
• Waspada, Gelombang Tinggi Mencapai 4-6 Meter di Samudera Hindia Selatan Bali-NTB 22-24 Juli 2020
• Bandara I Gusti Ngurah Rai Kini Sediakan Layanan Rapid Test, Segini Tarifnya
• Setelah Ramai Soal Parasit Jessica Iskandar Pamer Foto Bareng Richard Kyle
Namun, juga tidak bisa dihindari dan memang perlu dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 yang lebih luas.
"Sebenarnya sekolah itu adalah proses pembelajaran yang komunikasinya dua arah. Harus bertemu, ada sentuhan-sentuhan, pembicaraan. Tetapi karena keadaan seperti ini yang mengaruskan anak-anak belajar di rumah yang sudah berlajar 5 bulan," jelasnya.
Lebih lanjut, Sad Yuli Prihartati menjelaskan, saat tahun ajaran berganti, kondisi mental anak yang naik kelas berbeda dengan anak yang memasuki sekolah jenjang baru, seperti SD naik ke SMP dan lainnya.
Dimana kebijakan tentang orientasi sekolah dilakukan secara online seharusnya dilakukan dengan tatap muka dan mengenal lingkungan sekolah secara langsung.
"Saat ini, anak-anak kalau ditanya gurunya siapa jawabnya belum tau. Karena ini masa anak-anak harus mengenal semua dan banyak bersosialisasi serta berinteraksi," tuturnya.
Dalam proses belajar terdapat beberapa tahapan, yaitu tahap adaptasi dan sosialisasi.
Namun, jika itu tidak terjadi maka akan mengganggu kesehatan mental anak.
Sebagai contoh anak introvert akan lebih senang dengan adanya orientasi online.
Di sisi lain, anak ekstrovert akan menjadi tekanan tersendiri.
"Dampak yang panjang kalau menyangkut pendidikan akan menyebabkan under prestasi. Tidak punya motivasi untuk belejar lebih. Seharusnya tahun ajaran ini penuh suka cita. Lingkungan baru, teman baru, guru baru, dan lainnya," paparnya.