Jejak Tri Nugraha di Tanah Bali
Tri Nugraha terus menjadi sorotan pasca menyandang status tersangka perkara tindak pidana gratifikasi pensertifikatan dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Tri Nugraha terus menjadi sorotan pasca menyandang status tersangka perkara tindak pidana gratifikasi pensertifikatan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Tri ditetapkan sebagai tersangka sejak bulan Nopember 2019.
Sedangkan dalam perkara TPPU, tim penyidik yang dikomandoi oleh Wakil Kepala Kejati (Wakajati), Asep Maryono kembali menetapkan Tri sebagai tersangka bulan April 2020.
Penyidikan perkara gratifikasi dilakukan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali dimulai dari bulan Agustus 2019.
• Update Covid-19 di Bali 23 Juli, Pasien yang Telah Sembuh 74 Orang, 696 Orang Dalam Perawatan
• Ramalan Zodiak Kesehatan 24 Juli, Scorpio Perlu Mengisi Kembali Energi, Bagaimana dengan Zodiakmu ?
• Bernilai Rp 672 Triliun, Ini 12 Perusahaan Sinar Mas Group yang Jadi Sengketa Warisan Antar Anak
Sebanyak 26 orang saksi yang telah diperiksa dimintai keterangan oleh tim penyidik Kejati Bali.
Berselang empat bulan, Tri ditetapkan sebagai tersangka perkara gratifikasi.
Lalu tim penyidik mendapat laporan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi keuangan Tri.
Berbekal laporan dari PPATK yang dijadikan petunjuk, tim penyidik kemudian mengembangkan kearah TTPU, dan Tri kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Dari penanganan perkara ini, tim penyidik telah menyita sejumlah aset milik Tri atau aset yang diatasnamakan orang lain, namun diduga terkait dengan gratifikasi dan TPPU.
Aset yang disita berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) dan bangunan yang ditempati mantan istri Tri di jalan Gunung Talang, Padang Sambian, Denpasar Barat, buku tanah hak milik di Dalung, Kuta Utara, Badung atas nama Tri Nugraha dan tanah perkebunan karet seluas 250 hektar di Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Selain itu penyidik juga mengamankan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Sedangkan harta bergerak yang diamankan diantaranya mobil jenis truk, Jeep Wrangler, mobil Mazda, mobil mini klasik, motor Kawasaki Ninja, motor Husqvarna, motor Harley Davidson dan motor Ducati.
“Ada delapan unit kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua sebanyak empat unit telah disita. Totalnya 12 kendaraan. Untuk aset berupa tanah di 14 lokasi, di Bali dan di luar Bali. Dan hari ini yang bersangkutan dengan sukarela mau menyerahkan 250 hektar kebun karet di Lubuk Linggau. Tapi kami harus mengecek keberadaan tanah tersebut,” terang Asep kepada awak media saat menggelar jumpa pers di Kejati Bali, Rabu (22/7/2020).
Kasus yang tengah disidik Kejati Bali ini saat Tri menjabat sebagai Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Denpasar.
Sebelumnya, pria asal Bandung, Jawa Barat tersebut menjabat sebagai Kepala BPN Denpasar periode 2007 sampai 2011.
Setelah itu Tri menduduki jabatan sebagai Kepala BPN Badung dari 2011 hingga 2013.
Kini Tri menjabat Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian pada Kementrian Agraria dan Tata Ruang.
Sementara hasil penelusuran, dari sejumlah perkara, Tri sempat diminta keterangan sebagai saksi di persidangan.
Beberapa bulan lalu, ia bersaksi dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penipuan atau penggelapan dan pemalsuan senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa, mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, Anak Agung Ngurah Agung dan I Wayan Wakil.
Di persidangan terungkap ada aliran uang Rp 10 miliar masuk ke rekening istri Tri, yang diberikan oleh Sudikerta.
Kala itu, Tri masih menjabat sebagai Kepala BPN Badung.
Di persidangan. Tri mengaku menerima uang itu, akan tetapi ia berdalih jika uang tersebut adalah pinjaman, bukan fee jual beli tanah.
"Saya tidak diberikan fee. Saya pinjam. Saya dikasi pinjaman Rp 10 miliar dalam bentuk cek. Dua cek. Itu akhir 2013," dalihnya kala itu.
Tri juga menyatakan, jika uang Rp 10 miliar itu telah dikembalikan.
Tapi tidak langsung dikembalikan ke Sudikerta, melainkan ke staf BPN Badung atas nama Haji Didik.
"Sudah saya kembalikan semuanya 2018 dalam dua tahap. Saya kembalikan lewat Haji Didik, staf di BPN. Bukti penerimaan pengembalian berupa kwintansi," tuturnya.
Dari uang Rp 10 miliar itu, dikatakan Tri digunakan untuk membeli kebun.
"Uang pinjaman itu ditansfer lewat rekening istri saya. Uang itu saya gunakan beli kebun di Lubuklinggau dan Lombok," terangnya.
Kemudian kebun itu dijual dan uangnya dipakai untuk mengembalikan pinjaman.
Selain perkara tersebut, Tri juga pernah dihadapkan sebagai saksi di sidang kasus korupsi pensertifikatan dan penjualan lahan taman hutan raya (tahura) seluas 835 m3 atau 8 are dengan terpidana I Wayan Suwirta dan I Wayan Sudarta. (*)