Bisnis Garuda Indonesia Sudah Sampai Titik Nadir, Begini Saran Pengamat
Sebagai salah satu jalan keluar, Garuda Indonesia meminta dana talangan kepada pemerintah senilai Rp 8,5 triliun.
"Karena saya juga tidak yakin pemerintah saat ini punya dana segar agar garuda bisa bertahan hidup itu pun harus ada kesepakatan kesepakatan dengan pemilik saham lain," katanya.
Alvin juga mengatakan, pemerintah lebih baik menghapuskan hambatan berupa kewajiban berbelit bagi pengguna transportasi udara dibandingkan dengan menciptakan rumusan insentif lainnya kepada maskapai.
"Tapi ya memang dalam kondisi saat ini sepertinya sulit untuk mengharapkan pemerintah memberikan insentif lanjutan kepada maskapai. Pemerintah dalam posisi berat karena harus memberikan program pemulihan ekonomi," kata Alvin.
Saat ini, dana talangan pemerintah kepada Garuda Indonesia juga tak kunjung cair.
Bentuk dana talangan pun hanya menjadi jaminan agar GIAA dapat membayarkan kembali kepada pemerintah dan bukannya berupa dana segar yang disuntikkan kepada maskapai.
"Saya tekankan pada nilai strategis Garuda bagi Pemerintah. Saat ini mustahil bagi Garuda untuk bertahan hidup jika tidak ditopang dana talangan dari Pemerintah," tekan Alvin.
Sebelumnya, Garuda Indonesia melaporkan posisi pinjaman ke lembaga perbankan dan keuangan lebih besar dari posisi arus kas perseroan per 1 Juli 2020.
Posisi cash flow atau arus kas perseroan hanya sekitar US$ 14,5 juta per 1 Juli 2020.
Dengan posisi arus kas itu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$ 1,3 miliar per 1 Juli 2020.
Irfan membeberkan saldo utang usaha dan pinjaman emiten berkode saham GIAA itu mencapai US$ 2,22 miliar per 1 Juli 2020.
Nilai itu terdiri atas US$ 905 juta dari operasional, pinjaman jangka pendek US$ 608 juta, dan pinjaman jangka panjang US$ 645 juta.
Sementara untuk pinjaman jangka panjang, terdapat pinjaman berbentuk sukuk senilai US$500 juta.
Bantuan dana yang diberikan pemerintah nampaknya dinilai tidak membuahkan hasil yang cukup baik.
Bantuan senilai Rp 8,5 triliun itu dinilai hanya mampu membuat maskapai ini bertahan sampai 2024.
Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan, beban utang yang ditanggung maskapai penerbangan nasional pelat merah yang mencapai US$ 2 miliar atau Rp 31,9 triliun membuat kondisi perusahaan tidak akan bertahan lama.
"Saya menilai kemampuan Garuda hanya mampu bertahan minimal sampai 2024 saja. Walau ada dana talangan, itu memperpanjang napas saja, setahun ini ada pandemi keuangan Garuda memang berdarah-darah," ujar Arista.(*)