Corona di Bali
RSJ Kebingungan Tempat Isolasi Khusus Untuk Pasien ODGJ dari Buleleng yang Terpapar Covid-19
ODGJ tersebut sempat ditolak di beberapa rumah sakit dengan alasan tidak memiliki ruangan isolasi khusus
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Wabah virus Corona atau Covid-19 di Buleleng hingga saat ini masih terus menyebar.
Terbaru, satu orang dengan ganguan jiwa (ODGJ) asal Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, positif terpapar Covid-19.
ODGJ tersebut sempat ditolak di beberapa rumah sakit dengan alasan tidak memiliki ruangan isolasi khusus untuk ODGJ yang positif terpapar Covid-19.
Hal ini pun menjadi persoalan, karena RSJ di Bangli pun tak punya tempat khusus.
Sekda Buleleng juga sebagai Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, Gede Suyasa ditemui Rabu (29/7/2020), menjelaskan ODGJ asal Kecamatan Tejakula itu mulanya dibawa oleh pihak keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli, karena pasien sering berhalusinasi hingga memanjat atap rumah dan terjatuh.
Setibanya di RSJ Bangli, pihak rumah sakit kemudian menjalankan protap berupa swab test kepada setiap pasien baru yang diterima.
Hingga akhirnya, berdasarkan hasil swab test, ODGJ asal Kecamatan Tejakula tersebut dinyatakan positif terpapar Covid-19.
Pihak RSJ Bangli kemudian melakukan koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, mengingat di RSJ tersebut tidak tersedia ruangan isolasi khusus untuk ODGJ yang positif terpapar Covid-19.
Pasca menerima laporan itu, Suyasa mengaku pihaknya sempat berencana merujuk ODGJ tersebut ke RSUP Sanglah.
Namun dari pihak RSUP Sanglah juga mengaku tidak bisa menerima ODGJ tersebut, karena tidak memiliki ruang isolasi khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa.
"Kami di RS Pratama Giri Emas juga tidak memiliki ruang isolasi khusus ODGJ. Penanganannya juga pasti lebih sulit, karena selain harus berurusan dengan Covid-19, kami juga harus memperhatikan kejiwaanya. Untuk itu saya berkoordinasi dengan Sekda Provinsi, akhirnya ODGJ itu saat ini ditangani Gugus Tugas Provinsi, sehingga datanya masuk di provinsi, dan ODGJ itu tetap dirawat di RSJ Bangli. Sudah disiapkan ruang isolasi khusus di RSJ Bangli," jelas Suyasa, sembari menyebut saat ini pihaknya sedang melakukan tracing kepada orang-orang yang sempat melakukan kontak dengan ODGJ tersebut, untuk mencegah penularan virus kian meluas.
Tambahan Kasus Positif
Adapun terkait perkembangan penanganan Covid-19 di Buleleng, Rabu (29/7/2020), terdapat satu penambahan pasien kasus konfirmasi positif virus Corona atau Covid-19.
Pasien tersebut berasal dari Kecamatan Sukasada, yang sebelumnya dirawat di RSUD Buleleng karena mengeluh demam dan mengalami gejala pneumonia.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, juga sebagai Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Kominfosanti) Buleleng, I Ketut Suweca mengatakan, pasien konfirmasi positif Covid-19 ini mulanya dirawat di RSUD Buleleng, Minggu (26/7/2020) lalu.
Mengingat keluhan yang dialami pasien mengarah ke gejala Covid-19, dokter penanggung jawab pasien (DPJP) kemudian merujuk pasien tersebut ke RS Pratama Giri Emas, untuk kemudian dilakukan swab test.
"Setelah diswab test hasilnya positif Covid-19," terang Suweca.
Selain adanya penambahan satu pasien kasus konfirmasi, pada Rabu (29/7/2020), juga ada tiga pasien asal Kecamatan Buleleng yang dinyatakan sembuh.
Tiga pasien itu sebelumnya diberi kode 143, 145, dan 155.
Dimana pasien dengan kode 143 diisolasi di RS Pratama Giri Emas selama 13 hari.
Sementara pasien dengan kode 145 diisolasi selama 12 hari.
Sedangkan pasien dengan kode 155 diisolasi selama tujuh hari.
Tiga pasien ini dinyatakan sembuh atas hasil diagnosis klinis DPJP.
Dengan demikian, secara kumulatif pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh di Buleleng sebanyak 120 orang, sementara yang masih dirawat di RS Pratama Giri Emas sebanyak sembilan orang.
Swab Test Hanya Untuk yang Bergejala Berat
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan RI mengubah skema penanganan Covid-19.
Salah satu yang menarik, pasien Covid-19 yang tidak bergejala sama sekali, atau bergejala ringan dan sedang, kini tidak lagi dilakukan swab test dengan metode PCR.
Untuk menentukan apakah pasien dengan tiga kriteria itu positif terpapar Covid-19, cukup menggunakan hasil diagnosis klinis dari dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, Gede Suyasa saat ditemui sesuai mengadakan rapat bersama sejumlah perwakilan tenaga kesehatan, dalam menindaklanjuti revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan, Rabu (22/7/2020).
Suyasa menyebutkan, swab test dengan metode PCR nantinya hanya akan dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat.
Hal ini juga bekaitan dengan proses penanganannya.
Dimana hanya pasien yang memiliki gejala berat dan sedang yang akan diisolasi di RS Pratama Giri Emas.
Sementara untuk pasien tidak bergejala dan bergejala ringan akan menjalani isolasi di tempat yang telah disiapkan Pemprov Bali (bukan di rumah sakit).
Namun apabila pihak keluarga meminta pasien diisolasi di rumah, maka keluarga pasien harus siap menanggung segala risiko yang terjadi, serta rekomendasinya akan dikeluarkan oleh Pemprov Bali.
"Swab PCR hanya dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Sementara yang tidak bergejala, ringan dan sedang tidak di-PCR, cukup menggunakan keputusan hasil diagnosis klinis dari DPJP. Jadi hasil diagnosis klinis inilah yang menentukan apakah pasien termasuk sebagai pasien Covid-19 atau bukan," jelasnya.
Dalam revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan itu, juga diatur terkait penanganan jenazah pasien terkonfirmasi Covid-19.
Dimana jenazah hendaknya harus sudah dikubur atau dikremasi dalam kurun waktu 24 jam.
Namun dalam rapat, Dokter Forensik RSUD Buleleng dr Klarisa Salim mengusulkan agar waktu penguburan atau kremasi bisa lebih diperpanjang, mengingat dalam tradisi umat Hindu, proses penguburan atau kremasi harus menggunakan dewase (hari baik).
"Jika menunggu hari baik, maka jenazah harus dilakukan proses disinfeksi. Ini akan kami konsultasikan ke provinsi dulu, apakah diizinkan. Karena dalam Permenkes menjelaskan penguburan atau kremasi pasien Covid-19 harus dilakukan dalam waktu 24 jam," terangnya.
Skema baru ini sejatinya sudah berlaku sejak 17 Juli 2020 lalu, namun Suyasa mengaku masih membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi agar skema baru ini dapat dipahami oleh semua pihak.
Apakah dengan adanya skema baru ini tidak minimbulkan penyebaran virus kian meluas?
"Dengan protokol revisi 5 ini, pusat sudah memperhitungkan dan mempelajari kejadian Covid-19 yang terjadi selama empat bulan ini di Indonesia maupun dunia. Tidak mungkin dengan adanya revisi 5 ini, melah bikin penularan. Kita harus yakin bahwa revisi 5 ini lebih rileksasi juga pengetatan dari sisi tidak terjadinya penularan," jawab Suyasa. (*)