Keripik Biru Buatan Luh Sri Sudah Ada Sejak Tahun 1997, Dipasarkan hingga ke Jepang dan Australia
Ni Luh Sri Wahyuningsih kini sudah berusia 45 tahun dan sejak lama telah memiliki sebuah usaha pembuatan keripik ayam
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Dan kini dalam sehari sebanyak 250 kg dan bahkan mencapai 300 kg saat menjelang hari raya.
"Saya benar-benar berani memasarkan ke grosir dan pasar itu mulai tahun 2005. Dan permintaan akan meningkat jika hari raya seperti Galungan, Nyepi dan Idul Fitri," akunya.
Tak hanya di Bali, keripik hasil olahannya ini terjual hingga luar Bali bahkan luar negeri seperti Jepang dan Australia.
Di semua kabupaten di Bali, juga memiliki sales atau reseller yang membantu memasarkan keripiknya ini.
"Di seluruh Bali sudah ada sales yang ngambil. Juga ada langganan tetap yang mengambil ke sini. Tinggal atur jadwal, order saya siapkan," katanya.
Untuk harga keripiknya ini, per paket yang berisi 10 bungkus dijual Rp 10 ribu.
"Kalau reseller ambil 13 paket dengan harga Rp 100 ribu. Ada sales yang ambil kiloan nanti dia yang bungkus sendiri dan dijual lagi," imbuhnya.
Di saat terjadinya pandemi Covid-19 ini, usahanya sedikit terganggu dengan mahalnya harga daging ayam.
Bahkan harga daging ayam melonjak tiga kali lipat dari hari biasanya.
Sementara untuk harga keripiknya tak berani ia naikkan.
Ia pun merasa dilema, akan tetapi usahanya harus tetap berjalan.
"Ya saya tetap jalankan usaha ini. Walaupun untung sedikit yang penting bisa nutup modal, bisa bayar karyawan, dan bisa memenuhi permintaan pelanggan. Selama tiga bulan harga ayamnya tinggi," tuturnya.
Dan belakangan, apalagi dengan adanya new normal ini, harga daging ayamnya pun mulai menurun.
Ia pun kembali bisa bernapas lega dan pesanan kembali ramai.
Untuk rasa keripik ayamnya, akan tetap nikmat hingga 2 minggu.
Dan di daerah dingin akan tetap nikmat hingga 2 bulan, apalagi ditimpali dengan tipat santok. (*)