Keripik Biru Buatan Luh Sri Sudah Ada Sejak Tahun 1997, Dipasarkan hingga ke Jepang dan Australia

Ni Luh Sri Wahyuningsih kini sudah berusia 45 tahun dan sejak lama telah memiliki sebuah usaha pembuatan keripik ayam

Tribun Bali/Rizal Fanany
Ni luh Sri Wahyuningsih menunjukkan kripik ayam produksinya di Jalan Sulatri, Kesiman, Denpasar, Senin (3/8/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Ni Luh Sri Wahyuningsih kini sudah berusia 45 tahun dan sejak lama telah memiliki sebuah usaha pembuatan keripik ayam bernama Kripik Biru yang berlokasi di Jalan Sulatri, Kesiman, Denpasar, Bali.

Sri mulai merintis usahanya sejak berumur 22 tahun tepatnya tahun 1997.

Setahun sebelumnya, ia melepas masa lajangnya.

"Awalnya saya berpikir untuk bisa kerja di rumah sambil ngurus anak yang masih bayi. Jadi kepikiranlah membuat keripik dari limbah ayam yakni kepala dan leher ayam," kata perempuan asal Karangasem yang ditemui di kediamannya Senin (3/8/2020).

Ini Jadwal Belajar dari Rumah TVRI 3 Agustus 2020, Akan Ada Acara Jalan Sesama: Kembalikan Dong!

Pekerja Pintar Kucing-kucingan, Satpol PP Klungkung Sita Alat-alat Proyek Pabrik Garam di Kusamba

Laporan Kematian Babi di Bangli Menurun Sejak Pertengahan Mei 2020

Ketika itu ia meminta kepala dan leher ayam dari saudaranya yang kebetulan memiliki usaha potong ayam.

Bermodalkan pendidikan pengolahan hasil yang kini setara dengan SMK, ia mulai mencoba membuat keripik.

Bumbunya ia racik sendiri dengan menggunakan bumbu khas Bali.

"Waktu sekolah kan di sekolah pernah diajarkan membuat keripik ampas tahu. Jadinya saya berpikir bahwa limbah itu bisa bernilai ekonomi. Setiap yang makan keripik saya, saya tanya apa kekurangannya. Ada yang nyaranin diisi cabai agar lebih enak dan saya ikuti. Akhirnya jadilah seperti keripik yang sekarang ini," tuturnya.

Setelah yakin dirinya pun mulai memasarkannya sendiri dengan menitipkan di warung-warung sekitaran Kesiman.

Delapan tahun berjalan, tahun 2005 dirinya mulai mencari tenaga kerja.

Awalnya memang sulit mencari orang yang mau tahan bekerja di dapur.

Namun seiring berjalannya waktu, kini ia telah memiliki 25 orang pekerja dengan sistem borongan dan digaji harian.

Dan tahun 2017 akhirnya ia bisa mengontrak tanah di dekat rumahnya untuk memperlebar usaha pembuatan kripiknya.

Di masa-masa awal membuat keripik ayam ini, dalam sehari ia hanya memproduksi 10 hingga 15 kg keripik ayam.

Proses produksi kripik ayam di jalan Sulatri, Kesiman, Denpasar, Senin (3/8/2020).
Proses produksi kripik ayam di jalan Sulatri, Kesiman, Denpasar, Senin (3/8/2020). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Dan kini dalam sehari sebanyak 250 kg dan bahkan mencapai 300 kg saat menjelang hari raya.

"Saya benar-benar berani memasarkan ke grosir dan pasar itu mulai tahun 2005. Dan permintaan akan meningkat jika hari raya seperti Galungan, Nyepi dan Idul Fitri," akunya.

Tak hanya di Bali, keripik hasil olahannya ini terjual hingga luar Bali bahkan luar negeri seperti Jepang dan Australia.

Di semua kabupaten di Bali, juga memiliki sales atau reseller yang membantu memasarkan keripiknya ini.

"Di seluruh Bali sudah ada sales yang ngambil. Juga ada langganan tetap yang mengambil ke sini. Tinggal atur jadwal, order saya siapkan," katanya.

Untuk harga keripiknya ini, per paket yang berisi 10 bungkus dijual Rp 10 ribu.

"Kalau reseller ambil 13 paket dengan harga Rp 100 ribu. Ada sales yang ambil kiloan nanti dia yang bungkus sendiri dan dijual lagi," imbuhnya.

Di saat terjadinya pandemi Covid-19 ini, usahanya sedikit terganggu dengan mahalnya harga daging ayam.

Bahkan harga daging ayam melonjak tiga kali lipat dari hari biasanya.

Sementara untuk harga keripiknya tak berani ia naikkan.

Ia pun merasa dilema, akan tetapi usahanya harus tetap berjalan.

"Ya saya tetap jalankan usaha ini. Walaupun untung sedikit yang penting bisa nutup modal, bisa bayar karyawan, dan bisa memenuhi permintaan pelanggan. Selama tiga bulan harga ayamnya tinggi," tuturnya.

Dan belakangan, apalagi dengan adanya new normal ini, harga daging ayamnya pun mulai menurun.

Ia pun kembali bisa bernapas lega dan pesanan kembali ramai.

Untuk rasa keripik ayamnya, akan tetap nikmat hingga 2 minggu.

Dan di daerah dingin akan tetap nikmat hingga 2 bulan, apalagi ditimpali dengan tipat santok. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved