Corona di Indonesia
Anji Sempat Sapa Hadi Pranoto Dengan 'Prof' dan 'Dok' Yang Akhirnya Jadi Polemik
Ada beberapa hal yang akhirnya jadi polemik karena konten Youtube tersebut diantaranya dugaan berita bohong seputar Covid-19 hingga latar belakang
TRIBUN-BALI,COM, JAKARTA - Video di Youtube berkonten perbincangan antara musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji Manji dengan Hadi Pranoto terkait obat herbal antibodi yang mampu menyembuhkan Covid-19 dalam
tiga hari berbuntut panjang.
Ada beberapa hal yang akhirnya jadi polemik karena konten Youtube tersebut diantaranya dugaan berita bohong seputar Covid-19 hingga soal latar belakang pendidikkan Hadi Pranoto yang sempat disapa 'Prof' (professor) dan 'Dok' (Dokter).
Keduanya kini dilaporkan ke polisi oleh organisasi Cyber Indonesia.
• Misteri Gelar Profesor Penemu Obat Covid-19 Hadi Pranoto : Anggap Saja Saya Gak Sekolah
Menurut Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, menandai beberapa konten yang terindikasi sebagai berita bohong yang mengarah pada dugaan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1, Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 dan Pasal 28 ayat 1 UU ITE.
Muannas Aladid menilai perlunya proses hukum untuk meluruskan perihal produk herbal yang ditawarkan demi kebaikan masyarakat.
• Namanya Trending Gara-gara Youtube Anji Manji, Siapa Sebenarnya Hadi Pranoto Penemu Obat Covid-19
"Konten ini di medsos memicu dan menimbulkan berbagai polemik, pendapat dari profesor yang dihadirkan dalam konten itu ditentang oleh banyak akademisi, ilmuan, kemudian ikatan dokter, menkes, influencer bahkan masyarakat luas," kata Muannas di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (3/8/2020).
Isi konten yang dipersoalkan adalah pemeriksaan Covid-19 yang serupa dengan rapid test dan swab yang disebut hanya menghabiskan biaya Rp 10 ribu saja.
Hal inilah yang diduga sebagai kebohongan yang diungkap dalam konten tersebut.
"Tentang swab dan rapid test, dikatakan di situ dia punya metode dan uji yang jauh lebih efektif dengan yang dia namakan dengan digital teknologi itu biayanya cukup Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu.Nah ini kan sangat merugikan pihak RS yang mana sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan bahkan jutaan," jelasnya.
"Jangan sampai ini dipercaya sama publik dan publik nanti beranggapan berarti selama ini masyarakat diperas, dibodohi bahwa ada pihak yang kemudian mengambil keuntungan. Nah ini kan berbahaya," sambungnya.
Dalam kasus ini, pihaknya menjerat Anji dan Hadi Pranoto dengan pasal berbeda.
Muannas menyebut Hadi Pranoto dijerat dengan pasal Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sementara, Anji dijerat dengan pasal 28 ayat Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi Teknologi dan Informasi (ITE).
Menurutnya, kepolisian harus meluruskan dan mengusut kasus tersebut.
"Itu yang harus diluruskan oleh pihak kepolisian betul enggak ini penemuan, betul enggak ini kemudian berita bohong. Jangan masyarakat jadi tidak peduli karena melihat konten itu dan beranggapan obatnya sudah ketemu berarti masker tidak perlu digunakan, sosial distancing juga enggak perlu, maka kontraproduktif kan dengan apa yang disampaikan pemerintah," ungkapnya.
Muannas juga menyerahkan sejumlah barang bukti kepada pihak kepolisian.
Dianntaranya bukti percakapan antara Anji dan Hadi Pranoto dalam konten tersebut.
"Kita ada transkip percakapan interview itu sudah kita bawa semua, kemudian ada screenshot, ada 1 Flashdisk yang berisi link URL video itu," ujarnya.
Tak Minta Maaf
Hingga kemarin belum ada tanggapan dari Anji maupun Hadi Pranoto terkait pelaporan itu.
Namun dalam sebuah postingan di akun instagramnya, Anji menolak meminta maaf atas kehebohan yang ia buat.
Mantan kekasih Sheila Marcia ini tak merasa bersalah.
Sebab, ia merasa dirinya sekadar mewawancarai Hadi Pranoto.
Hal tersebut terungkap saat ia mengunggah pernyataan Dr. Tirta yang mengajaknya berdialog dengan para dokter dan Hadi Pranoto.
"Menanggapi isu yang beredar, saya akan berdiskusi dengan pihak-pihak yang ada di postingan @dr.tirta, tanggal 4 nanti," tulis Anji.
Netizen pun langsung membanjiri kolom komentar pada postingan Anji tersebut.
Tak sedikit yang mempertanyakan mengapa Anji tak lagi menyebut gelar profesor kepada Hadi seperti yang pernah ditulis dalam video wawancaranya.
"Kok berubah di postingan sebelumnya, ditulis pakai Prof, yang ini nggak. Gelar seseorang itu harus ditulis lho untuk menghargai achievement akademisnya," tulis akun @hafizhfadhlan.
Anji pun terlihat menjawab komentar ini.
"Gimana sih. Dibilang Prof salah. Tidak ditulis salah. Tunggu sajalah hasil diskusinya apa," jawab Anji.
"@duniamanji Mas nih, mohon maaf, katanya kan profesor, tiba-tiba kenapa enggak pakai profesor lagi, itu maksud kami. Apakah salah penggunaan profesor? Jadi intinya beliau itu profesor atau bukan? Sampai sini ngerti?" timpal netizen lain dalam akun @kutilang_darat.
Anji pun sempat menjawab komentar yang kini sudah dihapusnya itu.
"Saya rasa yang harus minta maaf adalah Pak Hadi Pranoto, jika dia tidak bisa mempertanggungjawabkan kalimatnya. Saya kan juga bertanya di menit 4:39 dan 8:27," kata Anji.(tribun network/igm/bay/dod)
Anji Sapa Prof, Saat Wawancara Soal Obat Covid-19
Dalam video wawancara berdurasi lebih dari 30 menit itu, Anji juga beberapa kali menyapa Hadi Pranoto dengan panggilan "Prof" (profesor) dan "Dok" (dokter).
Video itu sempat diunggah di kanal Youtube milik Anji, namun kemudian dihapus oleh pihak Youtube.
Rupanya hal inilah yang makin menambah kontroversi wawancara tersebut.
Banyak yang meragukan gelar “profesor” dan “dokter” yang dimiliki Hadi itu.
Apalagi setelah dilacak di direktori Google Scholar dan Scopus, tak satupun ditemukan jejak jurnal ilmiah karya Hadi.
Wakil Ketua Umum PB IDI, dr. Slamet Budiarto, juga mengaku telah mengecek nama Hadi dalam daftar database anggota IDI.
Hasilnya, ia tak menemukan nama yang bersangkutan. Karena itu Slamet menuding Hadi telah melakukan kebohongan publik.
Ia lantas meminta pihak kepolisian turun tangan.
"Dicari nggak ada. Penegak hukum harus turun tangan. (Pernyataannya) membahayakan masyarakat,” ujarnya.
Terkait hal itu, Hadi menanggapinya dengan santai. Kepada Tribunnews.com, ia mengaku dirinya memang bukan dokter. Sehingga jika namanya dicari di database IDI, memang tidak akan ditemukan.
"Untuk masalah IDI saya memang bukan dokter. Di databasenya IDI pasti tidak ada. Karena saya bukan dokter, tidak ada keterikatan saya dengan IDI. Saya adalah tim riset yang melakukan penelitian untuk emergency kemanusiaan COVID-19 ini,” kata Hadi, Senin (3/8/2020).
Adapun mengenai gelar profesornya yang yang juga diragukan dan banyak dipertanyakan oleh masyarakat dan ilmuwan, Hadi menegaskan dia tidak pernah melabeli dirinya sebagai seorang profesor.
Ia mengatakan, dirinya hanya seorang tim riset yang meneliti obat herbal antibodi.
"Sampai saat ini saya belum mendeklarasikan saya siapa dan dari mana. Tapi saya di sini mendeklarasikan tim riset penanganan untuk emergency kemanusiaan COVID-19," kata Hadi.
Saat ditanya mengenai riwayat pendidikannya, Hadi tidak mau menjelaskannya karena takut menimbulkan polemik.
”Saya tidak mau bicara biografi karena akan menjadi polemik lagi. Jadi saya tekankan dengan hasil penelitian saja,” ucap Hadi melalui sambungan telepon.
Ketimbang membahas gelar profesornya itu, Hadi justru mengkritisi para ilmuwan lain di Indonesia yang memiliki gelar profesor yang menurutnya tidak berkontribusi terhadap negara.
"Kita konsen kepada emergency kemanusiaan. Kalau kita melihat background seseorang berapa banyak profesor yang ada di Indonesia? Tapi mana jurnal ilmiah mereka? Mana hasil karya mereka yang untuk kepentingan bangsa dan negara? Itu yang harus teman-teman tanyakan kepada mereka," tegas Hadi.
Komunitas Meneliti Ramuan Herbal Sejak Tahun 2000
Kembali ke ramuan herbal temuannya, Hadi mengatakan ramuan itu sudah ditelitinya sejak tahun 2000.
Adapun yang meneliti adalah sekelompok komunitas kecil yang dia masih merahasiakan siapa saja tim risetnya.
Hadi juga mengatakan dirinya sudah komunikasi dengan IDI soal ramuan herbalnya itu.
Namun, dengan alasan birokrasi, obrolan lebih lanjut dengan IDI tak terlaksana.
"Kalau masalah lisensi dari IDI kita sebenarnya sudah komunikasi berusaha menyampaikan kepada lembaga terkait. Tetapi teman-teman bisa merasakan, setiap masyarakat yang datang ke lembaga tinggi itu kan selalu ditanya ‘bapak sudah ada janji atau belum’," ujar dia.
"Kalau belum akan dikasih waktu nanti dihubungi. Baik kita menunggu seharusnya ini dengan adanya temuan masyarakat seperti ini yang peduli dengan nyawa saudara-saudara kita, mereka yang sudah diberikan fasilitas oleh negara, mereka jemput bola, Jangan mereka menunggu bola. Mereka seperti raja menunggu rakyatnya melapor," lanjut Hadi.
Ketika disinggung siapa saja tim riset yang terlibat dalam pembuatan obat herbal Covid-19 temuannya itu, Hadi enggan menjawabnya.
Hadi Pranoto menilai hal itu sudah masuk dalam ranah privasi.
"Saya mewakili keseluruhan, saya tidak bisa buka semuanya karena ini adalah privasi riset kita. Ini adalah hasil riset kita. Kita cuma meminta kepada semua lembaga kalau memang mengadakan uji klinis kita sangat berterima kasih sekali supaya juga hasil karya bangsa ini dihargai diberikan tempat oleh negara kita sendiri," tutur dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Anji: yang Harus Minta Maaf Pak Hadi dan Anji Sapa Prof, Saat Wawancara Soal Obat Covid-19, Hadi Pranoto Akui Bukan Dokter dan Profesor