Corona di Bali
Pasien Dipulangkan Paksa Usai Rapid Test Reaktif, Ketua DPRD Buleleng Minta Pemkab Evaluasi Izin RS
Supriatna pun lantas mendesak Pemkab Buleleng untuk segera memberikan sanksi terhadap rumah sakit tersebut.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna dibuat geram oleh salah satu rumah sakit swasta di Buleleng.
Pasalnya rumah sakit tersebut telah memulangkan salah satu pasiennya secara paksa, karena hasil rapid testnya reaktif.
Supriatna pun lantas mendesak Pemkab Buleleng untuk segera memberikan sanksi terhadap rumah sakit tersebut.
Dikonfirmasi Rabu (5/8/2020), Supriatna mengaku informasi tersebut ia terima dari salah satu keluarga pasien.
• Golkar Bali Kirim Surat ke DPP Minta Rekomendasi Bagi Diatmika-Muntra di Pilkada Badung
• Akibat Kekurangan Guru dan Peserta Didik Minim Dalam Satu Sekolah, 12 SD di Tabanan Digabungkan
• Denfest Tahun 2020 Akan Digelar Melalui Virtual, Dilaksanakan Selama 3 Bulan
Kata dia, pasien mulanya menjalani rawat inap di rumah sakit swasta tersebut.
Selang beberapa hari dirawat, dilakukan tindakan rapid test terhadap pasien tersebut, hingga hasilnya dinyatakan reaktif.
"Karena hasil rapid testnya reaktif, pihak rumah sakit justru memulangkan secara paksa pasien tersebut. Kejadian Selasa (4/8) kemarin. Hal seperti ini sangat menyedihkan, dan tidak manusiawi, karena informasi seperti ini sudah berulang-ulang kali kami terima. Pasien masih sakit, butuh perawatan, justru dipulangkan paksa, dengan alasan pihak rumah sakit belum bisa menangani kasus covid-19," bebernya.
Supriatna pun mengaku telah menyampaikan hal tersebut kepada Pemkab Buleleng, bahkan ia juga meminta kepada Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana untuk memberikan sanksi tegas terhadap rumah sakit tersebut.
"Pemkab katanya akan memanggil manajemen rumah sakit itu, jadi saya menunggu hasilnya dulu seperti apa. Bupati harus mengevaluasi izin rumah sakit itu, supaya izinya dicabut saja. Sebagai lembaga kesehatan, mestinya rumah sakit siap melayani pasien jenis apa saja, atau kalau tidak bisa ditangani dirujuk saja ke RSUD. Ini malah dipulangkan paksa, karena hasil rapid testnya reaktif," ucapnya.
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr. I Gusti Nyoman Mahapramana mengaku belum menerima laporan terkait pemulangan paksa terhadap salah satu pasien yang hasil rapid testnya reaktif.
Ia pun menegaskan, berdasarkan revisi ke lima peraturan Menteri Kesehatan, rapid test tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis pasien.
"Sekarang untuk mendiagnosis pasien harus pakai swab, dan itu pun hanya bisa dilakukan oleh RSUP Sanglah, dan RS Unud. Tidak mungkin ada rumah sakit yang menolak. Semua wajib merawat pasien covid-19. Kalau pun ada, sanksi yang diberikan pasti diperingati dulu, kemudian dilakukan pemeriksaan oleh Dinkes Provinsi. Saat rapat semua rumah sakit swasta juga mengaku saat ini siap melayani pasien covid, namun terbatas," pungkasnya.
Disisi lain, Sekda Buleleng Gede Suyasa pada Rabu (5/8) menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah rumah sakit swasta yang ada di Buleleng.
Rapat tersebut membahas terkait Surat Edaran (SE) Kemenkes Nomor HK.02.02/lll/2020 tentang pelayanan pasien covid-19.
• Penutupan Apel Dansat Kodam IX/Udayana Hadirkan Motivator Aqua Dwipayana Hingga Ajik Krisna
• Bappenas Minta Pembangunan Dermaga Tanah Ampo di Karangasem Ditunda, Ini Alasannya
• Persentase Kesembuhan Pasien Covid-19 di Denpasar Sudah Mencapai 90 Persen
Dimana, dalam SE menyebutkan, RS Swasta wajib menyediakan ruang isolasi dan berperan dalam penanganan pasien covid-19.
Serta melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai standar. Sehingga tidak selalu merujuk pasien covid ke rumah sakit lain, kecuali indikasi rujukan.
Dalam rapat tersebut, Direktur RS Bali Med Buleleng, Putu Ieke Kurniasari mengaku sudah menyiapkan dua ruang isolasi, dan rencananya pihaknya akan melakukan penambahan tempat tidur sebanyak empat unit.
Hanya saja, Ieke meminta kepada pemerintah untuk membantu pihaknya dalam menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis.
"Kalau semuanya full kami yang siapkan, cukup berat bagi kami," ucapnya.
Sementara Direktur RS Kertha Usada, I Wayan Parna mengatakan, saat ini pihaknya sudah memiliki ruang isolasi, dan mulai merawat dua orang pasien covid-19 bergejala sedang.
Namun, Parna mengaku saat ini ada beberapa kendala yang dialami, apabila nantinya harus melayani pasien dengan gejala berat. Mengingat rumah sakit tersebut belum memiliki ventilator.
Selain itu, Parna juga mengaku pihaknya saat ini tidak bisa melakukan tindakan operasi terhadap pasien yang hasil rapid testnya reaktif, untuk itu ia meminta bantuan kepada Dinas Kesehatan untuk mencarikan jalan keluarnya.
"Kami khawatir saat pasien harus mendapatkan tindakan operasi, di rumah sakit rujukan (RSUD) juga penuh. Sementara di kami juga tidak bisa ditangani. Jadi mohon ini dicarikan jalan keluarnya," ujarnya.
Sementara Sekda Buleleng, Gede Suyasa mengatakan, semua rumah sakit yang ada di daerah harus bersedia menangani pasien covid-19 dengan gejala ringan, asimtomatik, serta suspect. Serta rumah sakit juga menyiapkan ruang isolasi.
Sementara terkait usulan dan kendala yang disampaikan oleh masing-masing direktur rumah sakit swasta, akan dilaporkan ke Pemprov Bali.
Suyasa pun menyebut, tidak ada ketentuan minimal jumlah ruang isolasi yang harus disediakan oleh RS Swasta.
Seluruhnya dikembalikan kepada kemampuan managemen masing-masing RS Swasta.
"Dengan adanya ketentuan dalam SE Kemenkes ini, harapannya tidak ada lagi rumah sakit rujukan milik pemerintah yang mengalami over kapasitas. Terkait biaya perawatan, rumah sakit bisa mengajukan klaim ke pusat," tutupnya. (*)