Cerita Eks Kapten Kapal Rhosus yang Meledak di Beirut Lebanon Tentang Majikan Rakus
Kapal MV Rhosus diperintahkan memutar ke Beirut karena persoalan finansial, dan diminta mengangkut kargo tambahan
TRIBUN-BALI.COM, MOKSWA - Boris Prokoshev, eks Kapten kapal MV Rhosus menceritakan bagaimana awal kapal bermuatan 2.750 ton amonium nitrat tersebut ada di pelabuhan Lebanon selama bertahun-tahun.
Kapal tersebut disita oleh otoritas pelabuhan.
Ia pun berkata soal majikan kapal yang rakus hingga akhirnya kapal berhenti di Lebanon.
Kapal MV Rhosus diperintahkan memutar ke Beirut karena persoalan finansial, dan diminta mengangkut kargo tambahan demi menambal kekurangan dana.
"Mereka (majikan) rakus," kata Boris Prokoshev kapten kapal MV Rhosus pada 2013, dikutip dari Reuters Jumat
Kesalahan Pemerintah Lebanon
Prokoshev berkata, kapal itu membawa 2.750 ton bahan kimia dari Georgia ke Mozambik, yang sangat mudah terbakar.
Kapal kemudian diperintahkan memutar ke Beirut untuk memuat beberapa alat berat, guna diantar ke Pelabuhan Aqaba di Yordania.
Rencananya setelah berlabuh di Yordania, kapal Rhosus baru bisa berangkat lagi ke tujuan semula di Afrika, di mana amonium nitrat itu akan dikirim ke pabrik bahan peledak.
Namun pada akhirnya kapal itu tak pernah meninggalkan Beirut.
Mereka gagal memuat kargo tambahan setelah berulang kali mencoba.
Situasi diperparah dengan perselisihan panjang mengenai biaya pelabuhan. "Itu tidak mungkin (dilakukan)," kata Prokoshev (70) tentang muatan kargo ekstra tersebut.
"Itu bisa menghancurkan seisi kapal dan saya berkata tidak," katanya kepada Reuters melalui telepon rumahnya di Sochi, Rusia.
Kapten dan pengacara untuk beberapa kreditur menuduh majikan sengaja meninggalkan kapal dan membiarkannya ditahan.
Beberapa bulan kemudian karena alasan keamanan, muatan amonium nitrat diturunkan dan disimpan di gudang dermaga.
Pada Selasa (4/8/2020) waktu setempat, timbunan itu terbakar dan meledak tidak jauh dari area permukiman kota.
Ledakan dahsyat itu menewaskan sedkitnya 145 korban jiwa dan melukai 5.000 orang.
Lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal, karena bangunan-bangunan kini rata dengan tanah.
Seandainya tidak mengambil kargo tembahan, kapal itu mungkin bisa beranjak dari Beirut.
Mandor kapal asal Ukraina, Boris Musinchak menceritakan, para anak buah kapal (ABK) sudah menaruh muatan alat-alat berat termasuk ekskavator dan penggiling jalan, di atas pintu ke palka kargo yang menyimpan amonium nitrat di bawahnya.
Tapi saat alat-alat berat itu dimuat, pintu penahannya rusak.
"Kapal itu tua dan pintu penutupnya bengkok," ucap Musinchak melalui telepon. "Kami memutuskan untuk tidak mengambil risiko."
Kapten dan tiga awak kapal menghabiskan waktu 11 bulan di dalam kapal, saat sengketa hukum berlangsung berlarut-larut.
Mereka tidak dibayar dan persediaan makanannya menipis.
Begitu mereka bisa pulang, muatan amonium nitrat diturunkan.
"Muatan itu sangat eksplosif. Itulah kenapa disimpan di kapal saat kami di sana... Amonium nitrat itu memiliki konsentrasi yang sangat tinggi," ujar Prokoshev.
Kapal MV Rhosus kabarnya tenggelam di tempatnya ditambatkan di pelabuhan Beirut.
Dalam surel yang dikirim seorang pengacara ke Prokoshev pada 2018, kapal itu dikatakan tenggelam "baru-baru ini".
11 Bulan Hidup di Dalam Kapal Rhosus
Boris Prokoshev,kini tengah menghabiskan masa-masa pensiunnya di sebuah desa di Rusia kaget ketika menerima surel pada suatu pagi.
Boris bangun dan mendapati sebuah surel yang mengatakan bahwa kapal yang dulunya dia bawa ke Beirut berisi amonium nitrat meledak dahsyat di ibu kota itu.
Boris mengaku heran dan terkejut.
"Saya tak tahu apa-apa," ujarnya dikutip The Associated Press pada Kamis (6/8/2020) dari Verkhnee Buu, 1.300 kilometer dari Moskwa Utara.
Surel itu datang dari seorang jurnalis, ujarnya, dengan subyek surat 'MV Rhosus' di mana itu merupakan nama kapal yang dia bawa dan dia tidak mendapatkan bayaran selama membawa kapal tersebut.
"Saya buka kotak surel saya dan melihat surat tentang Rhosus, saya pikir mereka mungkin mengirimkan upah untuk saya," ujarnya.
Sebanyak 2.750 ton amonium nitrat meledak di Pelabuhan Beirut pada Selasa lalu (4/8/2020) dan menewaskan sedikitnya 135 orang dan melukai lebih dari 5.000 orang lainnya.
Ledakan itu membawa kehancuran bagi negara yang tengah terpuruk itu.
Cerita eks kapten kapal Rhosus Muatan bahan kimia berbahaya itu diketahui dibawa oleh Kapal Rhosus 6 tahun yang lalu yang berangkat dari Pelabuhan Batumi di Laut Hitam Georgia menuju Pelabuhan Beira, Mozambik.
Tapi kapal itu malah membuat jalan memutar yang tidak terjadwal ke Beirut karena pemilik kapal Rusia itu bergelut dengan utang dan berharap mendapatkan uang tambahan di Lebanon.
Igor Grechushkin, seorang pengusaha Rusia yang tinggal di Siprus, membeli kapal kargo itu pada 2012 dari pengusaha Siprus, Charalambos Manoli.
Grechushkin telah diinterogasi oleh polisi atas permintaan kantor Interpol Lebanon, kata juru bicara kepolisian Siprus Christos Andreou, tetapi dia belum ditahan.
Boris Prokoshev, yang sekarang berusia 70 tahun, mengatakan dia bergabung dengan kapal di Turki pada 2013, setelah awak sebelumnya berhenti karena gaji yang belum dibayar.
Grechushkin, yang tinggal di Siprus, dibayar 1 juta dollar AS (14,6 miliar Rupiah) untuk mengangkut 'kargo berbahaya' dari Georgia ke Mozambik, kata mantan kapten itu.
Baca juga: Deretan Ledakan akibat Amonium Nitrat dalam Catatan Sejarah Kargo itu akan dikirim ke Fabrica de Explosivos de Mocambique, sebuah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh perusahaan bahan peledak Portugis Moura Silva e Filhos.
Mengimpor amonium nitrat adalah hal biasa di Mozambik, baik untuk membuat pupuk atau untuk digunakan sebagai bahan peledak di tambang dan lubang batu bara.
Kapal itu berhenti di Beirut dengan harapan bisa mendapatkan uang tambahan dengan mengambil beberapa alat berat. Tetapi muatan tambahan itu terbukti terlalu berat untuk Rhosus dan para kru menolak untuk menerimanya.
Rhosus segera disita oleh otoritas Lebanon karena gagal membayar biaya pelabuhan, dan tidak pernah meninggalkan pelabuhan lagi.
Prokoshev dan tiga awak lainnya terpaksa tetap berada di kapal karena larangan imigrasi.
Mantan kapten itu mengatakan mereka terjebak di kapal selama 11 bulan, dengan makanan dan persediaan lainnya yang menipis.
Dia mengatakan bahwa Grechushkin meninggalkan mereka tanpa membayar gaji atau pun utangnya ke pelabuhan.
Dia juga mengatakan bahwa pelabuhan Beirut memberi mereka makanan karena kasihan.
Sampai suatu hari dia menjual sebagian bahan bakar kapal dan menggunakan uangnya untuk menyewa pengacara yang membuat kru dibebaskan dengan alasan belas kasih pada 2014 silam.
Kargo dipindahkan ke gudang pelabuhan setelah kru turun dan kembali ke Ukraina pada 2014, kata Prokoshev.
Kargo itu tetap di sana sampai meledak pada Selasa kemarin (4/8/2020).
Adapun terkait kapal setelah kargo diturunkan, kapal itu tenggelam beberapa tahun pasca kepergian para kru.
Kapal Rhosus memiliki lubang di bagian lambung kapal dan para kru ketika berada di atasnya harus memompa air secara teratur agar kapal tetap mengapung.
Tapi Charalambos Manoli, pengusaha Siprus yang memiliki kapal sebelum Grechushkin membelinya, mengklaim kapal itu tetap berlabuh di Beirut dan hancur dalam ledakan pada Selasa, dia bilang dia melihat reruntuhan kapal di foto pelabuhan yang hancur.
Ledakan itu menimbulkan kemarahan di Lebanon terhadap pihak berwenang yang membiarkan zat berbahaya itu disimpan selama bertahun-tahun.
Prokoshev pun berempati terhadap korban ledakan.
“Sangat buruk (mengetahui) banyak orang meninggal, mereka tidak ada hubungannya dengan itu. Dan saya menyadari bahwa pemerintah Lebanon yang menyebabkan situasi ini," katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapten Kapal Rhosus: Majikan Rakus Paksa Ambil Kargo Tambahan di Beirut"