Citra Satelit Tunjukkan Keadaan Beirut Lebanon Terkini, Kawah 152 Meter, Kehancuran Dimana-mana
Citra satelit menunjukkan ledakan meninggalkan kawah sebesar 500 kaki atau 152,4 meter di dermaga, di mana gudang pernah berdiri.
TRIBUN-BALI.COM, BEIRUT - Ledakan dahsyat di Beirut Lebanon meninggalkan kerusakan di seluruh kota dan kawah besar di pelabuhan negeri Alibaba tersebut.
Hampir seluruh gudang dan bangunan di pelabuhan luluh lantak, rata dengan tanah.
Gambaran tersebut dapat terlihat dari citra satelit dan rekaman udara lainnya dari pelabuhan Beirut, serta daerah lain dari ibukota Lebanon.
Citra satelit ini menunjukkan ledakan telah meninggalkan kawah sebesar 500 kaki atau 152,4 meter di dermaga, di mana gudang pernah berdiri.
• 2.750 Ton Amonium Nitrat yang Diduga Jadi Sumber Ledakan di Beirut Lebanon Berasal dari Kapal Rusia
Kawah itu sekarang dipenuhi air.

Ledakan di ibu kota Lebanon itu menabur kehancuran di seluruh kota, menewaskan 135 orang, melukai lima ribuan dan puluhan orang masih hilang.
Tak hanya itu, ledakan yang terjadi Selasa (4/8/2020) itu juga membuat Lebanon dalam situasi krisis.
• Israa Seblani, Pengantin yang Videonya Viral Saat Ledakan Lebanon Merasa Dirinya Hampir Mati
Mengingat ledakan juga terjadi tepat di samping Silo, gudang cadangan gandum yang menyimpan sekitar 85 persen dari stok gandum Lebanon.
Pihak berwenang mengatakan ledakan kedua secara signifikan lebih besar dari 2.700 ton amonium nitrat.
Penyebab utama masih dalam penyelidikan.
Sejumlah Pejabat Berstatus Tahanan Rumah
Sejauh ini, sudah ada sejumlah pejabat pelabuhan di Beirut yang ditetapkan sebagai tahanan rumah.
Status darurat selama dua pekan ditetapkan, dengan 2.750 ton Amonium Nitrat yang disimpan di gudang menjadi penyebab insiden.
Presiden Michel Aoun menyatakan, amonium nitrat itu disimpan secara tidak aman di dalam gudang, sehingga meledak dan memberikan kerusakan sangat besar.
Kepala bea cukai Badri Daher mengklaim, jajarannya sudah meminta kepada otoritas agar bahan kimia itu bisa dipindahkan.
Namun permintaan tersebut tak direspons.
"Kami menyerahkannya kepada pakar untuk mencari tahu penyebabnya," ulas Daher mengenai bahan kimia yang biasa digunakan untuk pupuk dan peledak.
Dalam pertemuan darurat, Aoun menuturkan tak ada yang bisa mendeskripsikan horor yang menghantam Beirut pada Selasa waktu setempat (5/8/2020).
Pakar di Universitas Sheffield, Inggris, menjelaskan ledakan itu mempunyai sepersepuluh kekuatan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima saat Perang Dunia II.
Meski begitu, ahli bersepakat bahwa ledakan yang juga melukai 5.000 orang itu merupakan "salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah".
Apa yang Memicu Insiden?
Dilaporkan BBC Rabu (6/8/2020), amonium nitrat awalnya disimpan di gudang pelabuhan Beirut selama enam tahun setelah disita dari sebuah kapal pada 2013.
Baik kepala pelabuhan maupun bos bea cukai mengungkapkan, mereka sebenarnya sudah menulis surat kepada pengadilan beberapa kali.
Inti dari surat tersebut adalah mereka ingin bahan kimia itu dipindahkan maupun dijual kepada pihak tertentu untuk memastikan keselamatannya.
General Manager Pelabuhan Hassan Koraytem kepada OTV mengatakan, mereka sebenarnya sudah tahu material tersebut berbahaya ketika pengadilan memerintahkan agar benda itu dusimpan di gudang.
Namun, Koraytem mengaku dia tidak menyangka jika upayanya membersihkan amonium nitrat bakal berlarut-larut, dan menuai respons Menteri Ekonomi Raoul Nehme.
Dia mengatakan insiden menunjukkan betapa inkompeten dan buruknya manajemen yang dilakukan dalam pengurusan bahan kimia berdaya ledak tinggi itu.
Nehme berujar pemerintah sebelumnya maupun manajemen dari pelabuhan jelas bertanggung jawab atas ledakan yang meratakan sebagian besar kota itu.
"Kami jelas tidak berniat untuk duduk diam setelah insiden ini. Kami akan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab," tegasnya.
Dewan Keamanan Tertinggi Lebanon menyatakan, mereka berjanji akan memberi "hukuman tertinggi" kepada siapa pun yang terbukti bersalah.
Menteri Informasi Manal Abdel Samad menerangkan, status tahanan rumah bakal diberlakukan kepada pejabat yang menangani amonium nitrat, menjaga, dan mengurus dokumennya sejak Juni 2014.
Bahan kimia tersebut dilaporkan datang dari kapal berbendera Moldova, Rhosus, yang memasuki pelabuhan Beirut karena mengalami masalah teknis.
Berdasarkan situs Shiparrested.com, yang menangani kasus hukuman terkait pengapalan, kapal itu rusak saat berlayar dari Georgia ke Mozambik.
Rhosus kemudian diinspeksi, sebelum dilarang untuk meninggalkan pelabuhan hingga berujung kepada si pemilik yang memutuskan meninggalkannya.
Kargonya kemudian disimpan di gudang tepi laut sebagai langkah pengamanan sejak saat itu, dan berujung kepada sejumlah kasus klaim. (*)