Dipercaya sebagai Titisan Siluman, Buaya Raksasa Ini Dipotong Kepalanya & Dikubur via Ritual Khusus
Kendati sudah mati, warga setempat meyakini jika buaya raksasa tersebut harus dikuburkan dengan ritual khusus.
TRIBUN-BALI.COM, BANGKA - Setelah berhasil ditangkap warga Desa Kayu Besi, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, buaya berukuran raksasa 4,5 meter akhirnya mati.
Kendati sudah mati, warga setempat meyakini jika buaya raksasa tersebut harus dikuburkan dengan ritual khusus.
Bahkan kepala dan bagian badannya dipotong. Lalu kemudian bagian tubuh buaya raksasa tersebut dikubur terpisah.
Pasalnya warga sekitar meyakini dan memiliki sebuah kepercayaan bahwa buaya penguasa sungai Kayubesi tersebut adalah titisan siluman, sehingga tidak bisa dikuburkan di satu lokasi.
Sekretaris Desa Kayu Besi Junaidi mengatakan, buaya tersebut dipotong, kemudian dibungkus kain kafan dan dikubur di lokasi terpisah.
Cara demikian dilakukan karena masyarakat khawatir buaya yang dipercayai sebagai siluman itu bisa hidup lagi.
"Ada pawang yang mengiringi penguburan dengan ritual, karena buaya itu telah mengganggu manusia. Jadi dianggap sudah menyalahi kodratnya," kata Junaidi saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).
Adapun buaya tersebut diduga mati karena faktor kelelahan setelah ditangkap warga menggunakan umpan monyet pada Senin lalu.
Seorang warga bernama Tarmizi membenarkan adanya ritual penguburan buaya di kalangan masyarakat pedesaan.
"Masyarakat meyakini ada kerajaan buaya. Dengan manusia ada perjanjian tidak boleh saling mengganggu," ujar Tarmizi.
Ritual penguburan buaya yang diperkirakan telah berumur 50 tahun itu menarik perhatian warga.
Sebelumnya, informasi mengenai keberadaan buaya raksasa itu menjadi viral di media sosial.
Sebuah video yang beredar memperlihatkan saat bangkai buaya tersebut dibawa menggunakan buldoser melewati jalan raya.
Kepercayaan masyarakat setempat
Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang Akhmad Elvian mengatakan, berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, gangguan yang terjadi atas kemunculan buaya biasanya disebabkan karena ada kesalahan atau ulah manusia.
Mantan Kepala Dinas Pariwisata ini menuturkan, apabila gangguan sudah menyangkut kepentingan seluruh warga kampung yang memanfaatkan sungai, maka perlu diadakan upacara taber sungai.
Selain itu, ada kepercayaan bahwa pada tiap-tiap lubuk atau bagian sungai yang lebar dan dalam biasanya dihuni oleh seekor buaya besar yang disebut puaka.
Apabila buaya-buaya puaka berpindah ke salah satu lubuk, maka buaya itu harus bertarung melawan puaka lubuk tersebut.
Menurut Elvian, apabila menang, buaya tersebut menelan satu butir batu sungai.
Kemudian, apabila menang dalam bertarung pada tujuh lubuk, maka dalam perutnya akan ditemukan tujuh butir batu sungai.
"Buaya-buaya yang kalah bertarung inilah yang biasanya membuat onar terhadap manusia yang kehalen (berbuat kesalahan dengan melanggar pantang larang)," kata dia.
Menurut Elvian, untuk menangkal gangguan buaya, perlu dilakukan ritual atau upacara yang dilakukan masyarakat setempat.

Buaya Monster Setengah Ton Ditangkap Warga
Seekor buaya monster seberat setengah ton atau 500 kilogram berhasil ditangkap warga di Sungai Kayubesi Kecamatan Puding Besar, Bangka.
Proses penangkapan buaya monster tersebut dipimpin oleh seorang pawang buaya bernama Mang Ademi (62).
Uniknya, buaya monster seberat setengah ton tersebut ternyata tidak bergigi alias ompong.
Namun jangan salah, kendati buaya ompong dilaporkan sudah banyak korban yang tewas dimangsanya.
Banyak larangan yang harus diindahkan saat berada di aliran sungai ini.
Jika melanggar, maka buaya sungai itu akan mengamuk, memangsa siapa saja yang ditemuinya.
Demikian disampaikan Mang Ademi (62), pawang buaya Desa Kayubesi ketika ditemui Bangka Pos, Selasa (4/8/2020) di desa setempat pasca penangkapan buaya ompong nan ganas seberat setengah ton berusia 112 tahun, pemangsa manusia.
"Pantangannya kalau mandi di sungai dak boleh mandi (hanya) pakai sempak (celana dalam), tapi harus pakai celana (celana pendek)," kata Mang Ademi menyebut pantangan pertama agar terhindar pada terkaman buaya.
Pantangan kedua, siapa saja yang berada di aliran Sungai Kayubesi, tidak boleh sesumbar atau sombong seolah paling hebat.
Sebab kesombongan akan membuat penghuni sungai marah.
"Dak boleh berlagak jadi dukun, tidak boleh sombong takabur (di sungai), itu pantangan," katanya.
Pantangan ketiga, siapapun tidak boleh menebar pancing (rawai atau tajur) yang dibiarkan berlama-lama di tepi sungai.
Sebab mata pancing yang tajam menjadi ancaman bagi buaya.
"Rawai atau pancing tidak boleh ditinggal di pinggir sungai. Boleh mancing tapi jangan pasang pancing (tajur) dibiarkan di pinggir sungai.
Masalahnya jorang (buaya) takut matanya kena mata pancing. Sehingga buaya mengganggu, itu menurut kepercayaan," imbaunya.
Pantang keempat, para pemancing ikan atau udang, sebaiknya tidak menggunakan umpan yang aneh-aneh.
Sebab keberadaan umpan pancing yang tidak lazim, membuat buaya mengeluarkan energi negatif.
"Tidak boleh mancing pakai umpan ikan air laut," katanya.
Pantangan yang kelima, jangan pernah mempermainkan buaya agar predator buas ini tak menyimpan rasa dendam.
"Karena tempohari ada oknum aparat saya lihat mancing (buaya) main-main pakai umpan bebek. Begitu saya datangi dia (oknum) lari, itu tidak boleh karena bikin buaya kesal," kata Ademi seraya menyebut pantangan ke enam agar masyarakat tidak membuang bangkai ayam atau usus ke aliran sungai agar tak memancing kemunculan buaya.
Sementara itu saat ditanya apakah ada gangguan gaib ketika Mang Ademi akan turun memancing buaya pemangsa manusia di sungai ini?
Ayah delapan anak, empat cucu yang "ditokohkan" warga itu mengakuinya.
Dalam dunia kasat mata di luar akal sehat, Mang Ademi mengaku sempat mendapat semacam serangan atau gangguan gaib, serta petunjuk.
Maklum buaya ompong berusia 112 tahun yang bakal ia taklukkan menurut kaca mata batinnya, merupakan sosok "buaya peliharaan" seorang dukun di daerah lain.
Namun apapun yang terjadi, Mang Ademi tak berubah pikiran, tetap melanjutkan perburuan buaya karena telah mengganggu penduduk setempat.
"Ya...ada gangguan, ada petunjuk dalam mimpi," katanya tanpa memperjelas bentuk gangguan dalam mimpi yang ia maksud.
Buaya Ompong Pernah Sambar Kaki Dullah
Nasib Abdullah alias Dullah (30), warga Desa Kayubesi Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka masih beruntung.
Ia selamat walau buaya ganas seberat setengah ton menerkam kaki dan bagian pahanya saat berada di sungai desa setempat.
Diduga Dullah masih terselamatkan tanpa luka diduga karena buaya pemangsa ini tak lagi memiliki gigi alias ompong.
"Korban bernama Abdullah alias Dullah (30) disambar buaya beberapa waktu lalu di dekat kebun sawit Pak Yusroni tepi Sungai Kayubesi.
Korban selamat dan tak mengalami luka, mungkin karena buaya yang menerkam kakinya itu adalah buaya ompong seberat setengah ton yang baru ditangkap kemarin," kata Kepala Desa (Kades) Kayubesi Rasyidi alias Rosidi (50) ditemui Bangka Pos di desanya, Selasa (4/8/2020).
Diakui Kades, selama dalam kurun waktu 14 tahun terakhir, buaya di sungai ini sempat beberapa kali menyerang manusia.
"Padahal sebelumnya buaya di sini tidak pernah mengganggu manusia. Mulai Tahun 2006 buaya di sungai ini mulai menyerang manusia. Waktu itu sempat mengganggu Pak Haji," kata Kades menyebut beberapa rangkaian kejadian menimpa para korban serangan buaya di sungai desa ini. (bangkapos.com / Kompas.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diyakini dari Kerajaan Siluman, Kepala Buaya Raksasa Dipotong",