Serba serbi
Tumpek Uduh, Mengasihi Tumbuh-tumbuhan, Memuja Sang Hyang Sangkara
Tumpek Uduh atau dikenal dengan nama Tumpek Bubuh atau Tumpek Wariga, jatuh setiap 210 hari sekali, bertepatan dengan Sabtu Keliwon Wuku Wariga.
Penulis: Ida A M Sadnyari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM - Tumpek Uduh atau dikenal dengan nama Tumpek Bubuh atau Tumpek Wariga, jatuh setiap 210 hari sekali, bertepatan dengan Sabtu Keliwon Wuku Wariga.
Masyarakat Hindu memberikan prakerti atau suguhan kepada Sang Hyang Sangkara yang merupakan penguasa tumbuh-tumbuhan.
Sarananya berupa peras tulung sesayut, tumpeng bubuh dan tumpeng agung, disertai babi guling atau itik guling, berisi raka-raka dan panyeneng serta tatebus.
Dalam pelaksanaannya, tetua zaman dahulu saat mempersembahkan sesajen tersebut sambil mengucapkan:
“Kaki kaki dadong dije
Dadaong jumah gelem kebus dingin ngegedan
Nged-nged-nged
Nged kaja, nged kangin, nged kelod-nged kauh
Ingetan, Galungan biin selae lemeng, ngedan mebuah
Nged nged nged ”
• Lovren Senjaga Sikut Sergio Ramos karena Mencederai Mohamed Salah
• Komisi Etik FIFA Sudah Hentikan Penyelidikan Terhadap Gianni Infantino
• BREAKING NEWS - Dua Orang Tewas dalam Kecelakaan Tunggal di Singapadu Tengah Gianyar
Kemudian tanaman diketok tiga kali dan diberikan bubur.
Dengan demikian, diharapkan semua tanaman yang berdaun, berbuah, berbunga agar tumbuh subur dan bisa memberikan manfaat, tidak menjadi racun.
Apa yang dipetik agar memberikan amertha serta berkah kesehatan.
“Setiap tumbuh-tumbuhan, baik yang berdaun, berbunga maupun berbuah disuguhkan banten tersebut, yang berupa sesayut candra gni, inilah di hari ini disebut sebagai oton tumbuh-tumbuhan,” ungkap Ida Pedanda Gede Anggustha Lor Magelung dari Griya Anyar, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung, Bali.
Apa yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan, tidak merupakan suatu wisya (penyakit), tetapi merupakan amertha yang bisa menghidupkan, menyehatkan dan menyegarkan masyarakat.