Corona di Bali
Hasil Pengamatan Guru Besar FTP Unud, Perilaku Konsumen Berubah Akibat Pandemi Covid-19
Dari hasil pengamatan itu, Prof. Supartha menemukan bahwa perilaku konsumen turut ikut berubah akibat adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-1
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Prof. I Made Supartha Utama melakukan pengamatan terhadap perilaku konsumen sebelum, selama pandemi dan di era new normal.
Dari hasil pengamatan itu, Prof. Supartha menemukan bahwa perilaku konsumen turut ikut berubah akibat adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Menurutnya sebelum pandemi, konsumen lebih fleksibel berbelanja karena didukung oleh regular incomes.
"Gaji mereka (atau) salary, mereka dapatkan secara regular," kata Prof Supartha Utama dalam Seminar Virtual "Inovasi Berbasis Teknologi Pertanian pada Pengembangan UMKM di Era New Normal" yang digelar oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana (FTP Unud), Jum'at (28/8/2020).
Sebelum pandemi Covid-19 kelas ekonomi masyarakat dapat menentukan keputusan untuk berbelanja dan pemenuhan gaya hidup.
• Termasuk 6 Pasangan dari Bali, Ini 58 Calon Kepala Daerah Rekomendasi PDIP Untuk Pilkada 2020
• Satu Pasien Covid-19 di Jembrana Meninggal Dunia
• BREAKING NEWS - Megawati Resmi Umumkan Rekomendasi Pilkada Se-Bali, Ini Nama-namanya
Keputusan berbelanja bagi konsumen modern dominan ditentukan oleh mutu dan layanan yang disediakan.
Selain itu, berbelanja sebelum pandemi Covid-19 juga lebih banyak dilakukan secara langsung atau tatap muka (face to face).
Berbeda dengan saat pandemi Covid-19 dan era new normal, Prof Supartha menilai bahwa konsumen sangat perhatian sekali dengan aspek ekonomi maupun kesehatan.
"Mereka harus hati-hati berbelanja, baik itu untuk saving, mereka kemudian dari aspek kesehatan juga," jelasnya.
Namun perilaku dalam merespons terhadap kesehatan ini berbeda, tergantung dari kelas ekonomi masyarakat.
Bagi Prof Supartha, masyarakat yang ekonomi kelas rendah kemungkinan tidak akan peduli tentang dampak pandemi Covid-19.
"Karena dominan mereka bisa berbelanja karena daya beli dan harga. Jadi konsen terhadap pandemi mungkin tidak begitu kuat dan itu kita rasakan sudah," tuturnya.
• Pertama di Bali, Mulai 1 September, Warga Denpasar Bisa Ambil Dokumen Kependudukan via Gojek
• Tim Gabungan Sidak Penerapan Pergub Bali No 47 Tahun 2020, Banyak Warga Kenakan Masker di Dagu
• Gerbong Mutasi TNI Bergerak, Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa Kini Ditugaskan di Papua
Di era pandemi Covid-19 dan new normal, konsumen juga lebih banyak berbelanja di tempat yang dekat disertai dengan pemesanan dan pengantaran yang aman.
Apalagi berbelanja di era pandemi dan new normal lebih dilakukan melalui dalam jaringan (daring) atau online dengan pembayaran non tunai.
"Mereka menggunakan non tunai, menggunakan credit card, mereka berbelanja secara selektif, tentunya mereka ingin dengan harga yang rasional dan relatif rendah," kata dia.
Menurut Prof Supartha, konsumen lebih memilih produk yang harganya lebih rasional di era pandemi Covid-19 dan new normal.
Hal itu terjadi lantaran masyarakat belum mengetahui sampai kapan pandemi Covid-19 ini akan berlangsung.
Masyarakat menilai, pandemi Covid-19 yang panjang akan sangat mempengaruhi keberadaan keuangan mereka.
Khusus untuk kasus di Bali, Prof Supartha mengamati konsumen tradisional, semi modern dan modern konsumen.
• Tak Direstui Rujuk dengan Mantan Suami, Wanita Ini Siram Wajah Ibu Kandung dengan Air Panas Mendidih
• Paket Lengkap Man City untuk Lionel Messi, Segini Harga yang Ditawarkan
• Nasabah BNI Paling Banyak Dapatkan BLT Rp 600 Ribu, Ini Cara Cek Terdaftar atau Tidak
Konsumen tradisional lebih memilih berbelanja di pasar tradisional yang keputusan berbelanja atau transaksi ditentukan oleh harga dan daya beli masyarakat.
Berbeda dengan konsumen semi modern, sebelum pandemi keputusan berbelanja sangat ditentukan oleh mutu intrinsik.
Ketika pandemi datang dan di era new normal, konsumen semi modern ini juga ikut memperhatikan harga dalam melakukan keputusan berbelanja.
Kemudian bagi konsumen modern, kualitas suatu produk sangat diperhatikan sekali, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Konsumen modern ini juga cenderung berbelanja dengan online system dan ingin priduknya tepat waktu dan aman untuk digunakan.
"Nah ini perbedaan-perbedaan yang terjadi yang kita harus tangkap," tuturnya.
Menurut Prof Supartha, di Bali sangat tinggi sekali pergerakan masyarakat yang awalnya sebagai konsumen tradisional kini menjadi semi modern dan dari konsumen semi modern ke konsumen modern.
"Nah walaupun ada pandemi, pergerakan sedikit berbeda ketika sebelum pandemi," jelasnya. (*)