STMIK Primakara Ciptakan Automatic Inspection Gate, Alat yang Bantu Kurangi Interaksi Petugas
Ketua STMIK Primakara, I Made Artana mengatakan, alat ini diciptakan untuk membantu petugas agar bisa mengurangi berinteraksi dengan para pengunjung.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di tengah adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Primakara justru melahirkan berbagai inovasi.
Setelah beberapa bulan lalu berhasil mengembangkan gate penyemprotan desinfektan secara otomatis, dua bulan belakangan ini kampus yang beralamat di Jalan Tukad Badung Nomor 135 Denpasar itu mengembangkan prototype Primakara Automatic Inspection Gate yang memiliki empat fungsi sekaligus.
Alat ini diciptakan oleh dua orang dosen STMIK Primakara, yakni Made Adi Paramartha Putra, I Putu Satwika dan mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, I Ketut Agus Juliana melalui Pusat Inovasi Primakara.
Ketua STMIK Primakara, I Made Artana mengatakan, alat ini diciptakan untuk membantu petugas agar bisa mengurangi berinteraksi dengan para pengunjung.
Setiap tempat biasanya kini telah memiliki petugas untuk untuk melakukan pengecekan suhu tubuh dan sebagainya.
• Munculkan Inovasi di Tengah Pandemi, STMIK Primakara Dinilai Jadi Trendsetter di Bidang Teknologi
• Golkar Dukung Giriasa di Pilkada Badung, Suyasa Mengaku Belum Terima Surat Resmi dari DPP
• Meski Berhasil Raih Dua Kemenangan, KTM Dinilai Belum Mampu Sumbang Pembalap Rebut Gelar MotoGP
"Misalkan kita ke Starbucks saja ada orang ngecek suhu, ngecek penggunaan masker, meminta penggunaan hand sanitizer," kata Artana kepada Tribun Bali, Senin (31/8/2020).
Namun dalam penjagaan petugas itu, ada satu hal yang tidak dilakukan yakni pemantauan kapasitas ruang, padahal hal tersebut sangat penting untuk dilakukan.
Oleh karena itu, saat menggunaakan Primakara Automatic Inspection Gate pengguna akan diminta untuk melakukan scan barcode.
Scan barcode ini, tujuannya agar bisa menghitung jumlah orang yang masuk ke dalam tempat/gedung.
Tak hanya itu, pada saat masuk, pengguna juga diminta untuk memasukkan nomor telepon dan email.
Tujuannya tracing jika dalam suatu gedung ditemukan kasus Covid-19.
Nantinya pada saat keluar, pengguna juga akan diminta untuk melakukan scan lagi.
Dengan begitu, dapat diketahui jumlah orang masuk dan keluar sehingga kapasitas gedung bisa dipantau.
"Jadi kita tahu, misalnya gedung Primakara tidak boleh lebih dari 100 (orang), ya sudah kalau lebih dari 100 tidak diizinkan masuk," jelasnya.
• Merawat Tanaman Saat Pandemi, Apa Saja Manfaatnya?
• Sama dengan Messi, Samuel Umtiti Juga Absen Ikuti Tes PCR, ini Alasannya
• Di Luar Dugaan, Pengamat MotoGP Prediksi Pembalap ini yang Akan Digaet Ducati
Artana menyebut, bahwa alat yang dimiliki oleh kampus yang dipimpinnya itu termasuk yang paling lengkap.
Beberapa alat di pasaran sebenarnya sudah mulai tersedia, namun fungsinya saling terpisah.
"(Alat) scan suhu ada, banyak, scan masker juga ada. Nah tapi harganya luar biasa. Saya pernah mempelajari penawaran, harganya itu Rp 60 juta dan tidak selengkap yang punya kita viturnya," ungkap Artana.
Berangkat dari hal tersebutlah Artana mendorong kampusnya untuk membuat alat Primakara Automatic Inspection Gate tersebut.
Dirinya menyebut sudah menjadi tugas bagi perguruan tinggi untuk melakukan inovasi.
Setelah inovasi ini ada nantinya ia bakal mempersilakan jika ada kampus atau perusahaan yang bakal mengembangkannya lebih lanjut.
Apalagi jika melihat harga alat yang kini beredar di pasaran sudah sangat mahal dan pihaknya di kampus STMIK Primkara mampu membuat lebih murah.
Jika dihitung, pembuatan Primakara Automatic Inspection Gate hanya menghabiskan sekitar Rp 7 jutaan dan rencananya akan dilepas ke pasaran dengan 8 juta.
• Suka dengan Trek Misano, Maverick Vinales Siap Asapi Semua Pembalap di MotoGP San Marino
• 4 Hal Ini Kemungkinan Jadi Penyebab Sariawan, Diantaranya Luka Pada Mulut
Meski sudah menciptakan alat tersebut, pihaknya di STMIK Primakaran tidak terlalu memikirkan soal keutunggan.
Dalam menciptakan inovasi Primakara Automatic Inspection Gate ini, Artana mengaku banyak belajar dari gate penyemprotan desinfektan secara otomatis yang pihaknya ciptakan dahulu.
Saat penyemprotan desinfektan secara otomatis itu diciptakan, STMIK Primakara sangat gelagapan untuk memenuhi permintaan sekitar 160 buah dari berbagai pihak.
Apalagi ketika itu pihaknya sendiri hanya mampu memenuhi sekitar 30-an buah.
Maka dari itu dalam inovasi Primakara Automatic Inspection Gate ini, dirinya mempersilakan jika ada perusahaan yang ingin mengembangkannya dalam jumlah yang banyak.
"Pengalaman dari ini kita tidak akan fokusnya dengan berdagang, jadi hanya kita ingin menunjukkan bahwa perguruan tinggi itu bisa dan memang harus menjadi sumber solusi," tuturnya.
Bagi Artana pandemi Covid-19 memberikan peluang bagi perguruan tinggi untuk berpikir lebih keras untuk memunculkan berbagai inovasi, bukan saja di sisi teknologi, tapi banyak hal bisa melahirkan pemikiran baru karena dunia yang berbeda.
Oleh karena itu, dengan adanya pandemi ini pihaknya berharap adanya pemanfaatan produk lokal.
Alih-alih membeli produk yang mahal, kenapa tidak dicoba dengan memanfaat produk lokal yang harganya lebih bersahabat.
Terkait dilakukannya uji coba alat tersebut di Kantor LLDikti Wilayah VIII, Artana mengatakan upaya itu dilakukan guna memancing perguruan tinggi lain untuk berkolaborasi atau melanjutkan prototype tersebut.
Dengan kata lain, pihaknya mendorong adanya kolaborasi, bukan hanya dengan perguruan tinggi, tetapi juga dengan para pengusaha di Bali.
Artana menyebut, kerja sama antar-perguruan tinggi mungkin bisa dilakukan dari segi riset, namun untuk pengusaha bisa kerja sama dalam hal pabrikasi.
Jika pabrikasi dilakukan oleh STMIK Primakara sendiri dapat dipastikan akan memakan waktu yang cukup lama, padahal market-nya cukup besar.
"Jika ada teman-teman pengusaha di Bali yang mau menseriusi itu ya boleh. Makanya kita taruh di tempat publik. Kalau kita ngerasa ya di LLDikti sajalah. Itu induk kita yang membina perguruan tinggi," jelasnya.
Sejauh ini, Artana mengaku sudah banyak pihak yang menanyakan alat tersebut, termasuk Wali Kota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya dan beberapa kampus lain.
Jika memang ada banyak permintaan mengenai alat ini, Artana menilai seharusnya memang dibuat oleh para pengusaha yang konsen dalam bidang pabrikasi karena bisa langsung diproduksi dalam jumlah yang banyak. (*)