Jerinx SID Dilaporkan ke Polda Bali

Jerinx SID Kembali Layangkan Surat Keberatan Sidang Online ke PN Denpasar

Poin keberatan masih sama yaitu menolak sidang perkara dugaan ujaran kebencian yang menjerat Jerinx digelar secara online.

Penulis: Putu Candra | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Jerinx bersama dengan tim kuasa hukumnya saat sidang online di Polda Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tim penasihat hukum I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) kembali melayangkan surat keberatan kepada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Jumat (11/9/2020).

Poin keberatan masih sama yaitu menolak sidang perkara dugaan ujaran kebencian yang menjerat Jerinx digelar secara online.

Selain itu keberatanterhadap proses persidangan karena majelis hakim memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap membacakan surat dakwaan, meskipun Jerinx serta tim penasihat hukumnya telah meninggalkan persidangan atau walk out.

"Hari ini kami mengajukan surat keberatan atas sidang online dan proses sidang perdana kemarin," ucap I Wayan "Gendo" suardana didampingi tim penasihat hukum Jerinx lainnya di PN Denpasar, Jumat (11/9/2020).

Ia menjelaskan, dalam persidangan perdana Kamis (10/9/2020), majelis hakim yang memeriksa perkara ini tidak argumentatif.

Menurut Gendo, majelis hakim yang diketuai Hakim Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi seperti menggunakan pendekatan kekuasaan kewenangannya.

"Setiap argumentasi kami tidak ditanggapi. Tidak diberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kami. Tapi selalu saja selesai, bahwa majelis hakim tetap menetapkan persidangan secara online. Ini tidak dialogis, hanya menggunakan kewenangan oleh beliau," ujarnya.

Menurut Gendo, dalam sidang pertama Jerinx secara online tidak efektif setelah munculnya masalah teknis yang sangat menganggu proses persidangan.

"Fakta terungkap di persidangan online, bagaimana rekan kami, Mas Sugeng menunjukkan surat di layar tidak bisa dibaca oleh majelis hakim dan penuntut umum. Sehingga mereka butuh bantuan jaksa yang ada di samping kami, yang tampil langsung. Lalu dit engah perdebatan tiba-tiba layar mati, suara menghilang
dan itu sangat menganggu proses persidangan," ungkapnya.

Gendo mengatakan, seharusnya setelah Jerinx dan tim penasihat hukum walk out, sidang tidak dilangsungkan atau ditunda.

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 154 KUHAP. Mulai dari ayat 3, ayat 4 sampai ayat 6. Seharusnya sidang ditunda, terdakwa kembali dipanggil supaya hak hukumnya terpenuhi," tegas Gendo.

Tim penasihat hukum pun meminta penangguhan penahanan terhadap Jerinx.

"Sebagai solusi, kami meminta, pertama diupayakan penangguhan penahanan, karena sesungguhnya MoU atau perjanjian tiga pihak antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kementrian Hukum dan HAM tidak boleh mengalahkan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan
KUHAP," papar Gendo.

Ia mengatakan, dalil majelis hakim dilakukannya sidang online berdasarkan MoU tiga penegak hukum dan SEMA No.1 tahun 2020. Namun dalam SEMA tidak mengatur sidang online.

Jutsru mengatur sidang offline dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Bijaksana

Menanggapi proses persidangan perkara Jerinx, Kepala PN (KPN) Denpasar, Sobandi mengatakan, majelis hakim telah bersikap bijaksana untuk menjaga tertibnya persidangan.

"Kemarin pembacaan surat dakwaan itu, setelah hakim memerintahkan penuntut umum membacakan dakwaan dan terdakwa keluar. Kemudian jaksa tetap membacakan dakwaan. Dengan telah dibacakan surat dakwaan di persidangan, lalu sidang diskors dan meminta penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa," jelasnya.

Tapi terdakwa tidak juga hadir? Sobandi mengatakan, pihak yang wajib menghadirkan terdakwa di persidangan adalah penuntut umum.

Kehadiran terdakwa di persidangan adalah wajib sesuai Pasal 154 KUHAP.

"Ketika penuntut umum tidak bisa menghadirkan, hakim tidak biasa apa-apa," ujarnya.

Mengenai surat keberatan terkait proses persidangan kemarin yang dilayangkan tim penasihat hukum Jerinx, dia menyatakan itu adalah sepenuhnya tim penasihat hukum.

"Itu hak mereka mengajukan protes. Tapi apakah saat persidangan hakim menyuruh mereka keluar? Kecuali kalau hakim melarang mereka ada di dalam persidangan," ucap Sobandi.

Ditanya apakah sidang tetap dinyatakan sah, meskipun terdakwa dan penasihat hukum keluar sebelum dakwaan dibacakan. Sobandi menegaskan, sidang tetap sah.

Apakah bisa, terdakwa yang tetap ditahan, namun dihadirkan di muka persidangan langsung? "Jadi memang pemahaman sidang online itu wajib atau tidak, saya katakan, itu dapat. Dapat itu, bisa sidang langsung, bisa online.

Itu pilihan. Kalau sidang langsung, tidak salah. Kalau sidang online dikatakan tidak sah.

Ya tidak benar, karena ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya adalah SK 379, SEMA No.9 tahun 2020 dan No.1 tahun 2020,"

Kembali ditanya apakah sidang tetap akan digelar online tanpa mengakomodir keberatan terdakwa dan tim penasihat hukum, Sobandi menyatakan itu kewenangan majelis hakim.

"Pertimbangan lainnya menggelar sidang online karena selama ini persidangan yang terdakwanya ditahan di PN Denpasar, itu dilakukan persidangan secara online. Kecuali terdakwa tidak ditahan, sidangnya tatap muka," katanya.

Penangguhan dan pengalihan penahanan, kata Sobandi, itu juga merupakan kewenangan majelis hakim dan sampai sekarang sedang dipelajari.

Terkait rencana tim penasihat hukum Jerinx melaporkan hakim ke Mahkamah Agung, Sobandi menjawab. "Itu hak mereka, silakan saja melaporkan ke MA.

Nanti pimpinan akan menganali, apakah persidangan itu melanggar hukum acara, kode etik. Itu kewenangan pimpinan yang menerima laporan."

"Berkaitan dengan permintaan mengganti majelis hakim. Saya akan kaji alasannya apa. Cuma perlu diketahui, alasan untuk mengganti hakim yaitu adanya konflik kepentingan bersaudara atau hakimnya mutasi," demikian
Sobandi. (can)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved