Corona di Bali

Gede Tedy Pertanyakan Hasil Swab Berbeda Antara Tes Mandiri & Gratis, Begini Penjelasan Gugus Tugas

I Dewa Gede Tedy Setiawan (22) warga Desa Manistutu Kecamatan Melaya, mempertanyakan adanya perbedaan hasil swab, yang dialaminya.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ady Sucipto
Freepik
Ilustrasi Covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA- I Dewa Gede Tedy Setiawan (22) warga Desa Manistutu Kecamatan Melaya, mempertanyakan adanya perbedaan hasil swab, yang dialaminya.

Hasil swab gratis dan mandiri yang dilakoninya dan hanya berjarak beberapa hari menunjukkan hasil berbeda.

Hal itu kemudian Tedy unggah ke sosial media, dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat Gumi Makepung.

Di saat tes oleh tim medis RSU Negara, hasil menunjukan positif. Sedangkan beberapa hari setelahnya tidak sampai sepekan, ia melakukan swab mandiri hasilnya negatif.

Dihubungi Tribun Bali, melalui direct massenger hingga sambungan telepon, Tedy sejatinya mempertanyakan perbedaan tes itu dikarenakan berdampak pada ekonomi keluarganya.

Karena saat dinyatakan positif covid-19 oleh tim RSU Negara, ada upaya untuk isolasi rumah miliknya.

Tentu saja, itu menjadi hal sulit karena roda ekonomi keluarga bertumpu pada penjualan sembako.

Tedy mengatakan, awal sebelum dinyatakan positif covid-19, ia bersama rekan-rekannya memasak sayur tabuhan (semacam ulat), yakni pada Sabtu (5/9/2020) tengah malam.

Dan ketika usai, kemudian ia mengalami mual dan gatal di sekujur tubuh.

Kesimpulan awal Tedy adalah alergi. Kedua orangtuanya, kemudian membawa Tedy ke RSU Negara.

Dari sana ia mendapat perawatan. Namun, karena pandemi berlangsung, maka ia harus menjalani rapid tes.

"Pada saat rapid tes itu reaktif. Saya ikuti semua prosedur dari tim medis," ucapnya, Senin (14/9/2020) malam hari kepada wartawan.

Tedy mengaku, bahwa sebelumnya ia juga disarankan rawat inap oleh tim medis. Karena hasil rapid tes reaktif, dan ia langsung menjalani swab tes.

Sebelum pulang ke rumah, ia juga sempat diberikan infus, untuk membuat tensinya normal.

Karena sebelumnya, tensi darah Tedy di bawah normal.

Pada saat menjalani perawatan berupa pemberian infus, kemudian orangtua Tedy, diminta supaya Tedy dirawat di ruang isolasi penaganan Covid 19 RSU Negara.

"Tapi orangtua saya mengajukan apakah bisa dibedakan? Jadi mau minta ruangan sendiri. Dokter bilang, tidak boleh dan harus disamakan semuanya. Akhirnya dikasih dua pilihan isolasi mandiri atau di rumah sakit.

Saya memilih isolasi sendiri di rumah dan sekitar pukul 05.30 Wita pulang dari RSU Negara, dengan membawa obat mual dan lain sebagainya. Jadi saat di Rumah sakit, saya juga di infus tensi naik kembali normal, dari 70 berangsur membaik," ungkapnya.

Tedy mengaku, setelah pulang, pada Senin (7/9/2020) ia kemudian dihubungi oleh petugas surveilance, bahwa harus menjalani swab tes.

Karena, demi kepentingan bersama, maka ia mengikuti segala prosedur swab tes.

Dan akhirnya swab dilakukan di Hotel Jimbarwana Jalan Udayana, Kecamatan Negara. Kemudian, sekitar dua hari setelahnya, atau pada Rabu (9/9/2020) keluar hasilnya, dan dinyatakan positif.

"Jadi saya tidak langsung dikasih surat. Dari telfon dari wa bu bidan puskesmas Melaya dan Kepala wilayah telfon juga ngomong positif. Jadi saya disuruh tenang dan jangan panik dikasih tahu positif," paparnya.

Akhirnya, orangtua Tedy berinisiatif menjalankan swab tes mandiri pada Kamis (10/9/2020).

Sebab, dari hasil positif RSU Negara, ia diminta untuk isolasi mandiri dan menutup dagangan toko sembako orangtuanya.

Tentu saja, hal itu berakibat buruk. Sedangkan, roda ekonomi keluarganya bertumpu pada toko.

"Terus akhirnya tanggal 10 malam saya berangkat ke Denpasar, mas. Saya menginap dulu di hotel, baru pada 11 September ke klinik di daerah Jalan Diponegoro. Dan akhirnya pada tanggal 13 Malam hasil keluar dan saya dinyatakan negatif," ungkapnya.

Tedy menegaskan, karena perbedaan hasil antara tes mandiri dan tes gratis di RSU Negara.

Perbedaan hasil ini kemudian membuat masyarakat kebingungan.

Pada dasarnya, ia tidak ingin menyudutkan rumah sakit. Hanya saja, perbedaan hasil yang ada ini, sangat berdampak pada ekonomi keluarganya.

"Dan saya tidak ada gejala seperti Covid pada umumnya (sesak napas batuk dan pilek serta indera penciuman hilang). Jadi ini, saya Unggah ke medsos karena berefek pada ekonomi keluarga saya.

Dan karena juga tidak ada jawaban untuk persoalan kerugian akan ditanggung siapa karena keluarga tidak berjualan sembako," pungkasnya. 

Tanggapan Gugus Tugas 

Humas Gugus Tugas RSU Negara, dr I Gusti Agung Putu Arisantha
Humas Gugus Tugas RSU Negara, dr I Gusti Agung Putu Arisantha (dok. pribadi Arisantha)

I Dewa Gede Tedy Setiawan, 22 tahun, memepertanyakan perbedaan hasil antara swab mandiri dan Swab gratis yang dijalaninya.

Atas hal ini, Humas Gugus Tugas RSU Negara, dr I Gusti Agung Putu Arisantha menanggapi hal yang berkembang di jagat media sosial tersebut.

Arisantha menjelaskan, pasien datang ke RSU Negara dengan kondisi syok hipovolemik akibat alergi setelah makan sayur tabuhan.

Pasien diindikasi untuk menjalani rawat inap.

Sebelum itu, juga dilakukan rapid tes, dan hasilnya reaktif. Pasien direncanakan di rawat di ruang isolasi.

Namun, pasien meminta kamar di VIP. Tapi karena pasien rapid reaktif maka harus di rawat di ruang isolasi bukan di ruang VIP. Pasien menolak di rawat di ruang isolasi.

Dan pasien pulang atas permintaan sendiri. Setelah menandatangani form menolak masuk rumah sakit (MRS).

"Keesokan harinya, pasien diswab, dan hasil nya positif SARS COV2 / positif covid-19," ucapnya Selasa (15/9/2020).

Arisantha melanjutkan, kemudian puskesmas berencana merujuk pasien tersebut ke RSU Negara, namun pasien menolak. Pasien akhirnya isolasi mandiri.

Jadi pasien isolasi mandiri akan di pantau kesehatannya oleh puskesmas karena pasien menolak di rawat di RSU Negara.

Beberapa hari isolasi mandiri, pasien atas inisiatif sendiri periksa swab atau pcr ke Denpasar.

Hasilnya memang negatif sars cov 2/negatif Covid-19.

"Dan ini memang memungkinkan terjadi. Karena sudah beberapa hari isolasi mandiri di rumah (sudah sekitar 6 hari isolasi mandiri), ada kemungkinan perbaikan kondisi kesehatannya. Namun pasien wajib menyelesaikan isolasi mandiri selama 10 hari," tegasnya.

Arisantha menambahkan, bahwa isolasi mandiri memang dimungkinkan sesuai aturan yang berlaku.

Pendek kata, pasien tersebut bukan di lepas di rumah, sebagai mana yg disampaikan pasien tersebut.

Dan pada dasarnya pemeriksaan swab atau pcr membutuhkan biaya.

Namun jika warga ada indikasi pemeriksaan swab atau pcr, maka warga yang terindikasi tersebut akan dibantu pemeriksaan swab atau pcr nya oleh pemerintah. Sehingga warga tidak membayar alias gratis.

"Disini artinya ada peran yang signifikan dalam membatu masyarakat. Yang pasti tidak ada istilah konspirasi dalam hal ini. Karena fasilitas pelayanan kesehatan, baik puskesmas maupun rumah sakit akan selalu diaudit," bebernya. (ang). 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved