Corona di Bali
Pemprov Bali Telah Verifikasi 671 Usaha Kepariwisataan di Bali, Siap Terapkan Protokol Kesehatan
Putu Astawa mengatakan, pihaknya sampai saat ini telah melakukan verifikasi terhadap 671 usaha kepariwisataan di Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Pariwisata telah melakukan verifikasi usaha kepariwisataan di Pulau Dewata.
Usaha kepariwisataan itu diverifikasi guna melihat kesiapan penerapan protokol kesehatan tatanan kehidupan era baru di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa mengatakan, pihaknya sampai saat ini telah melakukan verifikasi terhadap 671 usaha kepariwisataan di Bali.
Ratusan usaha kepariwisataan tersebut terdiri atas hotel, wisata tirta dan travel agen sesuai dengan kewenangan Pemprov Bali.
• Demi Bantu Orangtua, Gera Berjualan Masker Poleng di Pinggir Jalan Imam Bonjol Denpasar
• Kemenparekraf Implementasikan CHSE Lewat Program ‘We Love Bali’, Bakal Melibatkan 4.400 Turis Lokal
• Senderan Sepanjang 25 Meter Jebol di Desa Gelgel, Materialnya Tutupi Saluran Irigasi Persawahan
Sementara usaha kepariwisataan yang lain disertifikasi oleh masing-masing kabupaten/kota di Bali.
"Secara keseluruhan, termasuk DTW dan transportasi sudah 671 (yang terverifikasi)," kata Astawa usai acara media gathering di Hotel Inna Veteran, Denpasar, Bali, Selasa (22/9/2020).
Astawa menurutkan, untuk bisa melakukan sertifikasi di lapangan membutuhkan waktu yang lumayan lama.
Di satu tempat saja, verifikasi bisa dilakukan rata-rata selama tiga jam.
Oleh karena itu, pihaknya membutuhkan banyak waktu untuk meng-assesment usaha kepariwisataan tersebut.
Di sisi lain, target sasaran yang harus diverifikasi juga cukup banyak.
"Jadi tantangannya memang masalah tenaga, waktu dan biaya," kata mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali itu.
Mengingat rentang waktu dan jangkauan untuk melaksanakan verifikasi cukup luas, pihaknya telah melakukan uji coba verifikasi usaha kepariwisataan di Bali melalui sistem dalam jaringan (daring) atau online/virtual.
Melalui verifikasi virtual itu, kata Astawa, bisa ditunjukkan foto-foto Standard Operational Prosedure (SOP) protokol kesehatan, seperti lokasi tempat cuci tangan dan kondisi riil marking yang dilakukan.
"Dari situ bisa membangun keyakinan, disamping juga mereka menandatangani pakta integritas untuk bisa menerapkan itu dengan komitmen tinggi," jelasnya.
Setelah usaha kepariwisataan mendapatkan sertifikat, maka harus diikuti dengan inspeksi mendadak (sidak) atau monitoring dengan mengambil beberapa sampel usaha kepariwisataan.
Hal ini dilakukan agar usaha kepariwisataan di Bali benar-benar taat dalam menerapkan protokol kesehatan tatanan kehidupan era baru di tengah pandemi Covid-19.
"Jangan hanya sekadar verifikasi semangat, mereka tertib, tetapi besoknya setelah sertifikasi nanti tidak jelas. Nah ini yang kami tidak inginkan," jelas Astawa.
Astawa menegaskan, agar protokol kesehatan ini benar-benar diterapkan, maka harus ada komitmen yang kuat dan sungguh-sungguh dari masing-masing usaha kepariwisataan di Bali.
Hal ini sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga nama Bali sebagai destinasi pariwisata dunia.
Sejauh ini, Astawa menegaskan, belum ada usaha kepariwisataan yang membandel dan tidak mau menerapkan protokol kesehatan.
"Sejauh ini belum ada. Malah mereka proaktif menanyakan informasi ke kita," tuturnya.
Astawa mengatakan, tidak seharusnya ada usaha kepariwisataan di Bali yang bandel dalam penerapan protokol kesehatan.
Mengingat sertifikasi protokol kesehatan ini dapat dijadikan sebagai bahan pengakuan dan peningkatan daya saing bagi usaha kepariwisataan itu sendiri.
Oleh karena itu, usaha kepariwisataan seharusnya tidak memiliki alasan untuk mengeluh, apalagi program sertifikasi ini tidak dipungut biaya. (*).