Corona di Indonesia

Epidemiolog UGM Usul Pemerintah Evaluasi Penanganan Covid-19 di Indonesia

Epidemiolog UGM Riris Andono Ahmad mendorong pemerintah harus memberikan edukasi protokol kesehatan yang lebih baik lagi.

Editor: Wema Satya Dinata
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Ilustrasi - Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung diri saat memberikan berkas pasien Covid-19 saat tiba di pos pemeriksaan IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (16/9/2020). 

TRIBUN-BALI.COM - Pandemi covid-19 telah melanda Indonesia sekitar tujuh bulan sejak diumumkannya kasus positif covid-19 pertama pada awal Maret 2020 lalu.

Sejumlah pihak meminta pemerintah mengevaluasi penanganan covid-19.

 Masyarakat juga diharapkan mentaati protokol kesehatan.

Epidemiolog UGM Riris Andono Ahmad mendorong pemerintah harus memberikan edukasi protokol kesehatan yang lebih baik lagi.

Pedagang dan Pengunjung Pasar Biaung Terjaring Operasi Yustisi, Petugas Berikan Hukuman Ini

Selama Pandemi Covid-19, Polisi Larang Rakyat Lakukan Unjuk Rasa

Trending, Puan Maharani Matikan Mikrofon saat Politisi Irwan Interupsi di Sidang UU Cipta Kerja

Ukurannya harus bisa membuat masyarakat menyadari bahaya penularan covid-19 dan kepatuhan melakukan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.

“Pemakaian masker itu kan tujuannya mencegah penularan. Jadi tidak semata – mata orang itu memakai masker atau tidak, tapi seberapa besar ketika tidak memakai masker tertular atau menularkan,” kata Riris ketika dihubungi, Selasa (6/10/2020).

Riris mencontohkan, menyadarkan penggunaan masker tidak melulu pada penindakan atau denda yang dilakukan melalui operasi yustisi.

Akan tetapi, memberikan pemahaman pentingnya penggunaan masker.

“Bagaimana masyarakat bisa sadar bahwa resiko tertular bukan tidak terkait dengan adanya operasi yustisi atau denda, tapi resiko tertular karena perilaku mereka sendiri yang tidak menggunakan masker,” ungkap dia.

Lebih dari itu, Riris menekankan pelaksanaan menjaga jarak (social distancing) akan menurunkan transmisi (penularan).

Namun problemnya adalah jika social distancing dilakukan terlalu ketat atau terlalu lama maka social ekonomi akan memburuk.

“Pemerintah harus punya indikator yang jelas kapan harus sedikit melonggarkan, kapan harus diketatkan dan itu harus dilakukan secara konsisten. Jadi memang kalau penularannya meningkat seharusnya mobilitasnya dihentikan lagi,” ujar dia.

Riris mencontohkan, adanya klasifikasi zona penyebaran covid-19. Kebijakan ini harus dilaksanakan konsisten.

Sebab yang terjadi masyarakat senang ketika daerahnya berubah dari zona kuning menjadi zona hijau.

Pekerja Hotel Ini Dirumahkan, Kini Berjualan dan Ciptakan Kreasi Mocktail Anti Covid

Najwa Shihab Bersuara Setelah ada Upaya Mempolisikan Dirinya

Begini Respons Najwa Shihab setelah Dilaporkan karena Video Kursi Kosong Menkes Terawan

“Tapi begitu naik lagi ke (zona) kuning, masyarakat, pemerintah akan denial (menyangkal) terhadap itu dan pemerintah tetap bertindak seperti halnya masih (zona) hijau dan tidak mau kemudian melakukan pengereman atau pengetatan social distancing,” ungkap dia.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved