Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte, Penetapan Tersangka Sudah Sesuai Prosedur

Hakim ketua Suharno menilai, Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice

Editor: Wema Satya Dinata
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte usai diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020). 

TRIBUN-BALI.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Sidang pembacaan putusan digelar di PN Jaksel, Selasa (6/10/2020).

Sidang dimulai pukul 11.21 WIB. Napoleon selaku pemohon tidak hadir. Kehadirannya diwakili oleh tim hukumnya.

Hakim ketua Suharno menilai, Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra, dianggap sudah sesuai prosedur.

Ini Perbedaan Aturan Upah Minimum Pekerja di Dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja

Arti Mimpi Ular Masuk Rumah, Pertanda Akan Kedatangan Tamu yang Membuat Keluarga Senang

Mesin PCR Bantuan BNPB Ditargetkan Beroperasi Akhir Oktober di RSUD Buleleng

"Pertama, menolak praperadilan pemohon untuk seluruhnya."

"Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ungkap hakim ketua Suharno di ruang 5, PN Jaksel.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar lanjutan sidang praperadilan yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Sidang dengan agenda mendengar jawaban Bareskrim Polri selaku termohon itu, digelar di ruang sidang 5, PN Jaksel, Selasa (29/9/2020).

Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri mengungkap fakta perbuatan Irjen Napoleon Bonaparte.

Pemohon disebut meminta kesepakatan ulang atas iming-iming penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dari semula disepakati Rp 3 miliar menjadi Rp7 miliar, dalam bentuk dolar AS dan dolar Singapura, yang diberikan secara bertahap.

Kesepakatan ulang itu terjadi pada 13 April 2020 antara Napoleon dengan Tommy Sumardi, yang juga tersangka gratifikasi dalam perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra.

"Fakta perbuatan pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp 3 miliar."

"Yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp 7 miliar," ujar tim hukum Bareskrim Polri.

Menurut tim hukum Bareskrim Polri, fakta perbuatan pemohon itu didasarkan pada bukti yang sebelumnya telah disesuaikan antara saksi dengan saksi, saksi dengan bukti surat, dan bukti surat dengan bukti surat lainnya yang saling mendukung dan bersesuaian.

Ramalan 12 Zodiak Cinta Besok Rabu 7 Oktober 2020 : Capricorn Butuh Sendiri, Gemini Impianmu Datang

4 Zodiak Ini Pemaaf Tapi Nyatanya Susah Melupakan Kesalahan Orang Lain, Pertama Taurus

Irish Bella Berjemur dengan Air Rumi Akbar 1453, Ammar Zoni Bercerita Temani Irish Bella Melahirkan

"Bukti CCTV jelas-jelas melihat uang tersebut diserahkan kepada pemohon."

"Penyerahan uang tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan yang lebih menguntungkan pemberi suap," lanjut termohon.

Atas uraian tersebut, Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan pemohon, dan meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan termohon untuk seluruhnya.

"Mohon berkenan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili dan memutus perkara ini untuk mengabulkan permohonan termohon," pinta tim hukum Bareskrim Polri.

Pada sidang praperadilan yang digelar PN Jaksel pada Senin (28/9/2020) kemarin, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.

"Pemohon juga meyakini bahwa sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap."

"Sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," kata Putri Maya Rumanti, kuasa hukum Napoleon,  saat membacakan surat permohonan praperadilan.

Napoleon membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S Tjandra.

"Pemohon memang tidak pernah menerima pemberian suap atau janji dalam bentuk apapun terkait red notice atas nama Djoko S Tjandra," sambungnya.

Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon selaku pemohon.

"Bahwa termohon menolak dengan tegas seluruh dalil permohonan praperadilan yang diajukan pemohon."

"Kecuali yang benar-benar diakui secara tegas oleh termohon," tegas tim hukum Bareskrim Polri.

Bareskrim juga menyatakan tidak akan menjawab satu per satu dalil yang disampaikan pemohon.

Jawaban hanya akan dijawab dalam satu kesatuan jawaban utuh sesuai proses penyidikan.

Bareskrim menegaskan, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap Napoleon sudah sesuai prosedur.

Salah satunya, merujuk pada nota dinas Kadiv Propam Polri dan Kabareskrim Polri.

"Bahwa proses penyelidikan yang dilakukan termohon diawali dengan diterima nota dinas dari Kadiv Propam Polri yang diajukan Kabareskrim Polri," ujarnya.

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Napoleon berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9/2020) kemarin.

Berikut ini petitum permohonan praperadilan Irjen Napoleon yang diajukan di PN Jaksel:

1. Menyatakan, menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya;

2.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Spri n.sidik/50.a/Vlll/2020/Tipidkor tanggal 5 Agustus 2020 adalah mengandung cacat hukum, oleh karenanya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;

3. Menyatakan Penyidikan dalam Perkara aquo adalah berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang cacat hukum, maka Penyidikan sebagaimana dimaksud terkait peristiwa Pidana Penetapan Tersangka terhadap diri pemohon melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), pasal 11, pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP harus dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum dan oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap / 02 / Vlll / 2020 / Tipidkor tanggal 14 Agustus 2020 yang menetapkan pemohon menjadi TERSANGKA dalam dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi terkait Red Notice atas nama JOKO SOEGIARTO TJANDRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 , Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b lJndang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP adalah TIDAK SAH dan batal demi Hukum, oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

5. Menyatakan Tidak Sah segala Keputusan atau Penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon;

6. Memerintahkan termohon / Penyidik pada Laporan Polisi Nomor: LP/A/0430/VIII 2020 tanggal 05 Agustus 2020 untuk menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara atas nama Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte, M.Si;

7.Menghukum termohon untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini. Atau Apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono).(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte, Penetapan Tersangka Dianggap Sah,

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved