Insiden Mikforon Mati Saat DPR Rapat Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Disengaja?
Insiden itu terjadi saat DPR menggelar paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Insiden Mikforon Mati Saat DPR Rapat Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Disengaja?
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Irwan mengungkapkan kecewaannya kepada pimpinan DPR yang mematikan mikrofon, saat dirinya menyampaikan pendapat terkait Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Insiden itu terjadi saat DPR menggelar rapar paripurna untuk pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).
"Entah apa alasan pimpinan sidang, tetapi saya merasa ini upaya menghalangi tugas saya dalam menjalankan fungsi legislatif," kata Irwan, Selasa (6/10/2020).
• Kecam Disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Masyarakat Bali Siap Turun ke Jalan
• Tanggapi Penolakan UU Cipta Kerja, Wakil Ketua DPR: Kalau Tidak Percaya, Nanti Jangan Dipilih
• 18 Anggota DPR Positif Corona, Begini Penjelasan Wakil Ketua DPR
"Tentu ini ancaman buruk bagi demokrasi ke depan, apalagi hak berpendapat di parlement dijamin oleh undang-undang. Saya tidak tahu apakah ini masuk dalam kategori contempt of parliament," sambung Irwan.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menjelaskan, insiden mikrofon mati saat anggota Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Indra menegaskan, pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.
“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” kata Indra, dalam pernyataannya, Selasa (6/10).
Rapat paripurna tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin dari Fraksi Golkar.
Aziz sempat beradu pendapat dengan anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman.
Benny merasa tidak diberikan hak berbicara, sedangkan Aziz menyampaikan bahwa Fraksi Partai Demokrat sudah diberi tiga kali kesempatan berbicara dalam rapat paripurna yang dimaksud.
Yakni kepada Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan yang membacakan pandangan akhir tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja, serta Irwan Fecho dan Didi Irawadi Syamsuddin yang mengajukan interupsi sebelum RUU tersebut disahkan.
“Jadi mohon maaf, kita harus sama-sama memahami bahwa yang ingin berbicara bukan hanya Partai Demokrat, karena fraksi lain juga ingin menyampaikan pendapatnya," kata dia.
"Kewajiban pimpinan sidang menertibkan jalannya rapat agar semua fraksi dapat hak menyampaikan aspirasi. Pimpinan rapat bukan menghalangi Fraksi Demokrat berbicara, tapi ingin memberi kesempatan fraksi lain untuk menyampaikan pendapatnya,” sambung Indra.
Ia menegaskan, mikrofon di ruang rapat paripurna DPR RI sudah diatur otomatis mati setelah lima menit digunakan.