Ini Alasan Ketut Malen dan Ayu Gita Menikah Secara Virtual dari Jepang
Pasangan ini sempat berencana pulang ke Bali untuk menikah.Namun mereka takut tidak bisa kembali lagi ke Jepang untuk melanjutkan kerja sehingga
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Pasangan ini sempat berencana pulang ke Bali untuk menikah.
Namun mereka takut tidak bisa kembali lagi ke Jepang untuk melanjutkan kerja sehingga mencari cara lain.
Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat pasangan I Ketut Merta alias Malen dan Ayu Gita Swari memilih melangsungkan pernikahan secara sederhana secara online menggunakan aplikasi zoom.
Kedua mempelai asal Bali ini melangsungkan pernikahan secara virtual dari negeri Matahari Terbit, Jepang.
Inilah kisah mereka.
Baca juga: Pandangan Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba Terkait Ngidih Via Online
Ketut Malen (28) dan Ayu Gita (27) sebetulnya berencana menikah sejak tahun 2019.
Namun karena sesuatu dan lain hal, dua pekerja migran asal Bali ini mengundurkan rencana pernikahan mereka sampai tahun 2020.
"Kami berdua berada di Jepang untuk bekerja dan sudah berencana dari tahun lalu untuk melangsungkan pernikahan," kata pria yang akrab disapa Tut Malen itu saat dihubungi via telepon, Sabtu (10/10/2020).
Sejak awal 2020 pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia sehingga menyulitkan akses keluar masuk wilayah. "Padahal kami sudah menentukan hari baiknya," kata Tut Malem.
Sebelumnya pasangan ini berencana pulang ke Bali. Namun mereka takut tidak bisa kembali lagi ke Jepang untuk melanjutkan kerja sehingga mereka mencari cara lain.
"Ternyata pandemi yang terus meningkat dan sampai di waktu mendekati acara pun tidak memungkinkan untuk kami pulang ke Bali," tutur pria asal Banjar Darma Winangun, Kecamatan Kubu, Karangasem ini.
• Pernikahan Online Sejoli Asal Bali, Ini Kisah di Baliknya
• Viral Cerita Ketut Malen & Gita, Sejoli Bali yang Menikah Virtual dari Jepang Pakai Aplikasi Zoom
• Kisah Pasangan Ketut Malen dan Ayu Gita Menikah Secara Online dari Jepang
Akhirnya mereka mempertimbangkan pernikahan secara online. Sebab sejumlah pasangan sudah melaksanakan pernikahan online meski tak banyak diketahui publik karena tidak viral di media sosial.
"Sebelum kami, sudah banyak semeton Bali di luar negeri yang melangsungkan hal sama. Kebetulan teman-teman saya juga. Bahkan sampai acara resepsi pun diadakan tanpa kehadiran pengantin. Tapi tidak terekspose malah acara kami yang terekspose. Dan, memunculkan banyak spekulasi pro dan kontra tanpa mengetahui cerita di baliknya dan prosesi sesungguhnya," ucap Malen.
Dari pengalaman teman-temannya yang sesama perantau di negeri orang, Malen dan Gita akhirnya memutuskan untuk menikah secara virtual.
Malen menghubungi teman-temannya di Australia dan Amerika yang sudah menikah.
Ia mencari tahu apa saja persyaratan pernikahan yang bisa dikatakan sah baik secara adat Bali dan di negara tempat mereka tinggal saat ini.
"Kami cari info sebanyak-banyaknya dan berkonsultasi denga pihak KBRI Tokyo. Kita memutuskan untuk nikah sipil (secara hukum) di Jepang. Kami pun meminta saran dan pertimbangan keluarga dan bertanya pada kelian adat di daerah kami masing-masing," tutur Malen.
Akhirnya, setelah berkonsultasi dengan banyak pihak, Malen mendapatkan informasi dari KBRI Tokyo bahwa mereka harus mendapatkan surat dan dokumen sah dari adat di Bali serta Kantor Catatan Sipil di Bali.
Diputuskanlah tanggal pernikahan Malen dan Gita pada Kamis 8 Oktober 2020.
Keluarga Malen dan Gita mengirimkan pakaian adat madya sederhana untuk Malen dan Gita melaksanakan pernikahan secara online dari Jepang.
"Kalau untuk make up, kebetulan istri saya bisa sendiri. Jadi dia sendiri yang make up wajahnya," kata Malen.
Untuk menghormati adat istiadat di Bali, keluarga Malen tetap melaksanakan proses upacara pawiwahan sebagaimana biasa dilakukan oleh orang Bali saat menikah.
"Kami sangat menghormati dan menghargai adat istiadat di Bali. Berdasarkan saran dan masukan dari keluarga besar, sehingga dilaksanakan prosesi mesadok oleh keluarga besar saja dahulu dengan kami pun hadir secara online menggunakan aplikasi zoom saat prosesi ngidih (meminang)," kata Malen.

Prosesi itu, kata Malen, sebagai syarat ia bisa mendapatkan surat secara sah dari desa adat tempatnya tinggal di Bali.
"Waktu acara kami yang dilakukan oleh keluarga di Bali dihadiri keluarga besar, kelian adat, kelian dinas masing-masing serta mekalan kalan dasar untuk pelengkap suatu pernikahan di Bali dikatakan sah tanggal 8 (Oktober 2020) kemarin," tutur Malen.
Setelah upacara yang mereka gelar di Bali sah secara adat, surat nikah secara adat dan catatan sipil tersebut dikirimkan keluarga Malen ke Jepang.
"Setelah upacara tersebut di Bali, surat akan dikirimkan ke Jepang untuk kami melangsungkan pernikahan secara hukum di KBRI Tokyo," tuturnya.
Tut Malen mengaku setelah pandemi Covid-9 mereda dan mereka bisa pulang ke Bali.
Mereka akan melanjutkan uparaca pernikahan yang belum mereka laksanakan seperti banten bale, ngabe tipat bantal dan lainnya.
"Kurang lebihnya begitu, ini pengalaman kami. Mungkin teman yang di Australia dan Amerika atau negara lain yang melakukan hal serupa memiliki pertimbangan dan alasan khusus untuk melakukan prosesi tersebut. Tuhan dan leluhur beliau berada di mana saja, yang terpenting niat dan keyakinan bhakti menjalankan sesuatu," kata Malen.
Malen berharap masyarakat Bali bisa memaklumi proses pernikahannya yang digelar secara virtual.
"Saya lihat komentar netizen di media sosial pro kontra, padahal mereka tidak tahu yang sebenarnya terjadi.
Kalau tidak ada pandemi ini, kami tentu dengan senang hati melaksanakan pernikahan langsung tanpa harus melalui aplikasi," demikian Malen. (erwin widyaswara)