Najwa Shihab Wawancara Kursi Kosong, Anggota Dewan Pers: Jika Menteri Tak Bersedia Bisa Dirjen

Najwa Shihab Wawancara Kursi Kosong, Anggota Dewan Pers: Jika Menteri Tak Bersedia Bisa Dirjen

instagram@najwashihab
Najwa Shihab. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pers Asep Setiawan mengungkapkan penilaiannya terkait polemik tayangan wawancara kursi kosong Najwa Shihab karena Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tak hadir.

Asep mengatakan pandangan yang diungkapkannya bukan padangan resmi Dewan Pers.

Mengingat pengaduan terkait tayangan tersebut belum diterima Dewan Pers.

Asep menilai dalam polemik tersebut secara umum di satu sisi dari seorang jurnalis berkewajiban mendapatkan sumber A1 terhadap isu tertentu.

Apabila jurnalis tersebut tidak mendapatkan sumber A1 maka dia harus mendapatkan sumber A2, atau A3.

Menurutnya secara umum banyak cara yang bisa dilakukan seorang jurnalis untuk mendapatkan informasi kepada narasumbsr apabila narasumber menolak atau keberatan menjadi narasumber sebuah pemberitaan.

Hal itu diungkapkan Asep dalam tayangan bertajuk Bangku Kosong Najwa, Apa Yang Salah? dalam kanal Youtube Crosscheck Medcom Id, Minggu (11/10/2020).

"Apakah melalui Dirjennya, Kepala Humasnya, banyak hal yang bisa digali di situ. Itu tentu perofesionalisme jurnalis," kata Asep.

Kemudian, di sisi lain pejabat publik yang menjadi narasumber sebaiknya membuka ruang kepada pers untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan publik yang dibuatnya.

"Jadi kalau pejabat publik menurut pandangan saya pribadi sebaiknya membuka ruang juga kepada pers untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan publiknya sehingga tidak menjadi misinformasi," kata Asep.

Menurutnya secara pribadi tayangan wawancara kursi kosong Menkes Terawan yang dilakukan Najwa Shihab merupakan produk jurnalistik.

Hal itu didasarkannya pada verifikasi administrasi dan faktual terhadap Narasi TV.

Sebagai sebuah produk jurnalistik, kata Asep, ia terikat kode etik jurnalistik yang di antaranya harus akurat, berimbang, tidak menghakimi, dan tidak beritikad buruk.

"Kalau syarat-syarat ini dipenuhi maka itu yang disebut produk jurnalistik yang memenuhi syarat. Kalau ada kasus misalnya wawancara dilakukan imajiner, ini ada beberapa poin yang perlu dikaji dalam kode etik jurnalistik ini," kata Asep.

Terkait dengan itu menurut Asep produk jurnalistik berfungsi menyampaikan informasi.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved