Fakta Kasus Bunuh Diri di Bali & Tekanan di Tengah Pandemi, Hingga Oktober 2020 Terjadi 53 Kasus

Psikiatri dari Suryani Institute for Mental Health, Cokorda Bagus Jaya Lesmana mengungkapkan, sampai Oktober 2020 sudah ada 53 orang yang berhasil

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Psikiatri dari Suryani Institute for Mental Health, Cokorda Bagus Jaya Lesmana menjadi salah satu pembicara dalam bincang Santapan Jiwa dan Jasmani (Sanjiwani) dengan topik "bagaimana mencegah bunuh diri di tengah pandemi" yang tayang di Tribun Bali pada Selasa (13/10/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tahun 2020 menjadi ujian yang tak mudah bagi masyarakat di tengah Pandemi Coronavrus Disease 2019 (Covid-19).

Seluruh lapisan masyarakat mengalami kesulitan. 

Kendati demikian, setiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Bagi masyarakat yang rentan, bunuh diri menjadi salah satu jalan yang diambil guna menyelesaikan masalah. 

Psikiatri dari Suryani Institute for Mental Health, Cokorda Bagus Jaya Lesmana mengungkapkan, sampai Oktober 2020 sudah ada 53 orang yang berhasil melakukan bunuh diri.

Apalagi situasi ini terjadi merata di seluruh kabupaten/kota yang ada di Pulau Dewata.

"Ini menandakan bahwa bunuh diri ini tidak memandang apakah dia di kabupaten kaya atau di kabupaten miskin atau tingkat pendidikan yang tinggi atau pendidikan yang rendah," kata Cok Lesmana saat bincang Santapan Jiwa dan Jasmani (Sanjiwani) dengan topik "bagaimana mencegah bunuh diri di tengah pandemi" bersama Tribun Bali yang tayang pada Selasa (13/10/2020).

Dirinya menuturkan, keputusan untuk bunuh diri bisa dilakukan oleh semua orang dari berbagai lapisan.

Situasi pandemi Covid-19 menyebabkan tekanan masyarakat menjadi lebih berat, sehingga bagi mereka yang memiliki kerentanan bakal lebih mudah memilih jalan bunuh diri.

Hal ini lebih mudah lagi dialami oleh masyarakat yang sudah mempunyai ciri psikopatologi dalam dirinya, maka akan lebih mudah untuk memilih mengakhiri hidupnya.

Cok Lesmana menuturkan, belakangan ini beberapa alasan bunuh diri dikarenakan alasan tidak memiliki pekerjaan di tengah pandemi.

Selain itu, mereka yang bunuh diri juga terjadi karena kesulitan dalam menyelesaikan tugas seperti skripsi.

Bunuh diri juga bisa dialami karena beban romantisme seperti diputuskan oleh pacar.

"Itu hal yang sederhana terkesan, tetapi buat orang tersebut mungkin dengan adanya tekanan atau kondisi pandemi ini menjadi hal yang luar biasa," jelasnya.

Berbagai hal-hal yang dianggap sederhana, jelas Cok Lesmana, memang bisa menjadi pemicu bagi seseorang untuk melakukan bunuh diri, meskipun hal itu sebenarnya sebagai suatu hal yang sangat kompleks.

"Bunuh diri ini merupakan suatu keadaan yang emergency buat kami di psikiatri (atau) gawat darurat. Artinya perlu penanganan segera. Kalau kita abaikan (dan) menganggap menjadi suatu hal yang main-main maka akan berakhir pada hal yang buruk bagi orang tersebut," tuturnya.

Baginya, sebelum orang memilih jalan bunuh diri maka yang bersangkutan biasanya akan berpikir, apakah akan melakukan langkah tersebut atau justru mengurungkan niatnya.

Bunuh diri ini, kata dia, dimulai dari pikiran sehingga apabila pemikiran tersebut ada maka akan mencoba bertindak.

Jika seseorang sudah bertindak untuk melakukan bunuh diri, hanya ada dua pilihan yakni berhasil atau tidak.

"Pilihannya hanya itu saja," kata Cok Lesmana yang juga akademisi Universitas Udayana (Unud) itu.

Kejadian bunuh diri di Bali sebenarnya berbanding terbalik dengan keberadaan Pulau Dewata yang juga dianggap sebagai pulau surga.

Seharusnya, masyarakat Bali tidak memilih jalan bunuh diri dan bisa menikmati keindahan, kenyamanan, kedamaianan yang dilabelkan kepada Bali.

Terlebih, sebanyak 53 kejadian bunuh diri tersebut adalah kasus yang berhasil.

Padahal, menurut Cok Lesmana, kasus percobaan bunuh diri ibarat seperti gunung es dan hanya diketahui yang berhasil melakukannya.

Sedangkan masyarakat yang sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri dan gagal tentu tidak diketahui datanya. 

"Yang mencoba (bunuh diri) tetapi tidak berhasil kan tidak dilaporkan. Itu juga perlu diperhatikan," tegas Cok Lesmana.

Kontak bantuan

Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.

Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.

Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.

Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling,

Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini: https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved