Terkait Proyeksi IMF terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia -1,5% Tahun 2020, Ini Kata Ekonom

Melansir dari laporan World Economic Outlook (WEO) Oktober 2020, Selasa (13/10/2020) IMF memproyeksikan di tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia

Editor: Wema Satya Dinata
THINKSTOCKS
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. 

TRIBUN-BALI.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi hingga -1,5% pada tahun 2020 ini.

Angka ini merevisi laporan Juni 2020, ekonomi Indonesia bakal tumbuh -0,3% tahun ini.

Namun tahun depan, ekonomi Indonesia diprediksi akan bangkit.

Melansir dari laporan World Economic Outlook (WEO) Oktober 2020, Selasa (13/10/2020) IMF memproyeksikan di tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6,1%.

Baca juga: Lantik Dewan Kesenian Blambangan, Bupati Anas: Seni Budaya Instrumen Kekompakan dan Kemajuan Daerah

Baca juga: Komite FAL Bandara Ngurah Rai Siap Terapkan Prokes dalam Pemberlakuan Permenkumham 26/2020

Baca juga: Inventarisir Permasalahan dan Potensi di Kelurahan, Bupati Suwirta Pimpin Program Bedah Kelurahan

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai, adanya revisi proyeksi IMF untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 dinilai tidak terlalu jauh dari proyeksi dari berbagai institusi seperti  World Bank hingga Kementerian Keuangan.

Sebagai informasi, World Bank juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran -1,6% hingga -2,0%

Sementara itu, Kementerian Keuangan memproyeksikan pertumbuhan dari -0,6% hingga -1,7%.

Sehingga menurut Josua, pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 tidak lepas dari pertumbuhan negatif di kuartal 2-2020 bahkan juga di kuartal 3-2020.

“Hal ini karena masih lambatnya pemulihan yang didorong oleh masih terbatasnya aktivitas ekonomi di kawasan pulau Jawa seiring dengan angka Covid-19 yang masih tinggi,” jelas Josua saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (14/10/2020).

Sehingga, perlambatan tersebut kemudian diperparah  oleh adanya penerapan PSBB di awal September ini.

 Adapun terbatasnya aktivitas ekonomi ditandai oleh tingkat deflasi yang terjadi pada tiga bulan berturut-turut.

“Dengan masih terbatasnya aktivitas ekonomi di berbagai sektor, pemerintah perlu mengoptimalkan realisasi penyerapan PEN khususnya pembiayaan korporasi dan UMKM,” katanya.

Sebab anggaran PEN untuk sisi produksi atau supply side juga masih rendah dibanding dengan realisasi anggaran PEN untuk demand side seperti bantuan sosial.

Josua menyebutkan, apabila memang terhambat dengan regulasi untuk realisasi anggaran PEN untuk supply side, maka demi menopang ekonomi mungkin pemerintah perlu mengalihkan anggaran untuk perluasan bantuan sosial.

Baca juga: Dicopot dari Jabatan Wakapolres, Kompol N: Istri Polisi itu Masuk ke Ruangan Lalu Pegang Alat Vital

Baca juga: Peternak Sapi di Bangli Keluhkan Minimnya Stok Straw

Baca juga: 4 Pasangan Zodiak yang DItakdirkan Bersama, Hubungan Virgo dan Libra Penuh Cinta dan Kuat

“Sehingga meskipun aktivitas bisnis masih melambat, namun setidaknya konsumsi masyarakat dapat terjaga, dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi di jangka pendek,” tutupnya.(*)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved