Pura di Bali
Mengenal Sisi Lain Pura Agung Jagatnatha, untuk Menjembatani Aspek Religius Anak Rantau di Denpasar
Selain kaula muda, warga Kota Denpasar, banyak anak rantau yang tinggal di Denpasar menyempatkan diri sembahyang ke Pura Agung Jagatnatha.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Sementara itu, di sisi lain karena mewabahnya pandemi Covid-19 di Bali. Aktivitas di Pura Agung Jagatnatha pun dibatasi dari keramaian.
Terlihat penerapan protokol kesehatan juga dilakukan, satu diantaranya dengan tersedianya wastafel tempat cuci tangan lengkap dengan sabun.
“Sekarang dibatasi yang sembahyang di dalam pura, sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Jadi di pura maksimal di dalam itu hanya 50 orang, karena menjaga agar tidak ada klaster penularan baru,” tegasnya.
Protokol lainnya, adalah dengan menyediakan thermo gun saat piodalan, atau rainan Hindu di Bali. Serta pembatasan fisik di dalam pura, sesuai jarak aman yang ditentukan.
Dalam waktu dekat, di Pura Agung Jagatnatha juga akan diselenggarakan pujawali.
“Pujawali pas Tumpek Klurut akhir Oktober 2020 di Purnama kelima,” sebutnya.
Pujawali seperti piodalan setiap tahun sekali. Kegiatan pujawali kali ini pun, kata dia, dibatasi untuk mengantisipasi kerumunan orang. Satu diantaranya penyineban (penutupan upacara) hanya sampai jam 5 sore saja.
Sementara sebelum Covid-19 melanda Bali, pujawali biasanya nyejer selama 3 hari. Guna memberikan kesempatan, kepada masing-masing kecamatan di Denpasar untuk warganya tangkil ke pura. Baik itu warga dari Denpasar Barat, Timur, Utara, dan Denpasar.
“Tapi karena sekarang situasi pandemi Covid-19 personel dan prosesi upacara dipersingkat. Tapi banten upakara tetap lengkap,” tegasnya.
Hanya saja, tidak diisi dengan ilen-ilen di luar upakara seperti tabuh, tarian rejang, dan lain sebagainya. Hanya inti pokok dari pujawali itu saja.
Selain itu, ketika rainan Purnama dan Tilem pun pecalang tetap berjaga dengan thermo gun.
Kemudian pembawa acara juga terus mengingatkan, agar semua pamedek menjaga protokol kesehatan.
Tempat duduk diatur sesuai garis yang ditentukan. Agar tidak ada kerumuman dan tetap jaga jarak.
“Dahulu mungkin bisa 24 jam, khususnya saat Siwaratri dan Saraswati. Tetapi karena pandemi sekarang hanya sampai jam 9 malam maksimal sudah dikunci,” tegasnya.
Pemangku pun dibekali hand sanitizer dan masker, agar tetap terjaga kesehatannya di masa pandemi ini.