Demo Penolakan UU Omnibus Law
BREAKING NEWS - Solidaritas Aliansi Rakyat Pro Demokrasi Gelar Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law
Solidaritas Aliansi Rakyat Pro Demokrasi menggelar unjuk rasa di Parkir Timur Lapangan Puputan Margarana Renon, Kota Denpasar, Bali
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gelombang aksi penolakan terhadap disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR RI terus mengalir dari elemen masyarakat.
Seperti yang dilakukan aliansi masyarakat tergabung dalam Solidaritas Aliansi Rakyat Pro Demokrasi (SANTI).
SANTI menggelar unjuk rasa di Parkir Timur Lapangan Puputan Margarana Renon, Kota Denpasar, Bali, Jumat (16/10/2020) siang ini.
Mereka membentangkan spanduk dan mengusung banner bernada penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah.
Baca juga: Profil Chen EXO, Member EXO yang Mulai Wamil Akhir Oktober
Baca juga: 20 Warga Terjaring Operasi Yustisi di Desa Banyubiru Jembrana
Baca juga: Promo Indomaret 16 Oktober 2020, Susu Beli 2 Gratis 1, Diskon Minyak Goreng, Beras dan Mi Instan
Aksi tersebut mendapat kawalan dari kepolisian, TNI dan Satpol PP.
Tak hanya di satu titik, aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi mereka lakukan secara long march hingga depan Kantor DPRD Provinsi Bali.
Sang orator di atas mobil komando menyampaikan, disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurma DPR RI merupakan bentuk kesewenang-wenangan kekuasaan dalam membuat peraturan karena tidak melibatkan masyarakat.
Selain terkesan terburu-buru, para peserta aksi juga menduga ada kepentingan lain oleh para wakil rakyat.
"Kita di sini untuk menolak Omnibus Law, di dalam UU sapu jagat terdapat pasal bermasalah, terkesan diburu-buru, diselesaikan dalam waktu singkat, tidak melibatkan partisipasi publik," seru orator demo.
Ia menilai, jika Omnibus Law Cipta Kerja diimplementasikan, maka berpotensi merusak negara, merugikan masyarakat dan dinilai cacat hukum, hal ini yang menjadi dasar elemen masyarakat ini berlomba-lomba menggelar aksi penolakan.
"Tidak ada yang bisa menolak kita berdemonstrasi, demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara. Penyusunan RUU Ciptaker ini melanggar hukum. DPR dalam menyusun tidak melibatkan partisipasi publik. Ada berapa draft yang keluar ? ada yang berisi 100, ada yang 900, ada yang 800. Untuk apa sebenernya maksudnya, kalau tidak ada kepentingan tersembunyi, untuk itu kita menolak," tegasnya.
Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 semestinya pemerintah mengutamakan bagaimana mencari jalan keluar dan solusi untuk menanggulangi pandemi yang berdampak pada ekonomi serta kehidupan bermasyarakat.
"Bukan malah membuat suatu kebijakan dalam bentuk UU Cipta Kerja yang terlebih penyusunan dan pengesahannya mengkebiri partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi," tuturnya. (*).