Kondisi Pertanian Bali Tak Berubah Selama 100 Tahun, Prof Rai Tunjukkan Buktinya Lewat Buku Ini

sebab belum ada teknologi atau mesin yang canggih diterapkan dalam pertanian Bali seperti di berbagai negara lain.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Prof. I Nyoman Rai 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kondisi pertanian di Indonesia, termasuk Bali, dinilai tidak ada perubahan dari 100 tahun yang lalu.

Dalam buku "The Great Culture of Isle of Java" karya Fokken pada 1910 menunjukkan sebuah foto para petani yang sedang bekerja di sawahnya dengan cara tradisional.

Kondisi itu terlihat hampir sama seperti sekarang, sebab belum ada teknologi atau mesin yang canggih diterapkan dalam pertanian Bali seperti di berbagai negara lain.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Prof. I Nyoman Rai yang menunjukkan foto tersebut pun mengatakan, bahwa hampir tidak ada yang berubah dengan kondisi pertanian di Bali.

Baca juga: Bantuan Mengalir ke Dua Anak Yatim Piatu, Anggota DPRD Tabanan Beri Pendampingan Sebagai Ayah Asuh

Baca juga: Disdukcapil Denpasar Gelar Program Jemput Bola Pelangi di Pemogan, 24 Orang Lakukan Perekaman E-KTP

Baca juga: Berikut Rekomendasi Ponsel Berbagai Merek dengan Harga Rp 1 Jutaan di Pasar Indonesia

Terlebih, pertanian saat ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap benih impor, pupuk anorganik dan hormon penumbuh, pestisida, hingga tenaga kerja yang berasal dari luar Bali.

Prof Rai menegaskan, kondisi ini bisa semakin mendekatkan masyarakat atas ancaman krisis pangan.

Oleh karena itu, ia mengajak agar kondisi pertanian di Bali bisa berubah, yakni dengan menerapkan pertanian di tengah perkotaan dan dibarengi dengan penggunaan teknologi informasi.

"Must be change, kita harus berubah. Biar tidak pertanian kita hanya diisi kakek tua dengan wajah lusuh, bermandi keringat," kata Prof Rai dalam Diskusi Hari Pangan yang diikutinya secara virtual, Minggu (18/10/2020).

Dekan Fakultas Pertanian Unud 2012-2015 dan 2016-2019 itu menjelaskan, keberadaan kondisi pertanian Bali harus diubah dengan reformulasi citra atau pola pikir (mindset).

Pertanian, kata dia, jangan selalu dikonotasikan dengan kemiskinan, kebodohan, kotor atau hal lainnya yang terkesan jelek.

Pola pikir yang keren, memiliki prestise tinggi dan pendapatan yang tidak kalah dengan sektor lain seperti pariwisata dan kapal pesiar harus ditanamkan dalam bidang pertanian.

Apalagi jika tidak ada ada pertanian, maka dipastikan tidak akan ada makanan dan kehidupan.

 Bagi Bali sendiri, jika pertanian hilang maka juga akan menghilangkan kebudayaan dan pariwisata.

Hal itu dikarenakan pertanian telah menjadi penyokong keberadaan budaya yang melatarbelakangi lahirnya pariwisata Bali.

Baca juga: 5 Zodiak yang Punya Kepribadian Keren, Leo yang Populer Selalu Bikin Iri Orang Lain

Baca juga: Dua Wanita Ditemukan Tewas dalam Kondisi Berpelukan, Ruko Dilalap Si Jago Merah

Baca juga: Jero Made Bayu Gendeng: Ada Energi Kuat yang Melindungi Bali

"Bali agriculture should be managed with hi-tech, hi-touch, IT, smart farming/ 

precision agriculture with a partnership pattern on a communal scale," tegasnya.

Oleh karena itu, pertanian Bali yang selama 100 tahun tidak ada perubahan, kini harus diubah dengan teknologi dan sentuhan tingkat tinggi sebagai upaya menjawab ancaman krisis pangan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved