Admin Grup STM yang Provokasi Demo Ricuh Ternyata Masih di Bawah Umur
Dari tujuh orang yang ditangkap, tiga di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Tak hanya membuat seruan demo ricuh, mereka juga mengajak para pelajar STM dan SMK melawan polisi.
”Di FB ajakannya, dia (polisi) pakai senjata milik negara kok salah digunakan. Ayo tanggal 20 kita lakukan. Bermacam-macam tulisannya. Ada bawa barang senjata tajam. Kemudian jangan gentar," imbuhnya.
Akun yang bersangkutan juga mengunggah daftar barang-barang yang mesti dibawa saat demo.
Mulai dari masker, kacamata renang, odol, hingga raket.
"Kenapa bawa raket? Raket itu nanti kalau dilempar gas air mata dipukulkan, akan ditamplek kembali (ke arah aparat)," ucap Argo.
Adapun tersangka FN merupakan admin dari akun Instagram @panjang.umur.perlawanan. Bocah di bawah umur itu dinilai melakukan provokasi melalui postingan di akun tersebut yang mengakibatkan demo Omnibus Law menjadi rusuh.
Argo kemudian mengungkapkan sejumlah postingan akun tersebut yang dianggap provokasi.
”Contoh ada 'selamat datang di bulan kehancuran kawan, yang di mana kita sudah tidak percaya pada negara dan di sini awal kehancuran dimulai' yang like 7.000 lebih. Dan ada foto bagaimana membubarkan diri. Ajakan-ajakan ini dan yang like 2.000,” kata Argo.
Selain itu, akun tersebut juga mengajak para pengikutnya untuk ikut demo serentak pada 20 Oktober di Jakarta dan Bogor serta wilayah lainnya yang dipusatkan di DPRD masing-masing.
Dalam membangkitkan rasa perlawanan pada demo kemarin, akun tersebut banyak memposting video maupun foto kerusuhan saat demo pada 8 Oktober lalu di Instagram.
”Ini contoh akun Instagram di-repost kembali. Ini aksi kerusuhan yang di-repost kembali untuk membangkitkan semangat kawan-kawannya. Jadi hampir semua video maupun map, foto itu di-repost kembali untuk kegiatan yang tanggal 8 Oktober itu dan harapan mereka mengajak untuk hari ini turun," kata Argo.
Meski para pelaku masih berstatus di bawah umur, Argo memastikan pihaknya akan tetap memproses tersangka tersebut.
Namun Argo mengatakan pendekatan proses hukum yang akan diterapkan kepada anak tersebut akan berbeda dengan tersangka orang dewasa.
"Ini karena (tersangka) adalah anak berhadapan dengan hukum, tentunya perlakuannya akan berbeda dengan seorang dewasa, baik itu dalam pemeriksaannya, semuanya itu kita menggunakan teknis dari penyidikan bagaimana biar anak ini bisa menyampaikan secara jujur," terang Argo.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 dan atau Pasal 207 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.(tribun network/igm/dod)