Naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja Kembali Berubah, Pakar Hukum Tata Negara: Ini Memalukan
Naskah Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu terus mengalami perubahan substansi.
Mensesneg klaim hanya beda format
Mensesneg Pratikno pun angkat suara soal perbedaan halaman antara naskah yang diserahkan DPR ke Presiden, dengan naskah yang terbaru.
Ia memastikan bahwa substansi keduanya sama meski memiliki jumlah halaman yang berbeda.
“Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden,” ucap Pratikno, Kamis (24/10/2020).
Baca juga: Naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman, Ada Pasal yang Hilang
Perbedaan halaman yang cukup signifikan, sebut Pratikno, terjadi karena adanya perbedaan format yang digunakan.
Menurut dia, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dulu oleh Kemensetneg agar siap diundangkan.
Ada pasal yang dihapus
Namun dari hasil penelusuran, diketahui ada pasal yang dihapus dari naskah UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana.
Pasal yang dihapus adalah ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Namun aturan itu tak ada lagi dalam UU Cipta Kerja terbaru versi 1.187 halaman.
Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas membenarkan adanya penghapusan pasal itu.
Menurut dia, sejak awal sudah ada kesepakatan di dalam rapat panitia kerja untuk menghapus pasal itu.
Namun, pada naskah yang 812 halaman, pasal itu masih tercantum.
Baca juga: Tentang PKWT, Begini Skema Kontrak Kerja & Pengangkatan Karyawan Tetap dalam UU Cipta Kerja
"Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharunya memang dihapus,” kata dia.
Supratman menjelaskan, substansi pasal itu berkaitan dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Menurut dia, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambah satu ayat.
Namun, usulan tersebut tidak disepakati sehingga tak perlu ada perubahan dalam Pasal 46 UU Migas.