Kisah Lucu Letkol Revilla di Sudan, Minta Kerokan Perwira Gambia Tapi Kaget Melihat Hasilnya Ini
Bertugas di sebuah negara di benua Afrika perlu tekad kuat untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan budaya setempat.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA -- Bertugas di sebuah negara di benua Afrika perlu tekad kuat untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan budaya setempat.
Begitu pula yang dilakukan Letnan Kolonel (Sus) Revilla Oulina Piliang (46), Chief U9 United Nation African Union Mission (UNAMID) di Sudan ketika bertugas pada tahun 2017-2018.
Dia perlu menyesuaikan diri mulai dari urusan makan, tempat tinggal dan kebiasaan lainnya.
“Pertama datang di Sudan, saat itu bulan puasa. Panas 50 derajat Celcius. Saking panasnya AC terasa kurang dingin,” kenang Villa, panggilan akrab Revilla Oulina, dalam wawancara dengan Tribun Network, di Jakarta, Jumat (23/10).
Pada saat berbuka puasa Villa disuguhi nasi dalam piring besar plus daging ayam.
“Ketika saya makan, rasanya hambar, tidak berasa. Mungkin beda selera. Akibatnya saya berhenti makan. Namun di hari-hari kemudian, mau tidak mau saya harus menyesuaikan selera makan,” katanya.
Baca juga: Kisah Letkol Revilla Oulina, TNI Perempuan Pertama yang Mendapat Tugas Sebagai Chief di Sudan
Baca juga: Kisah Srikandi Indonesia Didapuk Jadi Komandan Pasukan PBB, Letkol Revilla Ungkap Suka Duka di Sudan
Baca juga: Jadi Pasukan Perdamaian PBB,Prajurit TNI AD Serma Rama Wahyudi Gugur Akibat Serangan Milisi di Kongo
Ada pengalaman menarik ketika Villa mengalami sakit ringan.
Meski telah berobat ke dokter namun sakit ringan sejenis masuk angin itu tidak kunjung sembuh.
Villa kemudian teringat kebiasaan kerokan ketika masuk angin. Namun, ia bingung, siapa yang bisa dimintai tolong untuk ngerokin.
“Kemudian saya kontak seorang perempuan asal Gambia berpangkat mayor. Awalnya dia menyarankan saya berobat ke rumah sakit. Padahal dia saya minta datang untuk ngerokin,” ujarnya.
Tentu saja perempuan Gambia itu bingung, bagaimana cara mengerok. Villa mengajari cara kerokan.
"Dia tanya, what's that kerokan? Lalu saya ajari dia. Ternyata hasil kerokan itu badan saya memerah, sehingga dia terkejut."
"Oh My God, blood, blood, go to hospital (astaga, ada darah, ayo kita ke rumah sakit), kata dia begitu. Saya bilang tidak masalah. Dia terkejut karena warna merah itu, dikiranya darah,” tutur Villa.
Sang teman surprise ketika keesokan harinya melihat Villa sudah fit kembali setelah kerokan.
“Esoknya saya bilang kepada dia, kondisi saya sudah baik. Ternyata metode tradisional berhasil ya, kata dia. Jadi dia tahu kerokan itu apa dari saya,” kata Villa sambal tertawa.
Selama bertugas di Sudan, Villa tinggal di sebuah rumah menyerupai kontainer, tak jauh dari kantornya dan berada dalam kompleks Markas Besar UNAMID.
Tempat tinggal itu kedap debu serta dilengkapi AC, lemari, kasur, sofa, dan televisi.
Untuk semua fasilitas akomodasi itu Villa harus membayar uang sewa 600 dolar AS (setara Rp 8,7 juta) per bulan. Pembayaran untuk akomodasi itu dipotong langsung dari gaji yang diberikan PBB.
Meski berada dalam kompleks Markas Besar UNAMID, bukan berarti tempat tinggal para personel dari berbagai negara itu aman dari tangan jahil. Banyak rekan Villa kehilangan sejumlah barang berharga di tempat tinggalnya.
Selama hari libur apa yang Anda lakukan?
“Di sana weekend itu Jumat dan Sabtu. Terkadang saya ikut satgas pergi ke pasar setempat. Warga setempat jualannya di tengah padang pasir,” kata alumnus Universitas Bung Hatta, Padang itu.
Diungkapkannya, di Kota di Al-Fashir tidak ada mall dan ada prosedur keamanan ketat bagi personel UNAMID ketika hendak keluar dari markas.
“Anggota pasukan perdamaian PBB, khususnya perempuan harus tinggal di dalam (kamp). Dari negara lain, semisal China semuanya wajib di dalam, baik pria maupun perempuan,” katanya.
Villa mengungkapkan selama bertugas di Sudan ia tidak pernah terjebak dalam kontak senjata.
“Kontak senjata terjadi di wilayah sektor yang jaraknya cukup jauh dari markas besar. Di kawasan saya bertugas tidak pernah terjadi kontak senjata,” jawabnya.
Pengalaman menarik lainnya, Villa pernah mabuk udara dua kali padahal dia personel TNI AU.
“Pilotnya orang Kanada sengaja melakukam manuver naik turun secara tajam sehingga membuat kami pusing dan mabuk udara,” ujar Villa.
Pesawat itu hanya berkapasitas 15 orang dan tanpa dilengkapi pintu pemisah dengan cockpit.
“Jadi ketika kami mabuk udara, pilot langsung menoleh kepada kami dan bertanya, are you alright (apa kamu baik-baik saja). Saya dongkol sekali, baru kali itu saya mabuk udara,” katanya. (lusius genik)