Kasus Suap Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Potong Jatah Irjen Napoleon
Ia bahkan sempat ”memotong” jatah suap yang seharusnya diperuntukkan bagi Irjen Napoleon Bonaparte.
Kasus Suap Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Potong Jatah Irjen Napoleon
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Brigjen Prasetijo Utomo didakwa menerima suap miliaran rupiah dari Djoko Tjandra terkait upaya membantu pengurusan penghapusan nama buron kasus cessie (hak tagih) Bank Bali itu dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam usahanya itu, Prasetijo meminta 'jatah' suap (persenan) karena ikut membantu menghapus nama Djoko Tjandra dari buronan Interpol.
Ia bahkan sempat ”memotong” jatah suap yang seharusnya diperuntukkan bagi Irjen Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Baca juga: Waspada, Begal Sepeda Incar Pesepeda Seorang Diri di Rute Sepi
Baca juga: Sandiaga Uno, Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawansa Masuk Bursa Calon Ketum PPP
Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan untuk Brigjen Prasetijo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/11/2020).
Dalam dakwaannya itu, Jaksa membeberkan peran Brigjen Prasetijo sebagai pihak yang mengenalkan Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebagai Kadivhubinter Polri.
Tommy sendiri merupakan rekanan Djoko Tjandra yang dimintai bantuan untuk mengurus tentang penghapusan red notice Interpol dan status Djoko Tjandra sebagai DPO.
Tak hanya mengenalkan Tommy kepada Napoleon, Brigjen Prasetijo disebut juga pernah memerintahkan anak buahnya untuk mengedit surat permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter Polri dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran.
"Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui WhatsApp berisi file surat dari saudara Anna Boentaran, istri Joko Soegiarto Tjandra yang kemudian terdakwa Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes, dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter. Setelah selesai diedit Brigadir Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo, yang selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Setelah itu barulah Brigjen Prasetijo mengenalkan Tommy pada Irjen Napoleon.
Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan, red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan uang Rp 3 miliar.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," kata jaksa.
Seusai pertemuan itu, Tommy menghubungi Djoko Tjandra yang saat itu berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Djoko lantas mengirimkan uang 100 ribu dolar AS ke Tommy melalui sekretarisnya bernama Nurmawan Francisca.
Tommy yang ditemani Brigjen Prasetijo lantas menyerahkan uang itu ke Napoleon.