UU Cipta Kerja Sah, Kini Semua Jenis Pekerjaan Terancam Sistem Outsourcing, Ada Peluang Untuk TKA
Selama PP belum terbit, perusahaan berhak untuk memberlakukan sistem outsourcing kepada unit kerja yang berhubungan langsung dengan produksi.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Meski menuai kontroversi dan polemik, UU Omnibus Law Cipta Kerja kini tetap ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Undang-undang sapu jagat ini pun sudah mulai berlaku kemarin (2/10/2020).
Salah satu isi Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dipersoalkan adalah menghapus ketentuan jenis pekerjaan yang boleh diberlakukan sistem alih daya (outsourcing) sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Adana penghapusan tersebut terlihat dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja yang menyatakan mengubah ketentuan lama di Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Baca juga: Unduh di Sini, Isi Lengkap UU Cipta Kerja Final 1.187 Halaman yang Sudah Diteken Jokowi
Awalnya di Pasal 66 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan berbunyi pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Namun, di Pasal 81 UU Cipta Kerja, ketentuan tersebut dihilangkan dan dijelaskan lebih lanjut ihwal perlindungan hak buruh dan pekerja akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca juga: Penyiaran TV Analog akan Segera Mati Setelah Jokowi Tanda Tangan UU Cipta Kerja
Kendati demikian, selama PP belum terbit, perusahaan berhak untuk memberlakukan sistem outsourcing kepada unit kerja yang berhubungan langsung dengan produksi.
Hal itu terjadi karena ketentuan yang mengatur pemberlakuan sistem outsourcing hanya untuk pekerjaan yang tidak berkaitan langsung dengan produksi telah dihapus.
Seperti diketahui, buruh atau pekerja yang melakukan pekerjaan outsourcing memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan karyawan kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan karyawan tetap di perusahaan.
Penghasilan karyawan outsourcing pun banyak dipotong karena harus berbagi dengan perusahaan penyedia SDM.
Selain itu karyawan outsourcing juga kerap tak mendapat jaminan perlindungan sosial serta tunjangan lain yang diterima karyawan kontrak atau tetap.
Salah satu kekhawatiran mengenai kehadiran UU Cipta Kerja adalah beleid yang memudahkan tenaga kerja asing untuk beroperasi dan bekerja di Indonesia.
Apakah kekhawatiran itu punya dasar?
Tentu saja, perlu dilihat aturan mengenai TKA dalam UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, aturan mengenai penggunaan TKA diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 49 UU Ketenagakerjaan.
Dalam UU Cipta Kerja, aturan ini diubah dalam Pasal 81 poin 4 hingga.
Terlihat sejumlah perubahan yang membuat penggunaan TKA di Indonesia semakin mudah.
Berikut paparannya.
1. Izin dipermudah
Dalam UU Ketenagakerjaan, TKA wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat terkait.
Ketentuan ini ada dalam Pasal 42 Ayat (1).
Sejumlah izin itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, antara lain Visa Tingga; Terbatas (Vitas), Rencana Penggunaan TKA, dan Izin Menggunakan TKA.
Akan tetapi, ketentuan ini diubah dalam UU Cipta Kerja, sehingga TKA hanya perlu memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA).
Berikut perubahan Pasal 42 Ayat (1) tersebut: "Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat".
2. Permudah direksi, komisaris, hingga pemegang saham asing
Pada UU Ketenagakerjaan, izin tertulis dipermudah hanya untuk pegawai diplomatik dan konsuler.
Hal ini tercantum dalam Pasal 42 Ayat (3). Akan tetapi, di UU Cipta Kerja, hal ini diperluas.
Bukan hanya tidak perlu mendapatkan izin tertulis, bahkan ada sejumlah posisi yang tidak perlu memiliki RPTKA, seperti direksi, komisaris, atau pemegang saham.
Berikut aturan dalam Pasal 42 Ayat (3):
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
3. Detail RPTKA dihapus
Dalam UU Ketenagekerjaan, terdapat aturan detail mengenai RPTKA.
Hal ini tercantum dalam Pasal 43. Keterangan yang perlu dicantumkan itu antara lain mengenai alasan penggunaan TKA, jabatan atau kedudukan TKA dalam struktur perusahaan, jangka waktu kerja, hingga penunjukan TKA WNI sebagai pendamping.
Namun, keterangan detail mengenai RPTKA dalam Pasal 43 UU Ketenagakerjaan itu dihapus dalam UU Cipta Kerja.
4. TKA dilarang jabatan personalia
Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan ini terdapat dalam perubahan terhadap Pasal 43 Ayat (5) UU Ketenagakerjaan.
" Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurLlsi personalia," demikian ketentuan dalam UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, ketentuan ini ada dalam Pasal 46 UU Ketenagakerjaan.
Dengan adanya ayat itu, maka Pasal 46 UU Ketenagakerjaan dihapus di UU Cipta Kerja.
5. Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi dihapus
Dalam UU Ketenagakerjaan, hal ini tercantum dalam Pasal 44.
Akan tetapi, UU Cipta Kerja menghapus ketentuan ini.
6. Dihapusnya ketentuan perusahaan wajib memulangkan TKA
Ketentuan ini sebelumnya tercantum dalam Pasal 48 UU Ketenagakerjaan.
Isi beleid itu: "Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asingke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir".
Aturan ini dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Draf UU Cipta Kerja
Kementerian Sekretariat Negara telah mengunggah draf UU Cipta Kerja di situsnya pada Senin (2/11/2020) malam.
Sebelum resmi dirilis pemerintah, beredar UU Cipta Kerja dalam berbagai versi dengan jumlah halaman yang berbeda-beda.
Berikut ini tautan untuk mengunduh UU Cipta kerja atau yang memiliki nama resmi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan 1.187 halaman final dalam versi PDF ( UU Cipta Kerja 1.187 halaman):
>>>>Link Download UU Cipta Kerja (download UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja<<<<<
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pembentukan undang-undang bertujuan untuk:
a. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
c. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta industri nasional dan;
d. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
"Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal 186 undang-undang Cipta Kerja.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UU Cipta Kerja Berlaku, Semua Jenis Pekerjaan Terancam Sistem Outsourcing"