Pipres Amerika Serikat
Hasil Pilpres Amerika Serikat 2020: Raihan Suara Joe Biden 264, Kurang 6 Jadi Presiden Baru AS
Hasil Pilpres Amerika Serikat 2020. Biden hanya kurang enam suara untuk menjadi Presiden baru Amerika Serikat. Peluangnya sebagai presiden baru AS
Penulis: Sunarko | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM – Update Hasil Pilpres Amerika Serikat Kamis (5/11/2020).
Joe Biden unggul dengan jumlah 264 suara dari Donald Trump yang memperoleh 214 suara, hingga Pukul 07.05 Wita berdasarkan live AP.
Belum ada kandidat yang memperoleh 270 suara dari Electoral College yang diperlukan untuk memenangkan kursi Gedung Putih.
Biden hanya kurang enam suara untuk menjadi Presiden baru Amerika Serikat.
Peluangnya sebagai presiden baru AS lebih besar untuk sementara ini, sedangkan Trump makin menunjukkan tanda-tanda kekalahan.
Baca juga: Skenario Kiamat Terburuk Pilpres AS Joe Biden Vs Donald Trump yang Ditakutkan Rakyat Mulai Terjadi
Baca juga: BREAKING NEWS: Tanda-tanda Akan Kalah, Trump Ajukan Gugatan
Ada margin ketat di beberapa negara bagian yang jadi medan pertempuran kedua kandidat.
Dikutip dari cnbctv18.com, penasihat teratas untuk Biden dan Trump masing-masing menyatakan keyakinan bahwa mereka memiliki jalan yang lebih mungkin menuju kemenangan.
Menurut AP, kubu kampanye Donald Trump saat ini sedang ajukan gugatan untuk menghentikan penghitungan suara di Negara Bagian Michigan dan Pennsylvania, karena isu "kurangnya" transparansi.Kubu Trump sedang mengupayakan agar Mahkamah Agung AS melakukan intervensi terkait penghitungan suara yang sedang berjalan.
Baca juga: Tergeser Joe Biden, Donald Trump: Satu Per Satu, Mereka Mulai Menghilang Secara Ajaib
Untuk kedua negara bagian itu, pihak Trump menuntut akses yang lebih baik bagi pengamat kampanye ke lokasi di mana surat suara sedang diproses dan dihitung.
Kubu Trump meminta Mahkamah Agung untuk menentukan apakah surat suara yang diterima hingga tiga hari setelah pemilihan dapat dihitung, demikian kata Justin Clark, wakil manajer kampanye Trump.
Suara Trump berada sedikit di belakang calon dari Partai Demokrat Joe Biden di Michigan. Sedangkan di Pennsylvania, Trump berada di depan.
Namun, margin keunggulan Trump di sana menyusut setelah lebih banyak surat suara yang dikirim lewat pos, dihitung
Sejauh ini tidak ada laporan kecurangan atau segala jenis masalah terkait surat suara di Pennsylvania.
Baca juga: Tergeser Joe Biden, Donald Trump: Satu Per Satu, Mereka Mulai Menghilang Secara Ajaib
Negara bagian itu memiliki 3,1 juta surat suara yang membutuhkan waktu untuk dihitung. Surat suara tersebut dimungkinkan untuk dihitung hingga Jumat jika diberi cap pos sebelum 3 November.
Hingga saat ini, perhitungan suara masih berlangsung.
Masih ada empat negara bagian yang belum merampungkan perhitungan suara.
Antara lain, Carolina Utara, Georgia, Nevada, dan Pennsylvania.
Sebelumnya, Trump sempat mendominasi suara di Michigan dan Nevada, namun kini berbalik diungguli oleh Biden.
Saat ini, Joe Biden sudah menang di Michigan.
Di Nevada, Biden unggul 49,3% dibandingkan Trump 48,7%.
Sistem Pemilihan Presiden di Amerika Serikat
Meskipun disebut-sebut sebagai mbah-nya demokrasi dunia, sistem pemilihan presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS) boleh dibilang masih kalah demokratis dibandingkan sistem Pilpres di Indonesia.
Mengapa begitu?
Dalam bukunya Pena di Atas Langit (2019), penulis Tofan Mahdi mengungkapkan, dalam sistem Pilpres di AS, raihan suara rakyat atau popular vote tidak sepenuhnya menentukan kemenangan. Tidak otomatis bahwa capres yang meraih suara rakyat (popular vote) terbanyak adalah pemenang Pilpres.
Rakyat AS pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih Electoral College. Mereka tidak secara langsung memilih presiden seperti dalam Pilpres di Indonesia.
Jadi, perebutan kursi presiden AS ditentukan oleh perebutan jumlah kursi Electoral College terbanyak. Electoral College ini dibentuk oleh Konstitusi AS untuk setiap empat tahun sekali memilih presiden dan wapres AS.
Secara total dalam Electoral College ada 538 kursi yang mewakili 49 Negara Bagian, ditambah tiga Electoral College dari District of Columbia (Washington DC).
Jika salah-satu capres sudah meraih 270 atau lebih suara Electoral College, maka otomatis ia akan menjadi pemenang. Suara yang diraih untuk Electoral College itu disebut sebagai electoral vote.
Proporsi jumlah suara/kursi elektoral per Negara Bagian (State) ditentukan berdasarkan berapa jumlah kursi Senat (kalau di Indonesia disebut DPD/Dewan Perwakilan Daerah) dan House of Representatives (di Indonesia disebut DPR) dari masing-masing Negara Bagian. Gabungan DPD dan DPR AS itu disebut sebagai Kongres.
Misalnya, Negara Bagian California yang memiliki 5 kursi di Senat dan 50 kursi di DPR, maka Electoral College dari Negara Bagian California adalah 55 kursi.
Ada lima Negara Bagian di AS dengan kursi elektoral besar, yakni California (55 kursi), Texas (38 kursi), New York (29 kursi), Florida (29 kursi), Illinois (20 kursi) dan Pennsylvania (20 kursi).
Jadi, sekali lagi, dalam Pilpres di Amerika Serikat, yang dipilih langsung oleh rakyat bukanlah capres-cawapres yang sedang bertarung, tetapi mereka memilih wakil elektoral dari masing-masing Negara Bagian.
Mereka yang duduk di Electoral College inilah yang nanti akan menentukan siapa yang menjadi pemenang Pilpres AS. Biasanya, presiden pilihan Electoral College ini tidak akan mengingkari suara elektoral yang diraih di lapangan.
Ide tentang Electoral College ini lahir dari kompromi apakah Pilpres di AS dilaksanakan secara langsung atau dipilih oleh anggota DPR. Akhirnya, Konstitusi Amerika mengamanatkan pembentukan Electoral College.
Hal penting lain terkait Electoral College ini adalah penerapan sistem winner takes all. Artinya, capres pemenang electoral vote di Negara Bagian akan meraup semua kursi Electoral College di Negara Bagian itu, sehingga meskipun pesaingnya juga dapat suara, suara itu tidak berarti apa-apa.
Contohnya, dalam Pilpres kali ini, di Negara Bagian California Joe Biden meraih 7.532.550 suara (66%) dan Donald Trump 3.679.723 suara (32,2%).
California memiliki 55 kursi Electoral College. Karena Biden menang di California, maka seluruh electoral vote di sana diberikan semua untuk Biden.
Sebetulnya kan Trump juga dapat suara di sana, namun suara itu tak berarti apa-apa karena ia kalah dalam persaingan merebut Electoral College.
Akibat sistem Electoral College ini, beberapa kali terjadi dalam Pilpres di Amerika dimana Capres dengan popular vote atau suara rakyat terbanyak tidak terpilih sebagai presiden, karena kalah dalam perolehan suara Electoral College oleh kandidat pesaingnya.
Contoh terakhir adalah Hillary Clinton unggul 2,9 juta suara rakyat dalam Pilpres 2016 lalu.
Namun karena kalah dalam perebutan kursi Electoral College dari Donald Trump saat itu, maka meskipun dipilih oleh lebih banyak rakyat alias menang dalam popular vote, namun bukan Hillary yang memenangkan kursi kepresidenan tetapi Trump.
“Dalam soal demokrasi, kita boleh percaya diri karena lebih maju dibandingkan Amerika. Bahkan banyak warga AS, termasuk akademisi dan praktisi politik, mengkritisi sistem Electoral College tersebut. Mereka ingin Pilpres dilaksanakan secara langsung seperti di Indonesia. Namun mengubah Konstitusi AS tidak semudah politisi kita mengamandemen UUD 1945,” tulis Tofan Mahdi.(*).