Minta Ketegasan Sikap Soal Aliran Hare Krisna, PHDI Bali Kembali Bersurat ke PHDI Pusat
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali kembali mengirimkan surat kepada PHDI pusat terkait aliran Hare Krisna (ISKCON) di Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali kembali mengirimkan surat kepada PHDI pusat.
Surat tertanggal 5 November 2020 itu dikirimkan dengan tujuan agar PHDI pusat segera memberikan sikap berkaitan aliran Masyarakat Internasional Kesadaran Krisna atau International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Bali.
Ketua PHDI Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, membenarkan pihaknya kembali mengirimkan surat kepada PHDI pusat.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada banyak pihak di antaranya Gubernur Bali, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Kapolda Bali, dan Panglima Kodam (Pangdam) IX/Udayana, dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Selain itu, surat juga ditembuskan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Provinsi Bali, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Bali, PHDI kabupaten/kota/kecamatan se-Bali, serta lembaga dan instansi lain yang terkait.
Baca juga: Kisah Kesaktian Ratu Gede Mas Mecaling Dalem Ped, Dianugerahi Ajian Kanda Sanga hingga Panca Taksu
"Ya karena kita sudah dari 1 Agustus ngirim surat belum ada kepastian jawaban dari PHDI pusat secara tertulis. Karena itu, kita sebagai PHDI Bali di daerah menyusul lagi suratnya demi mendapatkan kepastian dari surat kita yang lalu, ditambah dengan usulan baru," kata Prof Sudiana saat dikonfirmasi Tribun Bali melalui sambungan telepon dari Denpasar, Minggu (8/11/2020).
Dalam surat tersebut, PHDI menegaskan bahwa pihaknya terus menerus menerima aspirasi yang bukan wewenangnya sehingga diteruskan kepada PHDI pusat serta lembaga lain yang berwenang.
Aspirasi yang dimaksud yakni berupa permohonan pencabutan pengayoman terhadap ISKCON/Hare Krisna.
Hal ini berdasarkan alasan-alasan yang sudah diuraikan dalam laporan Tim Kerja PHDI Bali sebelumnya yang kewenangannya ada di PHDI pusat.
Kemudian aspirasi yang kedua, yakni PHDI pusat diminta menyatakan ISKCON/Hare Krisna bukan agama Hindu karena teologinya berbeda.
Hal ini agar disikapi dengan melakukan kajian teologis sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PHDI Pusat.
Ketiga, PHDI Bali juga menerima aspirasi agar adanya pembubarkan ISKCON/Hare Krisna dan melarang seluruh aktivitasnya di wilayah Provinsi Bali.
Kewenangan pembubaran ini ada di pemerintah dan sudah ada proses penanganan oleh Pengawas Aliran Kepercayaan di Masyarakat (PAKEM) Provinsi Bali yang leading-nya berada di Kejati Bali.
Dalam surat yang dikirimkan PHDI Bali ke pusat ditegaskan bahwa pihaknya sudah menyampaikan laporan ataupun surat-surat menyangkut ISKCON/Hare Krisna kepada PHDI pusat.
Hal itu dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi PHDI sebagaimana diatur dalam AD/ART.
Berbagai surat dan laporan yang dimaksud di antaranya laporan Hasil Kerja Tim PHDI Bali dalam menyikapi masalah Sampradaya ISKCON/Hare Krisna berupa aspirasi umat Hindu yang meminta pencabutan pengayoman terhadap Sampradaya ISKCON/Hare Krisna.
Dalam hal ini umat menyampaikan tuntutan agar Sampradaya ISKCON/Hare Krisna dinyatakan bukan Hindu, dikeluarkan dari organisasi PHDI dan dibubarkan.
Baca juga: Pernyataan Kontroversial AWK Soal Ida Bhatara Dalem Ped, PHDI: Wajib Minta Maaf Sekala & Niskala
Pada 1 Agustus 2020, PHDI Bali juga telah mengirimkan surat kepada PHDI pusat berupa permintaan pencabutan pengayoman ISKCON/Hare Krisna sesuai dengan adanya aspirasi yang terus berkembang.
Laporan hasil rapat bersama paruman pandita, paruman walaka dan pengurus PHDI Bali pada 27 Agustus 2020, yang memperkuat yang dikirim pada 1 Agustus 2020, serta resume aspirasi-aspirasi umat Hindu di Bali juga telah disampaikan kepada PHDI pusat.
Berbagai laporan yang disampaikan itu, PHDI Bali meminta agar PHDI pusat segera menyikapi aspirasi yang menuntut status ISKCON/Hare Krisna untuk dinyatakan sebagai bukan agama Hindu dan dikeluarkan dari agama Hindu.
Unjuk Rasa Damai
Tak hanya itu, PHDI Bali juga menyampaikan perkembangan terakhir terkait adanya penyampaian aspirasi dalam unjuk rasa damai umat Hindu di beberapa tempat di Bali pada 3 November 2020.
Melalui unjuk rasa damai tersebut, masyarakat juga menuntut PHDI pusat agar mencabut pengayoman untuk ISKCON/Hare Krisna.
Tak hanya berhenti di kegiatan unjuk rasa, tetapi ada pula yang melaporkan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa (AWK) atas dugaan penistaan simbol agama Hindu kepada penegak hukum.
Pelaporan itu dilakukan terkait pernyataan AWK yang mengatakan Ida Ratu Bhatara Dalem Ped bukanlah dewa tetapi makhluk suci.
Pelaporan juga berkaitan dengan pernyataan AWK dalam video yang viral yang menyatakan tidak apa-apa melakukan ‘’hubungan seks asal memakai kondom’’ saat berbicara di depan siswa/pelajar sekolah menengah yang sesungguhnya dalam tahap Brahmacari Asrama, yakni tahap menempuh pendidikan dan tentunya belum kawin.
Prof Sudiana mengatakan, dengan adanya pengiriman surat kembali kepada PHDI pusat ini, masyarakat Bali menjadi lebih memperhatikan bagaimana sikap PHDI Bali.
"Padahal sikap kita di PHDI Bali sebenarnya sudah tegas, tapi masih saja diragukan," kata Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar itu.
Padahal, kata dia, PHDI mempunyai aturan organisasi di mana kewenangan untuk memberikan pengayoman atau tidak terhadap ISKCON/Hare Krisna merupakan kewenangan dari PHDI pusat.
Namun, respon PHDI Pusat bisa dikatakan lambat.
"Agustus (kita mengirim suratnya). Agustus sudah lama itu. Paling lambatlah dua bulan (seharusnya). Ini sudah tiga bulan. Ini supaya direspon sehingga masyarakat jadi terang bagaimana sikap dari PHDI pusat," pintanya.
Selain mengirimkan surat, Prof Sudiana mengaku juga telah melakukan upaya-upaya lain agar PHDI pusat segera menentukan sikap terhadap keberadaan ISKCON/Hare Krisna sehingga umat tidak menunggu terlalu lama.
Baca juga: Bade Bawa Jenazah Roboh, Apa yang Perlu Dilakukan Pihak Keluarga Almarhum Menurut PHDI?
Akan tetapi, usaha-usaha lain ini sifatnya lebih personal dan tidak bisa untuk mengambil keputusan.
"Karena kita di Bali juga tidak bisa mengambil keputusan. Kalau Bali memang bisa mengambil keputusan ya sudah ada keputusan. Jadi etika organisasi tetap harus kita jalankan, supaya enggak salah," kata dia.
Prof Sudiana pun mengaku tidak tahu apa yang menjadi penyebab sehingga PHDI pusat cukup lama mengambil keputusan terkait keberadaan ISKCON/Hare Krisna ini.
"Nika yang tiyang tidak tahu kenapa. Karena kita juga di Bali tidak tahu masalahnya apa. Makanya kita bersurat karena tidak tahu. Artinya belum mendapat informasi secara terbuka," jelasnya.
Meski belum ada kejelasan, Prof Sudiana mengaku bakal terus berkomunikasi dengan PHDI pusat agar segera mengambil keputusan terkait polemik ISKCON/Hare Krisna ini agar apa yang diinginkan masyarakat ada kepastian.
"Kita tunggu saja sambil kita tetap melakukan pendekatan," tegasnya. (*)