Serba Serbi

Ini Penjelasan Terkait Ngaben dan Penyebab Kematian Menurut Ida Pedanda Gde Keniten

 “Utpeti adalah proses penciptaan, stiti adalah pemeliharaan, dan pralina adalah proses peleburan atau kematian,” jelasnya kepada Tribun Bali, Minggu

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ida Pedanda Gde Keniten dari Gria Gede Jumpung, Banjar Lebah, Timpag, Kerambitan, Tabanan. 

Apakah seseorang itu meninggal dalam kondisi yang benar, atau salah pati atau bahkan ngulah pati.

Baca juga: Satgas Covid-19 Desa Adat Sesetan Gelar Persembahyangan Bersama, Memohon Pandemi Segera Berakhir

Baca juga: Sedang Berlangsung, Ini Link Live Streaming MotoGP Valencia 2020

Baca juga: Profil Nathalie Holscher yang Menikah dengan Sule Hari Ini

Salah pati, semisal kematian yang tidak terduga seperti dipatuk ular, kecelakaan, diserang harimau dan sebagainya.

Sedangkan ngulah pati adalah karena kehendak sendiri, semisal bunuh diri atau mengambil jalan pintas.

Sedangkan kematian karena usia yang sudah tua atau sakit disebut mati yang wajar.

 “Nah apabila kematian yang wajar, haruslah dilakukan prosesi ngaben. Kalau salah pati, memang tidak patut langsung diaben harus dipendem (dikubur), begitu juga ngulah pati harus dipendem,” sebut beliau.

Itupun, kembali ada aturannya sesuai dengan ajaran Hindu di Bali.

Apabila, seseorang meninggal karena salah pati maka setelah dipendem selama 3 tahun baru bisa diaben.

Sementara ngulah pati, setelah dipendem selama 5 tahun baru bisa diaben.

“Antara salah pati dan ngulah pati ini, sepanjang melewati proses penebusan, maka bisa mengubah status yang meninggal salah pati atau ngulah pati menjadi kematian yang dianggap benar, dan diperbolehkan diaben,” jelas beliau.

Sedangkan apabila, seseorang meninggal secara wajar maka seyogyanya langsung melakukan prosesi ngaben.

 Ida pedanda menjelaskan, bisa dipendem hanya saja dengan aturan di desa kala patra masing-masing.

Beliau menegaskan, apabila kematian wajar dan keluarganya tidak bisa melakukan upacara ngaben. Baik itu karena suatu kendala, semisal kendala finansial, maka diperbolehkan, jenazahnya untuk dipendem.

Kemudian sesuai aturan, prosesi itu jika menggunakan tirta pangentas maka dalam kurun waktu 7 bulan minimal dan 3 tahun maksimal, harus sudah diaben.

Jika tanpa tirta pangentas, maka layon atau jenazah itu dalam setahun sudah harus diangkat dari kuburan dan diaben.

 Ini telah dilakukan sesuai adat tradisi turun temurun dari warisan nenek moyang di Bali.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved