Serba Serbi
Ini Penjelasan Terkait Ngaben dan Penyebab Kematian Menurut Ida Pedanda Gde Keniten
“Utpeti adalah proses penciptaan, stiti adalah pemeliharaan, dan pralina adalah proses peleburan atau kematian,” jelasnya kepada Tribun Bali, Minggu
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Sebab segala hal di Bali, ada aturan yang mengikatnya.
Ida pedanda melihat saat ini ada yang disebut makingsan di gni. Makingsan di gni, biasa dilakukan apabila tidak ada hari baik untuk ngaben. Atau karena alasan lainnya, semisal masalah finansial.
“Makingsan di gni ini statusnya sama dengan mapendem, tapi melalui proses dibakar mayatnya,” jelas beliau.
Hanya saja, pembakaran mayat di dalam proses makingsan di gni tidak sama dengan proses pembakaran saat ngaben. Sehingga tidak dibenarkan, jika sampai membakar mayat dua kali.
Maksudnya pembakaran pertama saat makingsan di gni, dan pembakaran kedua saat ngaben.
“Untuk pengabenan di Tabanan, ada namanya ngaben alit. Begitu layon turun langsung dibakar di setra, dan proses selanjutnya sesuai proses pengabenan. Dihanyutkan ke laut, matebus, hingga melinggih di saren gede.
“Pranawa juga ada, sebelum diaben maka pada H-1 ada prosesi mabersih alias ngaskara. Selesai ngaskara di penataran, lalu munggah di saren gede dan menghaturkan saji. Mencari toya penembak, lalu pralina dan nyenceg ke setra,” kata Ida pedanda.
Kemudian hari pengabenan berjalan, dan selesai dibakar baru sulinggih melantunkan puja. Setelah itu nganyut ke laut.
“Kalau langsung ngelanus atau ngasti dan nyekah mamukur ketika hari H juga bisa. Namun jika tidak maka bisa hari ke-12, 27, 35, dan 42 hari mencari duasa atau hari baik untuk melaksanakan upacara nyekah,” sebut beliau.
Beliau menjelaskan, contoh kasus di luar pulau Bali semisal Jawa yang tidak diperkenankan membiarkan mayat berlama-lama dari waktu saat meninggalnya.
Sehingga di sana, begitu meninggal mayat atau layon harus langsung dikremasi.
“Namun kalau di Bali kan semua memakai duasa,” jelas beliau.
Sementara jika di luar pulau Bali, bisa dengan meminta izin ke pura Prajapati lalu jenazah dibakar dan abunya disimpan. Baru kemudian mencari duasa kapan bisa ngaben.
“Setelah itu, abu yang tadinya sudah dibakar, baru bisa dikeluarkan setelah diberikan tirta pangentas dan tirta purwa, serta tirta lainnya. Dan dilanjutkan dengan prosesi ngereka ulang, nguyeg pada hari duasa yang ditentukan, lalu memasukan ke klungah nyuh gading dan setelah itu sulinggih mapuja,” tutur beliau.
Pengabenan pun, kata beliau, memiliki tiga tempat. Pertama mapendem atau dikubur yang tempatnya di setra.