Breaking News

KTT G20

Terkait Pemulihan Ekonomi Negara G20 Termasuk Indonesia, Sri Mulyani Sebut Kondisinya Sangat Rapuh

mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengakui, pembalikan ekonomi negara G20 masih sangat rapuh, dan jauh dari titik normal.

Editor: Wema Satya Dinata
(KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, Senin (8/10/2018) 

TRIBUN-BALI.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini ekonomi negara di masa pandemi virus corona atau Covid-19 dalam proses pembalikan.

Dikatakan Sri Mulyani Indrawati, saat ini pembalikan ekonomi negara yang tergabung G20 itu termasuk Indonesia

Namun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengakui, pembalikan ekonomi negara G20 masih sangat rapuh, dan jauh dari titik normal.

"Meskipun pada kuartal ketiga banyak perekonomian di negara G20 sudah menunjukkan adanya pembalikan"

"Namun itu masih sangat awal dan masih sangat rapuh," ujar Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi virtual usai pelaksanaan KTT G20, Minggu (22/11/2020).

Baca juga: Jika Dana Hibah Pariwisata Tak Habis Terserap Hingga Desember 2020, Pemkab Badung Akan Lakukan Ini

Baca juga: Terus Lobi Pusat, Pemkab Badung Harapkan Dana Hibah Pariwisata Bisa Digunakan Sampai Tahun 2021

Baca juga: Guru Besar Virologi dan Biologi Mulekuler Unud Sarankan Pembelajaran Tatap Muka Ditunda

Maka itu, semua negara perlu melangkah bersama untuk tangani Covid-19 dan mengendalikan perekonomian.

Kebijakan-kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi harus terus dilakukan.

Kebijakan tidak bisa ditarik atau dihentikan terlalu dini.

"Artinya kebijakan fiskal, moneter, dan regulasi sektor keuangan harus tetap dijalankan sampai ekonomi betul-betul pulih secara kuat," ucap wanita yang akrab disapa Ani ini.

Lebih lanjut Ani mengungkap, KTT juga membahas mengenai pembiayaan vaksin Covid-19 dan bagaimana cara agar negara berkembang turut mendapat akses vaksin.

Untuk mendapat akses vaksin, maka peranan lembaga-lembaga multilateral menjadi kunci.

Mereka harus memberikan dukungan pendanaan bagi negara-negara berkembang atau negara miskin untuk mendapatkan vaksin.

"Akses vaksin ini penting karena tidak akan ada pemulihan ekonomi di seluruh dunia sampai seluruh negara mendapatkan akses vaksin tersebut," pungkas Ani.

Tahap Pemulihan

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, titik balik pemulihan ekonomi terlihat di kuartal III 2020.

Sehingga, memberikan harapan besar bagi Indonesia untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi.

Baca juga: Tips Menggoreng Cakwe agar Mengembang Sempurna

Baca juga: Termasuk Aries, 5 Zodiak Ini Cerdas Sejak Lahir, Cancer Kaya Pengetahuan, Gemini Berwawasan Luas

Baca juga: Manfaatkan Lahan Minim, Kota Denpasar Terapkan Sistem Yumina-Bumina untuk Perkebunan dan Budidaya

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hampir semua sektor mengalami perbaikan, dan hal terburuk dari pandemi Covid-19 ia klaim sudah berakhir.

"Artinya di kuartal III 2020 ini menunjukkan the worst is over, atau hal yang paling buruk, dampak terburuk dari Covid-19 yang terjadi di kuartal II sudah kita lewati."

"Sekarang kita di dalam tahap pemulihan," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (5/11/2020).

Dia menjelaskan, sektor yang terpukul pada kuartal II akibat pandemi telah mengalami perbaikan sangat nyata, di antaranya sektor transportasi dan pergudangan.

"Transportasi dan pergudangan membaik secara signifikan, dari yang pada kuartal II terpukul di negatif minus 30,8 persen."

"Pada kuartal III ini sudah di minus 16,7 persen atau melonjak hampir separuhnya," kata Sri Mulyani.

Kemudian, lanjutnya, sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman meningkat pesat atau membaik lebih dari 50 persen.

Sebelumnya, sektor tersebut pada kuartal II negatif 22 persen, lalu pada kuartal III negatifnya hanya 11,9 persen atau pembalikan arah yang cukup besar.

Selain itu, dua sektor kontributor terbesar terhadap perekonomian mengalami perbaikan.

Yaitu industri pengolahan yang di kuartal II negatif 6,2 persen, mengalami pertumbuhan di negatif 4,3 persen.

Sri Mulyani menambahkan, sektor perdagangan besar dan eceran juga menunjukkan perbaikan, dari minus 7,6 persen di kuartal II, menjadi minus 5 persen di kuartal III.

Menurut dia, berbagai stimulus fiskal yang pemerintah berikan, baik dalam bentuk insentif perpajakan maupun dorongan belanja, bisa membantu bangkitkan kembali sektor produksi.

"Hal ini akan terus kita lakukan, dan kita lakukan evaluasi agar semakin memberikan dorongan pemulihan yang makin kuat di sektor-sektor ekonomi tersebut," paparnya.

Resesi

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB), terkontraksi minus 3,49 persen di kuartal III 2020 (year-on-year/yoy).

Hal ini membuat Indonesia resmi masuk jurang resesi, menyusul negara lainnya.

"Kalau kita bandingkan posisi triwulan ketiga tahun lalu masih mengalami kontraksi 3,49 persen."

"PDB Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan secara kuartalan sebesar 5,05 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam paparan virtual, Kamis (5/11/2020).

Menurutnya, pertumbuhan kuartalan menjadi modal yang bagus untuk tahun 2021."Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I sampai dengan triwulan III masih terkontraksi 2,03 persen," tuturnya.

Suhariyanto menambahkan, kontraksi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam setelah diberlakukannya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

BPS sebelumnya telah merilis pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II 2020 minus 5,32 persen yoy.

Sementara, Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai data produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2020 yang akan diumumkan siang ini cukup positif untuk rupiah.

Menurutnya, bukan persoalan resesi, tetapi adanya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan kuartal sebelumnya yang membuat rupiah menguat.

"Pasar akan mendapati data PDB Q3 yang kelihatannya menunjukkan pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan kuartal II."

"Ini cukup positif untuk rupiah," kata Ariston kepada Tribunnews, Kamis (5/11/2020).

Ariston juga melihat sentimen positif pasar terjadi setelah penandatanganan UU Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo.

"Kondisi kondusif walaupun UU Cipta Kerja sudah ditandatangani," ulasnya.

Mengutip Bloomberg, rupiah dibuka menguat Rp14.385 per dolar AS, dari penutupan perdagangan hari sebelumnya sebesar Rp 14.565 per dollar AS.

Mata uang Asia terpantau bergerak menguat rupiah 1,25 persen, won Korea 0,48 persen, dan ringgit Malaysia 0,22 persen.

Adapun mata uang bergerak melemah antara lain rupee India 0,46 persen, baht Thailand 0,13 persen, dolar Singapura 0,07 persen, dan baht Thailand 0,13 persen.

"Rupiah hari ini berpotensi bergerak di kisaran Rp 14.520-Rp14.600 per dolar AS," prediksi Ariston.

Sebelumnya diberitakan, BPS akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2020, Kamis (5/11/2020).

Pengumuman ini sangat dinanti. Sebab, ekonomi RI akan dinyatakan resesi jika pertumbuhan kembali minus.

BPS sebelumnya merilis pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II 2020 minus 5,32 persen (year on year/yoy).

Suatu negara baru dikatakan mengalami resesi setelah mengalami kontraksi PDB dalam dua kuartal beruntun secara tahunan.

Pemerintah RI sendiri sudah melakukan berbagai upaya agar kontraksi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam, melalui pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pemberian insentif, bantuan sosial, dan lainnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III di kisaran minus 1 persen hingga minus 2,9 persen, dan keseluruhan tahun di minus 0,6 persen hingga minus 1,72 persen.

Dia optimistis ekonomi bisa tumbuh hingga 5 persen di kuartal akhir 2020, didorong belanja pemerintah.

"Kita akan lihat sampai kuartal IV nanti tetap terjaga di sekira 5 persen pertumbuhannya."

"Tentu dengan asumsi bahwa seluruh momentum belanja dan eksekusi belanja PEN (pemulihan ekonomi nasional) dan KL (kementerian dan lembaga) tetap terjaga," ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (27/10/2020).

Sementara dari sisi konsumsi rumah tangga, pemerintah memproyeksikan di dua kuartal terakhir 2020 bisa kembali ke titik nol persen dari minus dalam di kuartal II.

"Dari kuartal III hingga kuartal IV, kita harapkan akan mulai dekati titik nol persen."

"Kalau di kuartal II konsumsi rumah tangga alami kontraksi minus 5,5 persen," papar Sri Mulyani.

Tak Perlu Panik

Direktur Riset CORE (Center of Reform on Economics) Piter Abdullah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV juga kemungkinan masih mengalami minus.

"Apabila perkiraan ini benar-benar terjadi, maka Indonesia pada bulan Oktober nanti akan secara resmi dinyatakan resesi," kata Piter kepada wartawan Rabu (5/8/2020).

Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi dipastikan negatif.

Piter menegaskan resesi menjadi sebuah kenormalan baru, saat ini semua negara diyakini tinggal menunggu waktunya saja untuk menyatakan secara resmi sudah mengalami resesi.

"Semua negara berpotensi mengalami resesi."

"Perbedaannya hanya masalah kedalaman dan kecepatan recovery."

"Negara-negara yang bergantung kepada ekspor, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi sangat tinggi akan mengalami double hit."

"Sehingga kontraksi ekonomi akan jauh lebih dalam," terangnya.

Piter mengimbau jika resesi benar terjadi, masyarakat jangan panik.

Dia bilang yang lebih penting bagaimana dunia usaha bisa bertahan di tengah resesi.(*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Menkeu Sri Mulyani: Ekonomi Masih Sangat Rapuh"

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved