Tepatkah Penggunaan Rapid Test Pada Ibu Hamil yang Akan Melahirkan? Begini Penjelasannya
Karena pandemi Covid-19, penggunaan rapid test juga diberlakukan pada ibu hamil yang akan melahirkan.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Saat ini semua rumah sakit telah melakukan antisipasi terhadap penyebaran virus Covid-19, seperti melakukan rapid test pada pasien yang akan mendapatkan penanganan.
Termasuk juga pada ibu hamil yang akan melahirkan.
Ibu hamil yang akan melahirkan tentu saja dalam kondisi yang emergency.
Namun karena pandemi Covid-19, penggunaan rapid test juga diberlakukan pada ibu hamil yang akan melahirkan.
Baca juga: Bantuan Sosial DID Jembrana Tahap I Rampung Tersalurkan
Baca juga: Putri Koster: Membudayakan Masyarakat agar Patuhi Protokol Kesehatan Bukan Perkara Mudah
Baca juga: Harapkan Satu Visi, Bawaslu Bangli Ajak Seluruh Instansi Terkait Maksimalkan Pengawalan
Tujuannya adalah mencegah penularan Covid-19.
Menurut dr. I Wayan Kesumadana, Sp. OG(K), selaku dokter kandungan, mengatakan mendiagnosa suatu penyakit merupakan hal yang gampang-gampang susah.
"Karena jika penyakit itu baru bagaimana cara mendiagnosanya, gejalanya pun dapat mirip seperti orang sedang terkena flu. Maka dari itu dilakukan screening untuk mengenali gejala suatu penyakit," ujarnya, pada, Selasa (24/11/2020).
Sebenarnya lebih baik untuk melakukan swab.
Namun dikarenakan hasilnya keluar cukup lama yaitu sekitar tiga hingga empat hari, serta biayanya yang mahal, membuat hal itu tidak cocok digunakan dalam keadaan yang emergency.
"Rapid test sendiri berfungsi untuk mengetahui reaksi dari tubuh atau imuniglobulin dalam tubuh ketika dimasuki oleh virus. Sehingga terdapat proses selama tujuh hingga sepuluh hari. Dan perlu untuk diketahui, alat diagnostik suatu penyakit tidak ada yang 100 persen akurat," tambahnya.
dr. Kesumadana menambahkan, bukan berarti rapid test tidak berguna.
Namun, terdapat perbedaan pada angka sensitivitasnya.
Dan pada keadaan darurat, rapid test dapat digunakan untuk mendeteksi dari awal apakah pasien terpapar Covid-19.
"Sehingga ketika hasil rapid test dari ibu hamil yang akan melahirkan tersebut reaktif dapat dipisahkan. Nantinya tenaga kesehatan akan menggunakan APD yang lengkap yaitu APD pada level 3, menempatkan pasien pada ruangan isolasi dan beberapa tenaga kesehatan menginstruksikan agar ibu yang akan melahirkan berkumur," sambungnya.
Sementara, untuk saat ini RS Kasih Ibu Denpasar telah merawat pasien melahirkan dengan kondisi reaktif Covid-19 sebanyak 4 orang.
Ketika menangani pasien ibu melahirkan dengan reaktif Covid-19, tenaga medis di RS Kasih Ibu turut memakai APD level 3, dan menempatkan pasien pada ruangan isolasi. (*).