Anak Muda Tak Antusias Hadapi Pilkada, KPU Bali Sebut Bukan Jadi Masalah

Dalam survei disebut anak muda tidak terlalu antusias dengan adanya Pilkada di masa pandemi ini.

Penulis: Ragil Armando | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali
Ilustrasi Pilkada Serentak. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Coblosan Pilkada Serentak 2020 tinggal beberapa hari lagi.

Hanya saja, dalam Pilkada yang berlangsung di masa pandemi bagi para pemilih milenial atau kaum muda menanggapi secara biasa saja terkait jalannya Pilkada.

Dalam survei disebut anak muda tidak terlalu antusias dengan adanya Pilkada di masa pandemi ini.

Bahkan, generasi millenial berusia 17 hingga 30 tahun disebut kurang antusias dalam berpartisipas di Pilkada.

Baca juga: Wawancara Ekslusif Tsamara Amany Bicara Pilpres AS dan Indonesia: Politik Identitas juga Laku di AS

Baca juga: Diminta Ganti Biaya Pembangunan, Penghuni RSS di Kayubuntil Barat Mendatangi DPRD Buleleng

Baca juga: Promo Alfamart 20-26 November 2020, Beli 3 Es Krim Feast Hanya Rp 10.000

Komisaris Warga Muda Wildanshah mengatakan bahwa hanya sebanyak 27 persen generasi milenial yang antusias menatap Pilkada.

Sedangkan, sebanyak 52 persen menganggap biasa-biasa saja, dan sebanyak 14 persen mengatakan tidak antusias.

Mereka menyebut bahwa pelaksanaan Pilkada tidak banyak memberikan banyak perubahan bagi daerah yang melaksanakan Pilkada, terutama bagi mereka yang berusia muda.

“Hanya 27 persen yang menyambut antusias pelaksanaan Pilkada di daerahnya. Lebih banyak menganggap biasa-biasa saja yaitu 52 persen. Sementara yang tidak antusias mencapai 14 persen.” kata Komisaris Warga Muda Wildanshah dalam paparan hasil survei atau jajak pendapat 'Harapan dan Persepsi Anak Muda Terhadap Pilkada 2020' secara daring, Selasa (24/11/2020).

Ia menyebut hasil survei memperlihatkan dari 27 persen anak muda yang antusias menyambut pilkada, ada 55 persen merasa antusias karena ingin daerahnya maju dan berkembang.

Kemudian 26 persen ingin punya pemimpin yang lebih baik.

Lalu ada 13 persen yang ingin terpenuhinya hak konstitusional masyarakat.

Sementara 2 persen ingin mempertahankan pemimpin yang ada.

Adapun alasan anak muda tidak antusias menyambut Pilkada karena terlalu beresiko dengan adanya pandemi Covid-19 (44 persen), Pilkada atau tidak sama saja tidak membawa perubahan bagi kaum muda (34 persen).

Alasan lainnya adalah tidak ada kandidat yang bagus (11 persen), merasa masal ikut Pilkada (4 persen) dan saat coblos sedang kerja atau di luar daerah (2 persen).

Survei merupakan kerja sama Warga Muda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Campaign.com, Golongan Hutan dan Change.org Indonesia.

Survei dilakukan selama 1 bulan, antara 12 Oktober-10 November 2020.

Survei dilakukan secara daring (online) yang disebarkan melalui kanal-kanal media sosial, aplikasi percakapan, website dan email pengguna Change.org Indonesia, serta jejaring mitra penyelenggara.

Survei dilakukan terhadap 9.087 responden yang tersebar di 34 provinsi, termasuk Bali.

Mayoritas responden survei yaitu 82 persen adalah anak muda di rentang usia 17-30 tahun yang merupakan warga muda aktif pengguna media sosial.

Data KPU pada Pemilu 2019 menyebutkan pemilih muda pada usia 17-30 tahun mencapai 60 juta orang atau sekitar 31 persen dari total Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.

Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Bali, Gede John Darmawan mengaku santai dengan hasil survei tersebut.

Ia mengaku bahwa secara umum jika melihat hasil survei tersebut menurutnya sebanyak 79 persen sebenarnya para generasi milenial sudah memahami adanya Pilkada pada 9 Desember 2020 mendatang.

“79 persen kan dalam artian sudah, kalau bahasa antusias dia pasti datang, kan yang 52 persen tidak bisa dikatakan diartikan tidak antusias, tapi hanya menganggap hal yang biasa, sekarang bagaimana kita menggarap yang 52 persen ini dulu, menjadi antusias. Yang 14 persen biasa aja, itu sebenarnya tantangan kita,” paparnya saat dikonfirmasi terpisah, Selasa (24/11/2020)

Pun begitu, mengatakan bahwa pihaknya sudah merancang berbagai formula untuk menarik masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Salah satunya melalui pertemuan tatap muka terbatas dengan penerapan protokol kesehatan.

“Kita sudah bergerak massif sekali, satu pertemuan tatap muka sudah kita open, tetapi tentu saja terbatas dengan penerapan protokol kesehatan,” ujarnya.

Selain itu, menggencarkan sosialisasi melalui media sosial (medsos).

Pihaknya pun menjamin jika masyarakat yang datang ke TPS di jamin aman karena sudah diterapkan dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Anak muda dan milenial juga, kita jor-joran di medsos untuk mengajak masyarakat datang ke TPS,” ucapnya

Peneliti dari Perludem Maharddhika menyebut hasil survei yang ada merupakan tanda bahaya, karena dapat diartikan, anak muda masih kurang peduli dengan calon pemimpin di daerah mereka.

Atau yang terjadi sebaliknya, calon pemimpin daerah memang masih begitu berjarak dengan pemuda-pemudi di daerahnya sendiri.

“Ini bisa jadi akibat kurangnya interaksi, sosialisasi, kontribusi, dan kolaborasi antara pemimpin daerah bersama komunitas-komunitas anak muda di daerahnya,” ujar Maharddhika. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved