Sejumlah Petugas Medis di AS Enggan Jadi 'Kelinci Percobaan' Vaksin Covid-19
Sejumlah petugas medis di Amerika Serikat mengaku skeptis dengan vaksin Covid-19 yang dikembangkan dalam waktu singkat.
TRIBUN-BALI.COM - Sejumlah petugas medis di Amerika Serikat mengaku skeptis dengan vaksin Covid-19 yang dikembangkan dalam waktu singkat.
Padahal, petugas medis di negara tersebut bakal berada pada baris pertama alias sebagai 'kelinci percobaan' untuk menerima vaksinasi virus corona.
Mereka dikabarkan curiga dengan vaksin tersebut meski telah mendapat jaminan dari Badan Makanan dan Obat (FDA) AS.
"Saya pikir saya akan mengambil vaksin nanti, saat ini saya sedikit curiga," kata perawat bernama Yolanda Dodson, dikutip dari AFP, Kamis (3/12/2020).
Dodson bekerja di Rumah Sakit Montefiore, New York City, dan menghabiskan musim semi di jantung pertarungan melawan Covid-19.
Meski laporan studi vaksin sejauh ini menjanjikan, Dodson menilai, belum cukup data untuk mendukung klaim itu.
Baca juga: Sudah Desember, Kapan Vaksin Covid-19 Didistribusikan? Begini Kata Luhut
"Kita harus berterima kasih kepada mereka yang bersedia tunduk mengambil risiko itu untuk berpartisipasi dalam studi. Ini keputusan yang sangat pribadi," terang dia.
Senada dengan Dodson, Diana Torres, seorang perawat di Rumah Sakit Manhattan juga merasa curiga terhadap vaksin yang dikerjakan secara terburu-buru untuk mendapatkan persetujuan di bawah pemerintahan Donald Trump.
"Ini adalah vaksin yang dikembangkan dalam waktu kurang dari satu tahun, disetujui di bawah administrasi dan badan pemerintah yang membiarkan virus menyebar seperti api," kata Torres.
"Mereka tidak punya cukup waktu dan orang untuk mempelajari vaksin itu. Kali ini saya akan lewat dan melihat bagaimana itu terungkap," lanjutnya.
Data dari uji klinis menunjukkan, vaksin dari Pfizer/BioNTech dan Moderna memiliki tingkat efektivitas mencapai sekitar 95 persen.
Biasanya, FDA memerlukan waktu enam bulan untuk tindak lanjut.
Baca juga: Rapat Terbatas, Presiden Jokowi Tanyakan Kepastian Dimulainya Vaksinasi Covid-19
Namun, jika tidak ada reaksi merugikan yang muncul dalam dua bulan pertama, jarang terlihat apa pun dalam empat bulan berikutnya.
Rekan perawat yang mengomentari halaman Facebook Torres tampak sama skeptisnya.
"Mereka gagal total dengan APD (alat pelindung diri) dan pengujian dan sekarang mereka ingin Anda menjadi kelinci percobaan untuk vaksin," tulis seorang temannya.
Kepala pemeriksa medis untuk Asosiasi Pejabat Kesehatan Negara Bagian dan Wilayah (ASTHO) Marcus Plescia mengatakan, sikap semacam itu biasa terjadi di antara 20 juta pekerja medis di AS.
Menurut dia, keengganan ini bisa menjadi masalah besar, terutama karena rumah sakit kemungkinan besar tidak dapat memaksa karyawannya untuk divaksin.
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Gallup pada akhir Oktober-awal November 2020 menemukan, hanya 58 persen warga AS yang akan menggunakan vaksin Covid-19 jika tersedia, naik dari 50 persen pada September 2002.
Keengganan itu telah menyebabkan New York dan enam negara bagian lain membentuk komisi mereka sendiri untuk mengevaluasi keamanan vaksin.
Kendati demikian, Plescia menyebut petugas medis memiliki kewajiban etis untuk menerima vaksin.
"Sebagian besar dari kami merasa ada kewajiban etis untuk divaksinasi. Kami tidak hanya menjadi tenaga kerja yang sangat penting, petugas kesehatan juga merawat orang-orang yang sangat rentan," kata Plescia.
Ahli radiologi New Jersey Mohamed Sfaxi termasuk di antara mereka yang berusaha meyakinkan rekan-rekannya agar mau divaksin.
"Kami memiliki orang-orang yang waspada, kami harus berbicara dengan mereka dan menjelaskan datanya kepada mereka," jelas dia.
Sfaxi mengaku berencana untuk mendapatkan vaksinasi secepat mungkin tanpa ragu-ragu, karena terganggu oleh gambar paru-paru rusak dari pasien Covid-19 yang ia lihat setiap hari. (Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejumlah Petugas Medis di AS Enggan Jadi Pihak Pertama yang Terima Vaksin Covid-19"