Kisah Mbah Wiryo, Usia Hampir Seabad Masih Setia Membunyikan Lonceng Gereja Setiap Hari

Seorang lansia perempuan dengan rambut putih perak menarik tali itu sehingga bandul menghantam genta.

Editor: Kambali
KOMPAS.COM/DANI JULIUS
Mbah Wiryo, panggilan warga pada nenek Wakiyah (94), di Pedukuhan Kajoran, Kalurahan Banjaroya, Kapanewon Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puluhan tahun membunyikan lonceng penanda waktu berdoa umat Katolik yang berada di salah satu sisi Bukit Menoreh. 

“Semua dilakukan jalan kaki,” katanya.

Meski berladang, ia tetap kembali ke rumah sebelum pukul 12.00.

Ia pulang untuk membunyikan genta.

“Setelah itu dirumah kerja apa saja,” kata Mbah Wiryo.

Baca juga: Pelaku Sempat Telepon Keluarga Sebelum Beraksi Serangan Gereja di Perancis, Polisi Tahan 3 Tersangka

Lonceng dari Belanda

Lonceng Kapel Santo Lucas Kajoran terdapat tulisan huruf latin ejaan lama.

Tulisannya sedikit pudar “Sembah Baktinipoen Aanah Djawi Oegi - Dewi Mariah”.

Tulisan lain tampak pula di bawahnya namun lebih sulit terbaca.

Sebuah relief kecil bentuk mirip Bunda Maria tampak pada dinding genta. Selain itu, ada tulisan tahun ‘1928’ pada badan genta.

Saat itu, berlangsung pembangunan tempat ziarah Sendangsono di Semagung, Kalurahan Banjaroya, pada 1929.  Banyak perlengkapan didatangkan dari Belanda.

Mbah Wiryo menceritakan, lonceng termasuk di datangkan pula dari Belanda dan diterima oleh Barnabas.

Umat Katolik lantas membawa lonceng dengan cara dipikul sampai rumah Barnabas di bukit.

Lonceng kemudian digantung pada pohon asam di depan rumah.

Belum ada kapel ketika itu.

Kegiatan ibadah dilakukan umat di rumah kayu berdinding gedhek yang bersebelahan dengan rumah Barnabas.

Baca juga: Kronologi Pria Misterius Serang Gereja di Prancis dengan Pisau, Nasib Pilu Dialami Wanita Ini

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved