Kisah Mbah Wiryo, Usia Hampir Seabad Masih Setia Membunyikan Lonceng Gereja Setiap Hari

Seorang lansia perempuan dengan rambut putih perak menarik tali itu sehingga bandul menghantam genta.

Editor: Kambali
KOMPAS.COM/DANI JULIUS
Mbah Wiryo, panggilan warga pada nenek Wakiyah (94), di Pedukuhan Kajoran, Kalurahan Banjaroya, Kapanewon Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puluhan tahun membunyikan lonceng penanda waktu berdoa umat Katolik yang berada di salah satu sisi Bukit Menoreh. 

Nama itu berasal dari nama suaminya, Rafael Sudarno Wiryorejo (Rafael). Mbah Wiryo nenek dengan perawakan kurus, giginya habis, namun masih tegap berjalan sekalipun agak lamban dan tanpa tongkat yang menopang.

Mbah Wiryo menceritakan, ia memukul genta setiap pukul 06.00, 12.00 dan 18.00. Suara lonceng merupakan ajakan untuk berdoa bagi umat Katolik di Kajoran.

Terdapat 47 kepala keluarga atau 157 umat Katolik pada lereng Kajoran tersebut. Di antara mereka bekerja di kebun, ladang maupun hutan.

Genta menjadi pengingat waktu untuk berdoa setiap waktu sekalipun berada di tengah kesibukan sepanjang hari.

“Sehari tiga kali dengan patokan jam, jam enam, jam 12 sing dan enam sore. Saat sore ketika sudah gelap. Tergantung terang atau sudah gelap,” kata Mbah Wiryo.

Baca juga: Gereja Katedral Denpasar Putuskan Tak Tambah Kuota Dalam Ibadah Natal 2020, Maksimal 500 Orang

Generasi ketiga kapel ST Lukas Kajoran

Mbah Wiryo merupakan generasi ketiga pemukul lonceng pada kapel ST Lukas Kajoran.

Awalnya adalah Barnabas Sarikromo atau Sariman, mertuanya.

Warga mengenal Barnabas sebagai pengajar katekisan Katolik.

Sepeninggal Barnabas, Rafaael lah yang menggantikan.

Baca juga: Presiden Putin Minta Azerbaijan Menjaga Gereja dan Biara di Nagorno-Karabakh

Mbah Wiryo mengatakan, suaminya meninggal sekitar tahun 1980-an. Sejak itu, ia yang mengganti memukul lonceng.

Ia sebenarnya juga sudah mulai ikut memukul lonceng sejak menikah dengan Rafael pada tahun 1940-an.

Ini dilakukan saat Sudarno berhalangan memukul lonceng.

Mbah Wiryo adalah petani.

Dulunya, ia menanam jagung dan ketela.

Ladang dan kebunnya ada di balik bukit dan hutan.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved