Mengakhiri Tahun 2020, Perekonomian Bali Diyakini Terus Membaik
Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75 persen
Penulis: Karsiani Putri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75 persen.
Suku bunga Depocit Facility dan suku bunga lending Facility pun dipertahankan, masing-masing pada angka 3,00 persen dan 4,50 persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, pada acara 'Obrolan Santai BI Bareng Media'.
"Sejak awal tahun, BI telah lima kali menurunkan suku bunga, yaitu pada Februari, Maret, Juni, Juli, dan November 2020, dengan total penurunan suku bunga sebesar 125 bps", ujar Trisno Nugroho.
Baca juga: OJK Resmikan Kantor Regional 8 Bali Nusra, Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Baca juga: Ketimpangan Ekonomi Bali Perlu Diperbaiki, Koster Sebut 2021 Akan Mulai Menata
Baca juga: Sambangi Beberapa Lokasi, BNPB Lakukan Pemetaan untuk Rancang Bangun Sistem Pemulihan Ekonomi Bali
Ia menyampaikan bahwa keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional.
Beberapa peran Bank Indonesia dalam mendukung implementasi program pemulihan ekonomi nasional, antara lain melakukan pembelian SBN di pasar perdana.
"Sampai dengan 15 Desember 2020, Bank Indonesia telah membeli sebesar Rp 75,86 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Selain itu, BI juga telah merealisasikan pendanaan dan pembagian beban dengan Pemerintah untuk pendanaan Public Goods dalam APBN melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sejumlah Rp 397,56 triliun serta pembagian beban untuk pendanaan Non Public Goods – UMKM sebesar Rp 114,81 triliun dan Non Public Goods-Korporasi sebesar Rp 62,22 triliun," ujarnya.
Trisno Nugroho juga menyampaikan, di samping keputusan terkait suku bunga, Bank Indonesia juga mengambil beberapa langkah kebijakan.
Pertama, melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kedua, memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif.
Ketiga, memperkuat kebijkaan makroprudensial akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas.
Keempat, mendorong penurunan suku bunga kredit melalui pengawasam dan komunikasi public atas transparansi suku bunga perbankan dengan koordinasi bersama OJK.
Kelima, memperkuat pendalaman pasar uang melalui perluasan underlying DNDF.
Keenam, memperkuat koordinasi pengawasan perbankan secara terpadu antara Bank Indonesia, OJK dan LPS.
Dan terakhir, mempercepat transformasi digital dan sinergi untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran dan percepatan implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025.
"Bank Indonesia memperpanjang kebijakan Merchant Discount Rate QRIS sebesar 0 persen untuk merchant usaha mikro sampai dengan 31 Maret 2021. Selain itu, Bank Indonesia juga memperkuat dan memperluas implemenatsi elektronifikasi dan digitalisasi, baik di pusat maupun di daerah, bersinergi dengan pemerintah pusat dan daerah serta otoritas terkait melalui pembentukan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah. Bank Indonesia juga terus mendorong inovasi dan pemanfaatan teknologi serta kolaborasi perbankan dengan fintech melalui percepatan implementasi Sandbox 2.0, antara lain meliputi regulatory sandbox, industrial tesr, innovation lab dan start up," paparnya.
Dan terkait perekonomian Bali terkini, Trisno Nugroho menyampaikan, bahwa pertumbuhan ekonomi Bali secara tahunan menurun mulai dari -1,17 persen di triwulan I, -11 persen di triwulan II dan -12,2 persen di triwulan III tahun 2020.
Menurunnya kedatangan wisatawan ke Bali berdampak langsung pada kinerja sektor pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Bali.
Pertumbuhan ekonomi Bali menjadi pertumbuhan ekonomi terendah di Indonesia.
Pada 2020, pertumbuhan sektor pariwisata terkendala dengan adanya Covid-19, dan oleh sebab itu, penanganan Covid-19 telah menjadi prioritas di tahun 2020 dan akan tetap menjadi prioritas di tahun 2021.
"Mengakhiri tahun 2020, perekonomian Bali diyakini terus membaik. Hal ini didukung dengan meningkatnya konsumsi masyarakat yang tercermin dari peningkatan indeks penjualan eceran dan indeks keyakinan konsumen di akhir triwulan IV. Hal ini sekaligus mencerminkan adanya sikap optimisme masyarakat terhadap perekonomian Bali," ucap Trisno Nugroho.
Terkait inflasi, Ia menyampaikan, bahwa pada bulan November 2020, Bali mengalami inflasi sebesar 0,81 persen (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi nasional sebesar 1,59 persen (yoy).
Rendahnya tekanan inflasi ini merupakan dampak dari Covid-19 yang menyebabkan permintaan melemah.
Tekanan inflasi yang rendah juga tidak terlepas dari penurunan aktivitas ekonomi sebagai konsekuensi dari pembatasan sosial.
Kinerja kredit melambat hingga hanya tumbuh 1,40 persen secara tahunan.
Penurunan terbesar terjadi pada jenis kredit modal kerja berkaitan dengan terhentinya berbagai lapangan usaha, utamanya LU akmamin.
Meskipun demikian, Non Performing Loan masih dalam ambang batas terkendali pada level 2,64 persen, antara lain sebagai hasil dari program restrukturisasi kredit, yang merupakan salah satu program PEN Pemerintah untuk menjaga kesehatan perbankan serta membantu pelaku usaha yang terdampak oleh pembatasan kegiatan untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
"Dalam jangka pendek, pemulihan perekonomian Bali ke depan berarti pemulihan sektor pariwisata. Ini sangat tergantung dari kedatangan wisatawan ke Bali, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan vaksin Covid-19, level of confidence to travel, kebijakan perlintasan orang baik domestik maupun internasional serta pemulihan ekonomi global," ungkapnya.
Dan dalam jangka panjang, terdapat beberapa langkah kebijakan yang dapat dilakukan.
Pertama, mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Menurutnya, Covid-19 mengajarkan bahwa Bali perlu melakukan diversifikasi pertumbuhan ekonomi sehingga tidak hanya tergantung kepada sektor pariwisata.
Kedua, mendorong quality tourism. Perlunya akselerasi pengembangan pariwisata Bali untuk health tourism, cruise tourism, serta MICE.
Dan ketiga, mendorong pembangunan atau pengembangan infrastruktur baik infrastruktur dasar maupun infrastruktur terkait pariwisata. (*).