Serba Serbi
Pantangan Dalam Persetubuhan Pada Sistem Perkawinan Hindu Agar Anak Suputra
Bila hubungan dilakukan bertentangan dengan norma yang ada. Maka niscaya anak yang dilahirkan akan berwatak tidak baik.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dalam hubungan suami istri pun ada aturannya.
Walaupun dikatakan benar hubungan pria dan wanita, bagi mereka yang telah menikah secara sah.
Namun persetubuhan tidaklah dapat dilakukan secara bebas bila menghendaki anak yang suputra.
Hal ini dibahas dalam buku berjudul ‘Wanita Dalam Sistem Perkawinan Hindu’ oleh Pinandita I Ketut Pasek Swastika, tahun 2017.
Baca juga: Arti dan Tujuan Perkawinan Menurut Hukum Hindu
Baca juga: Faktor dan Alasan Ketidakpuasan Perkawinan yang Menyebabkan Perselingkuhan
Baca juga: Nikahi Sepupu & Punya 4 Anak dengan Kelainanan Bawaan, Dampak Buruk Perkawinan Sedarah Pada Anak
Dijelaskan bahwa bila hubungan dilakukan bertentangan dengan norma yang ada.
Maka niscaya anak yang dilahirkan akan berwatak tidak baik, semisal tidak bakti pada orangtua, congkak, angkuh, sombong, bahkan menjadi anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan persetubuhan.
Diantaranya, tidak menghambur-hamburkan sperma atau sel telur.
Pada dasarnya sperma atau birahi itu merupakan suatu kekuatan pokok yang dapat diubah menjadi kekuatan suci (ojas sakti).
Yang lebih lanjut akan mempengaruhi sifat dan watak dari anak yang dilahirkan.
Kemudian tidak melakukan persetubuhan pada hari sampar wangko, yaitu hari yang jatuh pada Senin wuku dan Senin wuku Langkir.
Tidak melakukan persetubuhan pada hari raya umat Hindu.
Tidak melakukan persetubuhan pada hari Tilem bertepatan dengan panglong 15, panglong 14, dan panglong 8.
Tidak melakukan persetubuhan pada hari Purnama bertepatan dengan penanggal 15, 14, dan 8.