Serba Serbi
Usada dan Fungsinya dalam Ajaran Agama Hindu di Bali
Fungsi kearifan lokal pengobatan tradisional atau usada, dalam pembangunan kesehatan
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Fungsi kearifan lokal pengobatan tradisional atau usada, dalam pembangunan kesehatan telah diteliti lembaga pemerintah, swasta dan akademisi.
Suwidja (1991) dalam bukunya berjudul ‘Lontar Usada Pengobatan Tradisional Bali’ mengalihaksarakan dan merangkum Usada Rare, Usada Rukmini Tattwa, dan beberapa usada lainnya di dalam satu buku.
“Selain fungsi usada sebagai pembangunan di bidang kesehatan, didapatkan pula beberapa fungsi usada yang mendukung dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Bali,” jelas Anak Agung Putu Agung Mediastari kepada Tribun Bali, Minggu (27/12/2020).
Diantaranya, fungsi pelestarian kearifan lokal pengobatan tradisional, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi pengembangan pariwisata kesehatan, yang secara tidak langsung berdampak terhadap pembangunan kesehatan bagi masyarakat Bali.
Baca juga: Sowan ke Kyai Kharismatik di Rembang, Menteri Agama Yaqut Diberi Nasihat Ini oleh Gus Mus
Baca juga: Makna Mantra Trisandya Dalam Ajaran Agama Hindu
Baca juga: Begini Penjelasan Tentang Reinkarnasi Dalam Agama Hindu
Dalam disertasi untuk memperoleh gelar doktor, pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Agama dan Kebudayaan, Program Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
Dosen ini menjelaskan tentang fungsi pelestarian dan pengembangan tanaman obat serta ramuan tradisional.
“Bangsa Indonesia dengan kebhinekaan suku, tradisi, dan budaya, memiliki warisan pengobatan tradisional yang sangat kuat,” jelasnya.
Departemen Kesehatan RI, melalui Badan POM RI mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan tradisi kearifan lokal berbasis kesehatan.
Kearifan lokal pengobatan tradisional masing-masing daerah disebut dengan etnomedisin.
Dokumentasi Ramuan Etnomedisn, salah satunya ramuan usada milik masyarakat Bali sangat penting dilakukan untuk mencegah agar obat tradisional milik bangsa Indonesia khususnya masyarakat Bali ini tidak dimanfaatkan dan diklaim secara illegal oleh bangsa lain di masa yang akan datang.
“Inspirasi bahwa obat-obat kimia yang kita kenal sekarang ini, awalnya juga bersumber dari pengobatan tradisional. Maka sangat penting untuk mendokumentasi dan mendaftarkan obat dan cara pengobatan khas Nusantara, salah satunya usada ke lembaga terkait,” katanya.
Dalam rangka melalukan pelestarian dan pengembangan ramuan etnomedisn obat asli Indonesia, penelitian kearifan lokal pengobatan tradisional masing-masing daerah di seluruh Nusantara dilakukan secara berkala dan berkelanjutan oleh Departemen Kesehatan RI melalui instansi terkait seperti Badan POM RI.
Kemudian, terbentuknya kehidupan manusia berkaitan erat dengan kehidupan alam semesta (bhuana agung).
Alam semesta adalah tempat kehidupan dan berkembangnya makhluk hidup (sarwa prani) yaitu manusia, hewan dan tumbuhan.
Manusia (bhuana alit) pada hakekatnya adalah mahluk ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang paling sempurna memiliki Tri Pramana yaitu Sabda, Bayu, Idep (akal pikiran).
Dengan akal pikiran, manusia dituntun menjaga kesimbangan kehidupan alam semesta dalam konsep Tri Hita Karana.
Sehingga alam dapat berdaya guna bagi berlangsungnya kehidupan harmonis, menuju pembangunan bangsa yang sehat dan sejahtera sesuai ajaran agama.
Pada zaman postmodern ini, kembali disadari bahwa alam telah menyediakan obat untuk meningkatkan kesehatan lahir (stula sarira) dan batin (suksma sarira).
Selanjutnya, fungsi kesehatan yakni pengobatan tradisional usada milik masyarakat Bali, berfungsi untuk pencegahan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan dengan tanaman obat.
Hasil uji klinis ramuan etnomedisin, menggunakan tanaman obat pada tikus menunjukkan bahwa rimpang kunyit efektif untuk mengatasi radang pasca operasi, mengurangi 50 persen udim, radang rahim, nyeri perut, demam kuning, kepala pusing, menghambat pertumbuhan jamur, sembelit, mencret dan demam nifas pasca persalinan.
Hal ini ia tuangkan dalam disertasi berjudul ‘Pengobatan Usada Dalam Perawatan Bayi dan Ibu Pasca Persalinan Pada Era Postmodern di Kota Denpasar’.
Kemudian fungsi sosial budaya tradisi pengobatan umat Hindu.
Pengobatan tradisional usada, berupa tradisi budaya lokal masyarakat Bali menjunjung tinggi nilai-nilai agama Hindu.
Upacara ritual menjadi bagian dari metode pengobatan untuk penyembuhan penyakit psikologis, penyakit niskala dan penyakit-penyakit yang ada hubungannya dengan sosial budaya dan bio budaya masyarakat Hindu.
Di tengah-tengah dukungan Pemerintah dan partisipasi masyarakat, terhadap pemanfaatan kearifan lokal pengobatan tradisional usada.
“Realitanya masih ditemui adanya kendala dalam penatalaksanaan perawatan, dengan memanfaatkan tanaman sebagai obat dan nutrisi dalam perawatan bayi dan ibu pasca persalinan, terutama untuk mengatasi gizi buruk pada balita,” sebutnya.
Diperlukan pengetahuan kearifan lokal usada, yang dapat dipakai sebagai pedoman penatalaksanaan asuhan yang tepat untuk mencegah resiko kematian dan meningkatkan derajat kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan pada era postmodern di Kota Denpasar.
Kemudian jika dilihat dari fungsi ekonomi, obat tradisional juga memiliki nilai ekonomi.
Ia menjelaskan, di negara China obat tradisional merupakan salah satu sumber devisa negara.
Pariwisata China mengemas paket wisata pengobatan dalam promosi pariwisatanya.
“Setiap wisatawan, oleh pramuwisatanya diarahkan untuk dapat berkunjung ke industri obat tradisional. Obat tradisional dipromosikan dengan cara memberikan edukasi kepada wisatawan, tentang kemanjuran khasiat obat tradisional yang diproduksi,” katanya.
Teknik promosi dengan edukasi ternyata menarik minat wisatawan untuk membeli obat tradisional itu.
Kemudian ada pula fungsi pendidikannya, yakni kearifan lokal pengobatan tradisional usada sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sains bagi tenaga kesehatan, dokter, perawat, bidan, mahasiswa kesehatan, generasi muda, dan masyarakat yang berkepentingan untuk menerapkan pengobatan komplementer.
“Usada adalah salah satu bentuk dari penerapan pengobatan tradisional Ayurweda, yang ada di Bali,” tegasnya.
Satu diantaranya, pengetahuan pengobatan tradisional usada, berbasis kearifan lokal masyarakat Bali dalam mewujudkan bayi dan ibu sehat pasca persalinan, tertuang dalam teks Usada Rare, Kanda Pat Rare, Usada Manak, Usada Taru Pramana, Usada Rukmini Tattwa, Usada Sari, Usada Kurantobolong, dan Usada Indrani.
“Namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami tentang implikasi usada tersebut, bagi perawatan kesehatan bayi dan ibu pasca persalinan,” katanya.
Selanjutnya, fungsi pengembangan pariwisata kesehatan.
Industri-industri yang bergerak dalam bidang pariwisata kesehatan, telah berkembang pesat di Pulau Bali ini.
Spa, hotel, pusat yoga baik milik masyarakat Bali maupun milik orang asing, tumbuh dengan subur di Pulau Dewata.
Makanan organik, terapi herbal, meditasi dan hunian berbahan alam menjadi ciri khas produk andalan untuk menarik minat kunjungan wisatawan.
Kemudian fungsi dalam menjaga keseimbangan alam lingkungan sesuai konsep Tri Hita Karana (THK).
“Dengan adanya kebutuhan tanaman obat, masyarakat menjaga alam lingkungan sesuai dengan konsep THK. Di Bali penghormatan terhadap tumbuh-tumbuhan diperingati setiap hari Tumpek Wariga atau dikenal dengan nama Tumpek Uduh,” sebutnya.
Penelitian terhadap potensi Usada Taru Pramana dalam buku ‘Prospek Pengobatan Usada Taru Pramana’ disebutkan tumbuhan berkhasiat obat, dapat diolah menjadi loloh, simbuh, boreh, uap, pupuk, ngeses, dan oles.
Usada Taru Pramana dapat menyembuhkan sakit pada kepala, badan, anggota badan, niskala kejiwaan dan insiden.
“Dunia kesehatan modern seperti kedokteran, kebidanan, dan keperawatan mencantumkan pengobatan tradisional dalam mata kuliahnya,”imbuhnya.
Pengertian dari pengobatan tradisional menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan RI adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
“Kata usada berasal dari bahasa Sansekerta ‘Ausadhi’ yang berarti tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat,” sebutnya.
Di Bali, usada merupakan sistem pengobatan tradisional yang dipercaya masyarakat Bali.
Usada dikenal sebagai ilmu pengobatan tradisional Bali, yang didokumentasikan dalam bentuk tulisan di daun lontar.
Naskah Lontar usada sebagai sumber acuan pengobatan tradisional Bali.
Usada dipraktekkan secara turun-temurun dan berkembang jauh sebelum berkembangnya ilmu pengobatan modern seperti sekarang ini.
Di zaman Post Modern, kata dia, fenomena kembali ke alam membuat pengobatan tradisional usada kembali menjadi pilihan masyarakat untuk pencegahan penyakit, mengatasi gangguan kesehatan, dan memelihara kesehatannya.
Pengobatan tradisional usada tetap dipakai oleh masyarakat Bali, sebagai salah satu upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Bali.
Masyarakat telah mengenal cara-cara menangani penyakit secara tradisional dan alami, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang berasal dari alam berupa tumbuhan, binatang dan mineral.
Pengobatan tradisional usada, merupakan tradisi budaya kesehatan yang mengandung nilai-nilai sosial religius, sebagai salah satu budaya kearifan lokal masyarakat Bali yang perlu digali, dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan, sebagai sebuah identitas masyarakat Bali.
“Pengobat tradisional usada Bali dikenal dengan nama Balian Usada dan di India disebut Vaidya. Usada merupakan bagian dari pengobatan Ayurweda,” jelasnya.
Di Bali naskah usada dan naskah lainnya dalam bentuk lontar disakralkan, disimpan dan dilestarikan sebagai warisan leluhur.
Masyarakat Bali memandang naskah usada sebagai sebuah karya sastra yang amat penting artinya bagi kehidupan.
“Karena begitu pentingnya, maka naskah-naskah dalam bentuk lontar ditempatkan sebagai benda yang sakral, dianggap benda keramat, biasanya di taruh di dalam keropak kayu dan disimpan di ruang khusus (kamar suci),” imbuhnya. (*).