Berita Bali

Kedelai Mahal Ukuran Tahu & Tempe Makin Kecil, Produsen di Bali Menjerit: Asal Usaha Bisa Jalan Saja

Karena harga kedelai masih mahal, produsen tahu dan tempe di Bali memperkecil ukuran tahu dan tempe yang diproduksi.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Aktivitas usaha pembuatan tahu dan tempe di Desa Sulang, Klungkung, Senin (4/1/2021). 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Tingginya harga kedelai membuat para pengusaha tahu dan tempe di Desa Sulang, Klungkung, kelimpungan.

Mereka bahkan harus mengurangi ukuran tahu dan tempe, karena harga bahan baku yang terus meningkat.

Seperti diungkapkan seorang produsen tahu dan tempe asal Banjar Grombong, Desa Sulang, Klungkung, I Nengah Sondra.

Ia mengatakan, kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe dalam beberapa hari terkahir mengalami kenaikan dari Rp 7.000 per kilogram, menjadi Rp 92 00 per kilogram.

"Harga bahan baku sekarang sangat tinggi. Para pengusaha seperti kami sangat merasa berat," keluh Sondra, Senin (4/1/2021).

Akibatnya, ia harus mengurangi ukuran tahu dan tempe yang ia produksi. Termasuk mengurangi jumlah produksinya.

Jika harga kedelai normal, dalam sehari pihaknya mampu memproduksi tahun dan tempe sampai 500 Kilogram perhari.

Namun saat ini, hanya memproduksi rata-rata 250 kilogram per hari. 

Untuk menekan biaya, ia harus menekan jumlah produksi. Walaupun menurutnya permintaan tahu dan tempe masih tinggi di pasaran.

"Usaha kami sekarang asal usaha bisa jalan saja. Kalau naikan harga kami tidak bisa, terpaksa kami kecilkan ukurannya," jelasnya.

Hal yang sama dilakukan pengusaha tahu dan tempe di Buleleng, Bali.

Baca juga: Harga Kedelai Meroket, Pengusaha Tempe di Buleleng Terpaksa Turunkan Jumlah Produksi

Baca juga: Pengusaha Tempe Tahu Perkirakan Harga Kedelai Terus Naik Hingga Akhir Februari 2021, Ini Alasannya

Baca juga: Buntut Kenaikan Harga Kedelai, Produsen Tempe dan Tahu Memutuskan Menaikkan Harga Jual

Ditemui Senin (4/1/2021), salah satu produsen tempe di Lingkungan Taman Sari, Kecamatan Buleleng, Said (48) mengaku terpaksa menurunkan produksi tempenya.

"Sebelum ada kenaikan ini, sehari itu bisa menghabiskan 160 kilo kedelai. Tapi karena harganya naik, sekarang hanya mencapai 130 kilo per hari," terangnya. 

Jumlah produksi tempe ini terpaksa ia turunkan karena jumlah pembeli juga mulai berkurang.

Said pun berharap kenaikan ini tidak berlangsung lama. Sebab, untuk membuat tempe, Said hanya menggunakan kedelai import.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved