Human Interest Story

Kisah Penjual Tahu Keliling Berjuang di Tengah Pandemi, Tambah Berat dengan Kenaikan Harga Kedelai

Wasinah Santoso (53) merupakan wanita penjual tahu keliling di Kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sejak 18 tahun lamanya

Editor: Wema Satya Dinata
(Warta Kota/Rizki Amana
Pedagang tahu keliling bernama Wasinah Santoso sedang menyiapkan dagangannya di industri Perajin Tahu Non Formalin Tasbim. Ia Berjualan Keliling di Tengah Pandemi, Tambah Berat dengan Kenaikan Harga Kedelai 

TRIBUN-BALI.COM - Wasinah Santoso (53) merupakan seorang perempuan penjual tahu keliling di Kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Provinsi Banten sejak 18 tahun lamanya.

Meski usianya tidak lagi muda, Wasinah tak segan mengayuh sepeda mengelilingi kawasan Pamulang untuk sekadar menjajakan tahu.

Dengan giat ia melakoni kegiatannya itu tanpa mengenal rasa lelah dan mengeluh meski kadang terpapar terik matahari atau basah ketika hujan.

"Setiap hari berkeliling, tapi kadang juga libur sehari tapi selang - seling dalam satu minggu enggak nentu juga.

Baca juga: Harga Kedelai Meroket, Pengusaha Tempe di Buleleng Terpaksa Turunkan Jumlah Produksi

Kalau jaraknya saya enggak tahu, kalau pergi dari rumah sekitar jam 1 siang, jadi sambil menuju pulang keliling kampung-kampung sampai jam 7 malam," kata Wasinah kepada Wartakotalive.com saat ditemui di industri Perajin Tahu Non Formalin Tasbim di kawasan Kedaung, Pamulang, Kota Tangsel, Kamis (7/1/2021).

Wasinah hanya seorang diri saat mengayuh sepedanya mengitari beberapa lingkungan tempat tinggal para pelanggannya.

Tak jarang kendala demi kendala dialaminya saat bersepeda menjajakan dagangannya itu.

"Sering juga, biasanya bannya meletus, ya saya kan punya sepeda dua jadi kalau suami lagi enggak kerja saya panggil suami saya untuk nyusul saya," katanya.

Wasinah mengaku hanya mendapati untung bersih puluhan ribu rupiah dari hasil berkeliling menjajakan dagangannya itu.

Bahkan, pendapatan dirinya terus menurun disaat pandemi covid-19 melanda.

Ditambah naiknya harga beli tahu dari industri perajin tahu akibat meroketnya harga kedelai di pasaran.

"Biasanya saya bawa 200 potong tapi sekarang paling-paling 100 dan paling banyak 150 potong.

Menurunnya itu sejak tahun 2020 pas pandemi covid.

Saya jual itu kalau 10 ribu 12 potong tahu sampai sekarang. Untungnya Rp 35.000 per seratus potong tahu," jelasnya.

Baca juga: Harga Kedelai Impor Naik Tinggi, Pengusaha Tempe di Badung Ini Tak Terpengaruh

Kesulitan penjualan pun semakin dirasakannya di kala banyak dari pelanggannya yang mulai merasa khawatir dengan penyebaran dan penularan covid-19.

Tak jarang, para pelanggannya tak lagi membeli tahu yang dijajakannya itu akibat peralatan dagang yang dipakainya itu terlihat sederhana dan tak menjamin kehigienisan dagangannya tersebut.

Tak patah arang dengan semangat dirinya meyakini para pelanggannya untuk tetap membeli tahu yang dijualnya itu.

"Sejak tahun 2020 pas pandemi covid. Saya jual itu kalau Rp 10.000 12 biji sampai sekarang Rp 35.000 untungnya seratus biji.

Yang saya rasakan pembelinya berkurang sejak pandemi corona, ada yang nilai gitu enggak higienis takut beli," ungkapnya.

Kendala baru kembali dirasakannya saat meroketnya harga kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tahu. Banyak dari pelanggannya yang menilai bila harga yang dijajahkannya itu kembali meningkat.

"Banyak yang komplain kok udah mahal. Terus saya bilang ya sekarang kedelainya naik ditambah kecil-kecil. Saya bilang saya cuma bawa jadi di sana naik saya ikut naik," jelasnya.

Ia pun berharap agar situasi kembali stabil seperti sedia kala sebelum pandemi covid-19 dan meroketnya harga bahan baku kedelai.

"Semoga saja cepat berlalu, saya jadi bisa berdagang kaya dulu ramai yang membeli," pungkasnya.

Pengusaha tahu PHK karyawan

Harga kedelai yang masih meningkat tajam di pasaran membuat sejumlah perajin tahu mengambil kebijakan pengurangan pekerjanya.

Baca juga: Bahan Baku Mahal, Produsen Tahu Tempe di Klungkung Sampai Rumahkan Pegawai

Seperti yang terjadi di industri Pengrajin Tahu Non Formalin Tasbim yang terletak di kawasan Jalan Tabanas 4 RT 011/017, Kedaung, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

"Ya berimbas semua. Saya berhentikan pekerja saya, kurang lebih enam orang," kata Sofyan Tasbim kepada Wartakotalive.com saat ditemui di lokasi pembuatan tahu miliknya itu, Kedaung, Kota Tangsel, Kamis (7/1/2021).

Tasbim mengatakan langkah memberhentikan karyawannya itu diakibatkan produksi yang menurun di tengah meroketnya harga bahan pokok kedelai.

Ia pun mengaku berat hati untuk mengambil keputusan memberhentikan sejumlah pekerjanya itu.

Namun, harga kedelai yang terus melonjak memaksanya untuk mengambil keputusan itu unguk dapat mempertahankan operasional dari industri tahu miliknya itu.

"Sebelum ada kenaikan harga normal kedelai yaitu berkisar Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kilogram.

Sekarang ini sudah mendekati diangka Rp 10.000, harga eceran di toko kurang lebih Rp 9.300 sampai Rp 9.500. Imbasnya menggiling 5 sampai 6 kuintal yang tadinya 1 ton per hari," ucapnya.

Selain itu, kebijakan tersebut juga berimbas dari situasi pandemi covid-19 yang tak kunjung usai.

Menurutnya secara perlahan penurunan omset dan produksi dirasakannya hingga mengalami puncak penurunan di akhir penghujung tahun 2020 kemarin.

Terpaksa dirinya mengambil kebijakan tersebut hingga menunggu kembalinya kestabilan ekonomi di masyarakat serta harga dari bahan pokok kedelai.

"Sudah menurun dari Maret awal tahun 2020 itu sudah ada kelonjakan naiknya kedelai emang enggak dirasa Rp 50 terus naik Rp 100. Perlahan-lahan naiknya enggak sekaligus, sampai di akhir penghujung Desember lah tertingginya. Nah di saat Desember itu lah pengrajin tahu tempe sudah kewalahan, nomboknya sudah berlebihan. Akhirnya saya kurangin tenaga kerja," pungkasnya.

Naikkan harga

Sementara itu perajin tempe di Cipayung terpaksa menaikkan harga tempenya lantaran melambungnya harga  kedelai.

Seorang produsen tempe tahu di Cipayung, Indah mengatakan, saat ini harga kedelai yang menjadi bahan baku utama pembuatan tempe tahu masih berkisar Rp 9.200 per kilogram.

"Belum turun, masih tinggi. Makanya sekarang harga dinaikkan 20 persen," kata Indah, Kamis (7/1/2021).

Kenaikan harga tempe tahu itu menjadi kesepakatan para produsen tempe tahu setelah aksi mogok produksi pada 1-3 Januari 2021.

Namun hingga saat ini, harga kedelai tidak ada tanda-tanda turun.

Selain menaikkan harga tempe tahu, kata Indah, ada produsen tempe tahu yang memilih mengecilkan ukuran produksinya.

Menurut Indah, hal itu menjadi pilihan masing-masing produsen tempe tahu.

"Kalau saya sih produksi tetap, enggak merubah ukuran. Hanya harganya saja yang dinaikkan, buat menutup ongkos produksi," ujarnya.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo mengatakan para produsen sepakat kenaikan harga jual maksimal 30 persen dari sebelumnya.

"Kalau stok kedelai di pasaran memang dari awal tidak langka, stoknya ada. Tapi harganya naik, naik dalam waktu singkat," ujarnya.

Akan tetapi, stok kedelai di pasaran sekarang masih impor dari Amerika Serikat.

Sementara China sedang meningkatkan impor dari Amerika Serikat hingga awal Maret 2021 sehingga menjadi persoalan utama harga kedelai di Indonesia.

Amerika Serikat merupakan satu dari empat negara penghasil kedelai terbesar di dunia.

Ditambah produksi kedelainya paling cocok untuk dijadikan bahan baku tempe di Indonesia

"Kalau nggak dikunci harganya (stabil), sekian hari, minggu depan naik lagi, kita goncang juga. Karena prediksinya harga terus naik sampai akhir Februari (2021),” ucapnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kisah Wasinah, Pedagang Tahu Keliling Berjuang di Tengah Pandemi Covid-19 dan Kenaikan Harga Kedelai,

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved