Ini Kata Sosiolog Tentang Kehebohan Mbak You dan Ramal Meramal di Era Modern

Kabar terakhir menyebutkan, ada pihak-pihak yang berencana untuk melaporkan Mbak You ke kepolisian,  karena ramalan-ramalannya dianggap memicu keresah

Dok pribadi
Pakar sosiologi (sosiolog) Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho S.Sos MA 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Publik kini sedang disuguhkan ramainya pemberitaan di jagat maya mengenai ramalan-ramalan dari sosok paranormal yang dipanggil Mbak You.

Diberitakan bahwa dalam terawangannya, di tahun 2021 Mbak You meramalkan mulai dari terjadinya bencana alam, kecelakaan pesawat bahkan terjadinya kerusuhan hingga lengsernya presiden.

Kabar terakhir menyebutkan, ada pihak-pihak yang berencana untuk melaporkan Mbak You ke kepolisian,  karena ramalan-ramalannya dianggap memicu keresahan.

Salah-satu yang disebut-sebut berencana melaporkan Mbak You adalah CEO lembaga Cyber Indonesia, Muannas Alaidid.

Mengapa urusan ramal-meramal yang dianggap sebagai tidak ilimiah bahkan klenik, cukup  mampu menyedot perhatian publik ketika dalam suatu era yang ditandai oleh pesatnya kecanggihan teknologi informatika (TI) dan telekomunikasi?

Baca juga: Ramalan Mbak You Soal Jokowi Ini Berbuntut, Muannas Alaidid Berencana Laporkan ke Polisi

Dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Bali, pakar  sosiologi (sosiolog) Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho S.Sos MA, menjelaskan bahwa pada prinsipnya, secara sosiologis setiap individu maupun masyarakat adalah rasional.

"Namun demikian, rasionalitas-nya tipe yang mana dulu?  Sebab, ada beberapa tipe rasionalitas. Setidaknya terdapat lima tipe rasionalitas," ucap dosen sosiologi itu mengawali pembicaraannya pada Selasa 19 Januari 2021.

Wahyu menjelaskan, rasionalitas dibagi ke dalam lima tipe. Tipe-tipe itu ialah pertama, rasionalitas formal. Itu merupakan pola pikir yang didasarkan pada kalkulasi untung/rugi, atau pola pikir yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern seperti objektif, terukur, dan lain sebagainya yang sejenis.

Kedua, tipe rasionalitas instrumental, yakni pola pikir yang didasarkan pada kalkulasi upaya untuk mencapai tujuan seefisien dan seefektif mungkin.

Contoh rasionalitas instrumental, ungkap Wahyu, yakni menjadi lebih efisien dan efektif bepergian dengan menggunakan kendaraan bermotor daripada dengan berjalan kaki.

Tipe ketiga, rasionalitas nilai, yaitu rasionalitas yang didasarkan pada sesuatu yang dianggap baik, benar, dan diharapkan keterwujudannya dalam kehidupan sosial.

Wahyu memberi contoh, anak yang berpamitan dan menyalami orangtua sebelum berangkat sekolah, atau seseorang yang membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan; tindakan-tindakan itu didasarkan pada rasionalitas nilai.

Tipe keempat ialah rasionalitas tradisional, yakni  rasionalitas yang didasarkan pada pola perilaku yang diwariskan secara turun-temurun.

Menurut Wahyu, seseorang atau masyarakat yang masih melakukan ritual adat atau tradisional adalah contoh pola pikir rasionalitas tradisional.

Kelima adalah tipe rasionalitas afektif, yang merupakan  rasionalitas yang didasarkan pada emosi atau perasaan.

Sebagai misal, seseorang yang berteriak karena ketakutan melihat sesuatu, teriakannya itu didasarkan pada rasionalitas afektif.

"Soal ramal-meramal sesungguhnya itu termasuk dalam kategori rasionalitas afektif, baik bagi orang yang mengeluarkan ramalan itu maupun bagi mereka yang mempercayai ramalannya," sebut Wahyu.

Maksudnya, lanjut Wahyu, bahwa keyakinan mereka terhadap ramalan itu didasarkan pada perasaan atau emosi dengan alasan-alasan tertentu.

"Orang yang mengeluarkan ramalan itu bisa jadi mengaku memperoleh bisikan gaib, mendapatkan tanda-tanda lewat mimpi, dan lain sebagainya," ucapnya.

“Sedangkan mereka yang mempercayainya, boleh jadi karena sejak awal memiliki sentimen terhadap subyek atau obyek yang diramalkan oleh si peramal,” imbuhnya.

Namun demikian, kata Wahyu, rasionalitas afektif yang demikian tentu bertentangan dengan rasionalitas formal.

Wahyu mengungkapkan, sebetulnya berbagai tipe rasionalitas yang ada itu akan tetap hidup di masyarakat sejak dulu sampai kapan pun.

Hanya saja, terdapat rasionalitas yang dominan di setiap era atau zaman.

Misalnya, dalam era masyarakat tradisional, tipe rasionalitas yang dominan adalah rasionalitas nilai, rasionalitas tradisional, dan rasionalitas afektif.

"Sementara, dalam masyarakat modern, tipe rasionalitas yang dominan adalah rasionalitas formal dan rasionalitas instrumental," tutur dia.

Itulah kenapa, kata Wahyu, ramalan di era masyarakat modern sekarang menjadi hal yang dinilai janggal, karena rasionalitas yang dominan di masyarakat modern adalah jenis rasionalitas formal dan instrumental.

“Dalam masyarakat modern, segala sesuatu harus didasarkan pada hal-hal yang objektif, bisa terindera (empiris), masuk akal, memenuhi hukum sebab-akibat, dan berbagai kriteria ilmu pengetahuan modern lainnya,” terang Wahyu.

Dalam konteks kehidupan masyarakat modern, prediksi akan naik atau jatuhnya seorang pemimpin, misalnya, tentu akan dinilai rasional jika perangkat prediksi yang digunakan adalah metode-metode ilmu pengetahuan yang ilmiah atau modern.

"Semisal lewat survei, atau berbagai instrumen pengukur popularitas dan elektabilitas yang ilmiah; bukan melalui ramalan-ramalan yang didasarkan oleh keyakinan individu," jelas Wahyu.

Warganet Sosial Media Reaktif

Pria kelahiran Yogyakarta 11 Juni 1988 yang telah menulis sejumlah buku non-fiksi dan fiksi itu juga menuturkan  bahwa internet ini memunculkan fenomena atau istilah yang disebut dengan dromologi.

"Dromologi itu semacam percepatan. Segala sesuatu yang masuk di internet, akan mengalami percepatan dan akan masif ke mana mana dan tidak akan mungkin lagi dibendung," kata pria berzodiak Gemini itu.

Sisi negatif di era percepatan sekarang ini, memunculkan situasi di mana orang semakin sulit menemukan jeda untuk membuat beragam tafsiran.

"Jadi segala yang cepat seringkali memicu kita langsung bereaksi dan lain sebagainya. Itu yang menyebabkan jeda berfikir untuk menginterpretasikan atau menafsirkan dsb semakin pendek, sehingga era internet ini memunculkan banyak orang orang yang reaktif," pungkas penggemar Wahyu. (*)

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved