Corona di Bali
Dewan Denpasar Kritisi Penanganan Covid-19,Agus Wirajaya Sebut PPKM & PKM Terkesan Sangat Formalitas
Namun dua minggu penerapan PPKM dan seminggu penerapan PKM tingkat banjar/dusun, kasus positif masih tinggi.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam penanganan Covid-19, dalam sekali waktu Pemkot Denpasar menerapkan dua strategi.
Pertama menerapkan PPKM dari pemerintah pusat dan kedua menerapkan PKM yang menyasar hingga tingkat banjar/dusun.
Namun dua minggu penerapan PPKM dan seminggu penerapan PKM tingkat banjar/dusun, kasus positif masih tinggi.
Bahkan anggota DPRD Kota Denpasar, Agus Wirajaya dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyebut Pemkot Denpasar kaya program, namun miskin implementasi.
• Gede Wijaya: Tidak Benar PPKM Hanya Formalitas, Kita Sudah Berusaha Maksimal
• Pemkot Denpasar Sebut PPKM Bukan Formalitas, Dewa Rai: Pemerintah Bersungguh-sungguh Turunkan Kasus
“Sejauh pengamatan saya pribadi, pemerintah saat ini kaya program tapi miskin dalam implementasi, hal ini saya amati dari berbagai program telah dilakukan mulai dari PPKM, PKM, pembentukan satgas penanggulangan Covid sampai tingkat desa/kelurahan bahkan melibatkan desa adat, penyemprotan desinfektan secara masif, tapi faktanya peningkatan jumlah masyarakat yang terjangkit Covid semakin meningkat.
Hal ini menunjukkan ada yang kurang tepat atau tidak terlaksana dengan optimal di tingkat implementasi dari program yang diterapkan,” kata Agus saat diwawancarai Kamis 28 Januari 2021.
Ia menyebut, bahwa tidak petugas yang melaksanakan program-program yang diterapkan dibekali dengan pengetahuan yang cukup.
Pengetahuan petugas hanya didasarkan pada sosialisasi dan wacana yang tersebar luas di media sehingga masih banyak terjadi ketidakpercayaan terhadap keberadaan Covid ini.
Menurutnya, seharusnya ada pelatihan khusus terhadap petugas yang akan diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan program kerja yang ditetapkan pemerintah.
“Pola pencegahan saat ini lebih mengarah pada tindakan represif dengan penerapan sanksi, bukan mengacu pada edukasi publik secara terstruktur, sistematis, dan menyeluruh,” katanya.
Wirajaya juga mengatakan, sampai saat ini belum adanya pembuktian konkrit dari jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, terhadap penerapan pola yang diterapkan.
“Sebagai contoh, masyarakat tidak boleh berkerumun, tapi oknum pemerintah justru melaksanakan kegiatan yang berkerumun, tentu hal ini kontraproduktif dengan program yang diterapkan,” katanya.
Melihat dari kemiskinan implementasi dari program yang diterapkan tersebut, ia menganggap bahwa PKM maupun PPKM yang diterapkan tidak efektif.
“Contoh, pembatasan jam buka usaha masyarakat sampai jam 20.00 Wita, membuat berbagai pendapat muncul di masyarakat, apakah virus menyebar hanya di malam hari?
Tentu hal ini menjadi ketidakkonsistenan pola pemerintah dengan tetap membuka pasar tradisional yang sangat berpotensi menjadi tempat berkerumun masyarakat,” katanya.
• Vaksinasi Covid-19 Kedua di Denpasar Digelar Jumat 29 Januari 2021, Dipusatkan di RSUD Wangaya
Ia juga menganggap pembatasan waktu tersebut bertolak belakang dengan pola pencegahan yang utama, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.
“Berkaitan dengan menjaga jarak ini jangan diartikan tidak boleh berkumpul, namun lebih pada berkumpul dengan menjaga jarak tentunya,” tegasnya.
Dirinya pun menganggap pelaksanaan PKM maupun PPKM terkesan sangat formalitas.
“Banyak petugas PKM lebih berdiam diri di banjarnya masing-masing, tidak bergerak seoptimal mungkin,” katanya.
Menurutnya, seharusnya Pemkot Denpasar menyiapkan petugas yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penanganan Covid-19.
“Melakukan sosialisasi, secara berkesinambungan kepada masyarakat, dengan mengunjungi tempat usaha, bahkan dari rumah ke rumah untuk menjelaskan pentingnya pola pencegahan dan serta ciri-ciri terjangkit Covid-19,” sarannya.
Selain itu, Satgas juga melakukan razia penggunaan masker dan cuci tangan secara berkala terutama di waktu-waktu aktivitas kerja masyarakat.
“Yang terpenting, memberikan ruang kegiatan seperti biasa tanpa adanya pembatasan sepanjang menerapkan prokes dengan baik,” katanya.
Wirajaya pun memberikan catatan, bahwa Covid-19 dapat diatasi dengan imunitas tubuh yang baik dan imunitas tubuh sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis seperti beban pikiran dan stress.
“Oleh karena itu, saya berharap dengan pola yang diterapkan pemerintah adalah pola yang tidak menebarkan ketakutan masyarakat. Ketakutan akan menimbulkan keresahan, dan akan semakin sulit untuk mengatur masyarakat yang dikuasai ketakutan dan keresahan,” katanya.
• Denpasar Terapkan Dobel Strategi, Dewan: Pejabat Jangan Berikan Contoh Tidak Baik Pada Masyarakat
Ia pun meminta, sebaiknya berhenti menyebarkan informasi data Covid yang dapat menambah rasa takut masyarakat.
Menurutnya, yang tepat disebarluaskan adalah data jumlah yang sembuh, distribusi vaksin, yang sudah divaksin sehingga timbul optimisme di pikiran masyarakat bahwa wabah ini bisa kita kalahkan.
“Jadikan data Covid sebagai data internal untuk memformulasikan pola pencegahan yang harus dilakukan.
Masyarakat hanya perlu hal yang nyata, pola yang jelas dan tegas, bukan seperti data meningkatnya OTG, ODP, PDP yang menyebabkan pesimisme masyarakat dalam menghadapi wabah ini,” katanya.
Jubir Satgas: Pemerintah Sungguh-sungguh Turunkan Kasus
Seperti diberitakan, meski telah menerapkan PPKM selama dua minggu lebih, namun kasus positif Covid-19 di Kota Denpasar masih tinggi.
Dengan tingginya kasus ini, ada tudingan bahwa PPKM dilaksanakan hanya formalitas semata.
Terkait hal itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Denpasar, I Dewa Gede Rai mengatakan hal itu tidak benar.
“Tidak benar formalitas saja, kami dari pemerintah, bagaimana bersungguh-sungguh untuk bisa menurunkan kasus ini,” katanya saat diwawancarai Kamis 28 Januari 2021 siang.
Ia menyebutkan, keberhasilan dari pelaksanaan PPKM ini, 80 persen bergantung pada masyarakat.
“Semua pihak harus berpartisipasi. Kebijakan apapun yang dikeluarkan pemerintah tanpa partisipasi tidak akan berhasil,” katanya.
Untuk target penurunan kasus lewat PPKM ini menurut Dewa Rai adalah sekecil-kecilnya bahkan jika bisa sampai nol kasus.
“Dalam pembatasan ini tentu dilakukan pengawasan juga.
Kalau hanya ada edaran tanpa pengawasan nanti kurang efektif, makanya kami aktifkan satgas tingkat banjar/dusun,” katanya.
Selain itu, Dewa Rai juga menampik adanya petugas PPKM yang duduk-duduk saja.
“Petugas mungkin ada yang duduk. Sebenarnya laporan yang kita terima dari ketua satgas masing-masing, mereka sudah keliling setiap hari,” katanya.
“Mungkin pas dilihat mereka sedang duduk-duduk, padahal mereka baru selesai melakukan pemantauan dan pengawasan.
Semua satgas desa/kelurahan sudah melaporkan hasil kerja mereka yang melakukan imbauan keliling,” katanya. (*)