Corona di Indonesia

Satgas Tegaskan GeNose Tak Bisa Gantikan PCR untuk Diagnosis Covid-19

Menurut Wiku Adisasmito, metode GeNose hanya berfungsi untuk screening atau penyaringan kasus Covid-19. Bukan mendiagnosa.

Editor: DionDBPutra
ugm.ac.id
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menciptakan inovasi sebuah alat pendeteksi pasien positif Covid-19 melalui hembusan napas bernama GeNose. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Metode GeNose tidak dapat menggantikan swab test PCR yang memiliki fungsi mendiagnosis Covid-19.

Demikian penegasan Juru Bicara Satuan Tugas ( Satgas ) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito Jumat 29 Januari 2021.

Menurut Wiku Adisasmito, metode GeNose hanya berfungsi untuk screening atau penyaringan kasus Covid-19. Bukan mendiagnosa.

"Perlu diingat bahwa metode geNose berfungsi untuk screening dan tidak bisa menggantikan PCR yang berfungsi untuk diagnosis," ujar Wiku seperti dikutip dari tayangan di kanal YouTube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Satgas Covid Izinkan GeNose untuk Penumpang KA, Tapi Ada Bahayanya Juga Lho

Biaya Tes Covid GeNose Hanya Rp 25 Ribu, Sudah Dapat Izin Edar dari Kemenkes

Mengenal GeNose C19, Alat Deteksi Covid-19 Bikinan Tim UGM yang Awalnya Alat Pelacak Narkoba

GeNose merupakan alat yang dikembangkan tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak Maret 2020.

Menurut rencana mulai 5 Februari 2021, GeNose dipakai sebagai alat untuk mendeteksi Covid-19 di stasiun-stasiun kereta api dan terminal.

Alat ini pun telah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 24 Desember 2020. Saat menggunakan GeNose, seseorang diminta mengembuskan napas ke tabung khusus.

Sensor-sensor dalam tabung kemudian mendeteksi Volatile Organic Compound (VoC) dalam napas manusia.

Pola VoC orang sakit dan sehat akan berbeda. Nantinya, data yang diperoleh dari embusan napas diolah dengan bantuan kecerdasan buatan sehingga memunculkan hasil.

Wiku mengatakan, penggunaan GeNose akan diatur dalam perpanjangan surat edaran (SE) pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri.

Dalam SE disebutkan, khusus moda transportasi kereta api jalur non-aglomerasi atau jarak jauh ditambahkan adanya alat screening baru, yakni GeNose19 sebagai syarat perjalanan opsional selain PCR atau rapid test antigen.

"Diharapkan GeNose dapat menjadi opsi tambahan jika terjadi penumpukan pelaku perjalanan di stasiun kereta api," kata Wiku.

"Mengingat hanya perlu waktu singkat bagi alat ini untuk memberikan hasil dengan tingkat akurasi mencapai 93 persen," tuturnya.

Pakai Dua Masker

Sementara itu, munculnya varian baru virus corona yang sangat mudah menular di Amerika Serikat, membuat para ahli kesehatan masyarakat mendesak masyarakat untuk meningkatkan penggunaan masker, yang selama ini telah menjadi pelindung utama selama pandemi.

Beberapa ahli bahkan menyarankan agar mengenakan masker KN95 atau N95 jika memungkinkan.

Dokter Anthony Fauci, MD, mengatakan, memakai dua masker sekaligus lebih baik daripada memakai satu masker untuk menangkal virus corona.

Tujuan memakai masker adalah untuk mencegah droplet atau tetesan dan virus mencapai mulut dan hidung seseorang, sehingga dengan masker sebagai penghalang, maka secara alami akan meningkatkan perlindungan diri.

“Jika Anda memakai masker dengan satu lapisan, kemudian Anda menambah satu lapisan masker lagi, ini adalah tindakan yang masuk akal dan mungkin akan lebih efektif,” kata Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases seperti dikutip Kompas.com.

Apalagi tak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan masker N95, mengingat harganya yang mahal, dan bahkan CDC lebih merekomendasikannya untuk petugas kesehatan.

Tetapi para ahli kesehatan menekankan, memakai dua masker sekaligus adalah sesuatu yang lebih mudah dan bisa dilakukan siapa saja.

“Memakai dua masker akan menambahkan filtrasi ekstra, selain itu juga bermanfaat untuk memastikan Anda menutupi celah di sekitar masker, karena tidak setiap masker yang Anda kenakan akan sama pas,” kata Alice Sato, MD, seorang ahli epidemiologi di Children's Hospital & Medical Center di Omaha, NE.

Cara memakai dua masker

Melansir WebMD, penelitian yang diterbitkan di cell.com merekomendasikan masyarakat memakai masker bedah berkualitas tinggi atau masker kain setidaknya yang memiliki dua lapisan dengan kualitas kerapatan benang yang tinggi, sebagai perlindungan dasar.

Selanjutnya, kenakan masker kain di atas masker bedah untuk mendapatkan perlindungan maksimal.

Masker bedah akan bertindak sebagai filter dan masker kain akan memberikan lapisan penyaringan tambahan.

Akan tetapi, yang perlu diketahui, seperti dilansir CDC, masker sekali pakai dan masker bedah adalah dua hal berbeda. Masyarakat kini seharusnya tidak lagi bingung, antara masker sekali pakai dengan masker bedah.

" Masker sekali pakai adalah masker sekali pakai. Mereka dijual secara online dan melalui toko eceran besar. Ini tidak sama dengan masker bedah atau masker medis lainnya," demikian CDC.

CDC belum merekomendasikan penggunaan dua masker, tetapi secara umum dikatakan bahwa orang harus memakai masker dengan dua atau lebih lapisan kain yang dapat dicuci yang menutupi hidung dan mulut, serta pas di wajah.

Lebih rinci, CDC merekomendasikan pemakaian masker:

- Masker sekali pakai non-medis

- Masker yang pas di sekitar hidung dan dagu tanpa celah besar di sekitar sisi wajah

- Masker yang memudahkan untuk bernapas, seperti katun

- Masker dengan serat kain yang rapat

- Masker dengan dua atau tiga lapisan

- Masker dengan kantong filter bagian dalam

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Satgas: GeNose untuk Screening, Tak Bisa Gantikan PCR Diagnosis Covid-19

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved